Panglima TNI Minta Maaf Anggotanya Aniaya Jurnalis

Jurnalis NetTV di Madiun, Sony Misdanto, jadi korban penganiayaan anggota TNI.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Nur Faishal.

VIVA.co.id – Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo meminta maaf atas terjadinya kekerasan yang dilakukan oleh anggotanya terhadap jurnalis yang sedang melakukan tugas peliputan di Madiun, Jawa Timur. Dia tidak membantah bahwa yang melakukan penganiayaan tersebut merupakan anggotanya.

"Dalam kesempatan ini saya mohon maaf ya, masih ada prajurit saya yang berbuat menyakiti dan membuat rakyat tercederai," kata Gatot, Jakarta, Selasa, 4 Oktober 2016.

Jenderal bintang empat ini menyadari, seharusnya TNI melindungi rakyat, termasuk jurnalis yang sedang bertugas. Sebab, kata Gatot, TNI berasal dari rakyat. "Jadi rakyat adalah ibu kandung TNI," ucapnya.

Atas dasar itu, Gatot meyakinkan semua pihak, TNI akan mengusut tuntas kasus pemukulan terhadap jurnalis Net TV itu. "Yakinlah, awasi, pasti akan diproses secara hukum," Panglima menegaskan.

Meski begitu, menurut Gatot, sebenarnya tidak ada niat dari anggota TNI untuk melakukan kekerasan terhadap jurnalis. Menurut Gatot, prajuritnya hanya ingin menengahi perkelahian dua perguruan silat yang ketika itu tengah berselisih.

"Nah anggota kita memisahkan. Yang satunya enggak tahunya wartawan. Helmnya kena pukul. Tapi bagaimanapun juga itu adalah tindakan kekerasan, bisa kategori pidana maka POM melakukan penyelidikan," kata Panglima.

Kronologi

Aksi penganiayaan oknum TNI dari Batalyon Infanteri 501 Raider Madiun ini terjadi pada Minggu, 2 Oktober 2016. Seorang jurnalis Net TV bernama Soni Misdananto dianiaya dan kameranya dirusak lantaran merekam aksi pemukulan anggota TNI yang menganiaya warga setempat.

Pengakuan Soni, penganiayaan itu terjadi saat aktivitas iring-iringan peringatan tahun baru Islam atau Suroan. Ketika itu terjadi tabrakan iring-iringan di lampu merah. Soni pun bermaksud merekam kejadian itu.

Namun saat proses itu, muncul sejumlah anggota TNI dari Yonif 501 Raider Madiun justru memukuli para peserta konvoi. Soni pun tetap merekam peristiwa itu, hingga tiba-tiba sejumlah anggota TNI mendatangi dan menginterogasinya.

Usai menjelaskan identitasnya sebagai Kontributor Net TV, salah satu prajurit meneriaki kawan-kawannya yang terlibat pemukulan peserta konvoi.

Prajurit itu memberitahukan jika ada wartawan yang merekam pemukulan itu dan langsung menghentikan aksinya. Selanjutnya, Soni dibawa paksa menuju sebuah rumah yang terdapat banyak anggota TNI dan Polisi.

Soni menduga mereka adalah personel pengamanan gabungan yang ditugaskan menjaga peringatan Suroan di sepanjang jalan. Di tempat itu Soni kembali diinterogasi dan diminta menunjukkan tanda pengenalnya sebagai Kontributor Net TV. Selain itu, anggota TNI lainnya juga meminta kamera milik Soni dan mengambil memory card yang berisi rekaman pemukulan tersebut.

Di depan Soni, anggota TNI itu mematahkan memory card dan mengancam untuk tidak memberitakan. Di tengah interogasi dan intimidasi itu, sejumlah anggota TNI tiba-tiba masuk dan langsung menghajar Soni dengan brutal.

Diawali dengan pemukulan pada kepalanya menggunakan besi berbentuk lengkung, pipi kirinya juga ditonjok dengan keras. Pemukulan paling menyakitkan, menurut Soni, adalah tendangan lutut dari seorang prajurit yang menghantam badannya.

Dalam kondisi dikeroyok dan tak bisa melawan, Soni ditarik oleh seseorang dari kerumunan itu dan dipindahkan ke rumah salah satu warga yang menjadi lokasi penitipan sepeda. Belum lama menarik napas dari hajaran brutal TNI, seorang prajurit kembali mendatangi.

Dia meminta Kartu Tanda Penduduk (KTP) milik Soni dan memotretnya menggunakan kamera ponsel. Usai memotret, anggota TNI itu mengancam agar Soni tidak memberitakan peristiwa yang terjadi. Jika berani memberitakan, anggota TNI akan mencari keberadaan Soni. (ase)