KPK Ungkap Temuan Baru Terkait SKL BLBI

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah.
Sumber :
  • Syaefullah

VIVA.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengumpulkan alat bukti guna membongkar rasuah terkait terbitnya Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia bagi Sjamsul Nursalim, salaku obligor pengendali saham Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).

Menurut Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, ada temuan baru seiring pemeriksaan saksi-saksi dalam penyidikan tersangka mantan Kepala BPPN, Syafruddin Arsyad Temenggung.

Temuan tersebut yakni, peran Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KSSK) yang diduga sudah dirancang keputusannya sejak awal, sehingga Rp3,7 triliun kewajiban Sjamsul Nursalim menguap.

"Kami mulai masuk pada proses dan hasil dari kebijakan KKSK yang dambil pada Febuari 2004, karena di sana diduga sudah tidak cantumkan lagi angka Rp3,7 triliun yang saat ini kami pandang bagian dari dugaan kerugian negara (atas penyidikan tersangka Syafruddin)," kata Febri kepada awak median di Jakarta, Senin 22 Mei 2017.

KKSK ketika itu terdiri dari beberapa stakeholder, serta menteri yang antara lain yakni, Menteri bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri, Menteri Keuangan dan Menteri Negera BUMN. Kewajiban Sjamsul waktu itu mencapai Rp4,8 triliun, namun baru dibayarkan Rp1,1 triliun, sudah mendapat SKL.

Keputusan KKSK dalam SKL BLBI waktu itu juga memuat perubahan atas proses litigasi obligor restrukturisasi oleh obligor BLBI dalam hal ini Sjamsul Nursalim kepada BPPN sebesar Rp4,8 triliun.

Dari hasil restrukturisasi ini, Rp1,1 triliun sustainable dan ditagihkan kepada petani tambak. Adapun Rp3,7 triliun lagi tak dibahas dalam proses restrukturisasi.

KPK akan menelusuri lebih lanjut alur prosesnya seperti apa dan siapa saja pihak-pihak yang berkontribusi pada hal ini. Kebijakan BPPN tentu harus melibatkan KKSK juga di sana, karena ada struktur dan aturan hukum saat itu, sehingga sejumlah pihak harus dimintakan pendapat dan misalnya ada prosedur yang harus dilalui, termasuk dengan proses penerbitan surat SKL terhadap salah seorang obligor.

“Nah, dalam kasus ini kami temukan saat diterbitkan SKL masih ada kewajiban sebenarnya Rp3,7 triliun," kata Febri.

Meski telah menemukan dugaan kongkalikong sejumlah pihak, ungkap Febri, pihaknya belum bisa membeberkan lebih rinci saat ini. Terlebih kasus ini terbilang rumit dan harus ekstra hati-hati memilahnya, sehingga tak masuk ke ranah kejahatan perbankan atau delik di luar korupsi.

"Ada alur dan kronologi tentunya, tetapi kami tidak bisa sampaikan secara detail saat ini, secara spesifik misalnya keputusan KKSK pada Febuari 2004 itu, siapa saja yang berpengaruh sehingga sampai Rp3,7 triliun tidak terlihat lagi di sana, tentu itu juga akan kami dalami lebih lanjut. Tentu ada sejumlah pihak yang memiliki kontribusi sampai pada ujungnya SKL itu diterbitkan. Siapa saja pihak-pihak ini kami sedang dalami," kata Febri.