DPR Minta TKI Jangan Dibebankan Biaya Lagi
VIVA.co.id – Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Fraksi Partai Amanat Nasional, Saleh Partaonan Daulay, ikut mengomentari kebijakan pemerintah terkait angka minimal uang di rekening Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sebesar Rp25 juta sebelum meninggalkan Tanah Air.
Menurutnya, langkah Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia itu terkesan terlalu terburu-buru dan tanpa pertimbangan yang matang.
"Harusnya, sebelum menerapkan peraturan itu, pemerintah terlebih dahulu melakukan kajian terhadap berbagai aspek terkait. Pemberangkatan TKI ke luar negeri dinilai memiliki persoalan yang cukup kompleks. Minimnya saldo rekening dipastikan bukan satu-satunya masalah yang menyebabkan terjadinya human trafficking," kata Saleh di Jakarta, Minggu, 19 Maret 2017.
Ia menjelaskan, akibat kebijakan tersebut justru banyak pihak yang dirugikan. Salah satunya yaitu para tenaga kerja yang ingin memperoleh pekerjaan di luar negeri melalui prosedur yang telah ditetapkan.
"Khawatirnya, TKI yang diberangkatkan secara baik melalui prosedur yang benar akan mengalami kesulitan. Apalagi, semua tahu bahwa sebagian besar di antaranya berangkat ke luar negeri karena tidak memiliki pekerjaan di Indonesia. Dengan mewajibkan simpanan Rp25 juta, tentu itu sulit didapatkan," tutur Saleh.
Selain itu, lanjut Saleh, peraturan baru yang dibebankan kepada TKI juga cukup memberatkan. Apalagi, sebelum berangkat mereka perlu melakukan berbagai persiapan yang tentu harus dibayar.
"TKI kita kan juga harus menalangi biaya pemberangkatan. Mulai dari dokumen pemberangkatan, visa, tiket, dan lain-lain. Selama ini, pemerintah sudah mematok biayanya sebesar Rp16 juta. Kalau ditambah dengan simpanan Rp25 juta, tentu itu angka yang sangat besar," ujarnya.
Fokus utama
Untuk itu, Saleh mengungkapkan, pembenahan, pengawasan, serta pengendalian perusahaan pemberangkatan tenaga kerja indonesia swasta (PPTKIS) sebetulnya yang harus jadi fokus utama pemerintah. Sebab, menurutnya, selama ini banyak masalah yang belum dituntaskan dari akar.
"Untuk menghindari human trafficking, lebih baik mulai difokuskan pada pembenahan PPTKIS. Termasuk agen yang menampung dan menyalurkan mereka di luar negeri. Jika ini benar dan dipercaya, tentu kekhawatiran human trafficking itu menjadi kecil. Termasuk memastikan bahwa PPTKIS itu menjalin kerja sama dengan agen yang baik dan bertanggung jawab di luar negeri," katanya.
Menurut Saleh, jika kebijakan itu tetap dijalankan justru dikhawatirkan para TKI akan mencari berbagai cara untuk memenuhinya.
"Misalnya, dengan mengajukan pinjaman dengan menggadaikan berbagai hal yang dimiliki. Jika berhasil di luar negeri, mungkin itu bisa diatasi. Tetapi jika sebaliknya, dikhawatirkan akan jadi beban sekembalinya ke Tanah Air," katanya. (ase)