Wapres JK dan Ketum PBNU Nilai Aksi 505 Tak Perlu

Aksi unjuk rasa Bela Islam.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id – Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai, aksi bela Islam pada Jumat lusa atau yang disebut dengan 505 tak perlu dilakukan. Menurut JK, kasus dugaan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sudah bergulir sejak Desember 2016 dan akan memasuki vonis putusan pada Selasa, pekan depan.

"Kalau urusan perlu tak perlu, pemerintah menganggap tak perlu lagi karena urusannya sudah di pengadilan," ujar JK usai membuka World Press Freedom Day di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, Rabu, 3 Mei 2017.

Namun, JK mengatakan, tak mungkin pemerintah melarang rakyat melaksanakan hak kebebasan berpendapat dengan melakukan unjuk rasa. JK hanya berpesan supaya unjuk rasa itu dilakukan sesuai aturan.

"Orang yang mau turun ke jalan itu memang merasa perlu. Dan ini bagian dari kebebasan dalam demokrasi, bahwa unjuk rasa itu dibolehkan," kata JK.
    
Seperti diketahui, aksi 505 diinisiasi Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI). Rencananya aksi ini diselenggarakan di Jakarta Jumat lusa, 5 Mei 2017. Aksi dilakukan untuk mendukung majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara memberi putusan yang dinilai adil terhadap Ahok.

Aksi 505 buang waktu

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PB NU) Said Aqil Siroj mengatakan, aksi 505 yang dilakukan untuk mengawal vonis terdakwa Ahok dinilai tak perlu. Menurut dia, demo ini tak penting dan hanya menghabiskan energi dan waktu.

"Saya selalu mengatakan demo itu nggak ada gunanya, selalu saya mengatakan bahwa kalau ada aspirasi, rekomendasi, kritik monggo disampaikan. Tidak usah dengan demo, karena demo itu menghabiskan energi, waktu, duit," kata Said.

Said menambahkan, aksi demo hanya akan menganggu banyak hal. "Di Islam tidak ada demo demo itu," ujarnya menambahkan.

Dia meminta semua elemen masyarakat percaya kepada penegak hukum yang sedang menangani kasus Ahok. "Adapun, ada kekurangan mari kita kritik. Boleh tapi enggak usah demo," tuturnya.

Ia menegaskan kritik harus objektif, berkualitas dan membangun. "Kritik bukan mencaci maki, fitnah atau provokasi," katanya. (mus)