Jejak Tentara Nazi di Kaki Gunung Pangrango
VIVA – Siapa sangka keindahan alam kaki Gunung Pangrango ternyata menyimpan sejarah singgahnya tentara Nazi di Tanah Pasundan. Kini, makam para tentara yang terkenal paling kejam dan bengis di Benua Biru era 1930-an itu bisa ditemui di Kabupaten Bogor. Warga setempat kerap menyebut makam tersebut dengan julukan 'Makam Jerman'.
Cukup sulit mencapai lokasi 'Makam Jerman'. Selain tak ada di Google Map, untuk mencarinya para traveller bisa mengandalkan warga sekitar. Penyusuran dimulai dengan mengambil jalan pertigaan Gadog. Tepatnya, usai pintu keluar tol mengambil jalan berada di sisi kanan samping Vimalaya Hills.
Lokasi makam Jerman ini berada di kaki Gunung Pangrango, tepatnya di Kampung Arca, Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung. Selama perjalanan menuju lokasi, kondisi jalanan cukup baik. Melintasi permukiman padat penduduk, barulah masuk wilayah hutan kaki Gunung Pangrango.
Berbekal informasi dari masyarakat, 'Makam Jerman' itu pun akhirnya bisa ditemukan.
Dari kejauhan tugu makam khas bangunan era 1900-an. Seluruh makam tampak terawat. Tak ada ilalang liar yang merambat di area makam. Sentuhan klasik kental dalam bangunan makam ini.
Tapi cerita terawatnya makam ini bukan dengan sendirinya. Tiga kilometer sebelum makam, ada sepasang lansia tinggal di sebuah rumah yang berada di gang sempit. Di rumah kecil itu, Jajang Suherman (86) dan istrinya Nyai (70) tinggal bersama anak dan cucunya.
Mereka adalah saksi hidup warga lokal yang pernah berinteraksi langsung dengan para tentara legendaris Jerman itu. Jajang sendiri bahkan menunjukkan beberapa berkas peninggalan masa lalu. Ia mewarisi pekerjaan ayahnya, Sumadi, sebagai penjaga kebun teh yang berada di sekitar makam tersebut.
Kedua pasangan ini melihat langsung kepergian Willi Petschow (pengelola kebun teh). "Mister pekon itu percayakan kepada bapak saya. Kemudian saya menjaga di sana," ujarnya ditemui VIVA.co.id di rumahnya di Gang Yusuf, Kampung Arca RT05/06, Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Jumat, 3 November 2017.
Saat ini, lahan tersebut dimiliki oleh saudagar keturunan Tionghoa. Namun demikian, Ia tetap dipercayakan oleh Kedutaan Besar Jerman untuk merawat makam tersebut. Sehari-harinya, mereka membuka warung makanan.
"Saya masih simpan surat tanah girik yang dikasih sama mister pekon itu. Ini dari ayah saya," kata dia. Namun demikian, kakek yang masih tampak bugar ini mengaku tidak tahu harus menanyakan girik itu kepada siapa.
Di tanya soal makam, Jajang sewaktu kecil, pernah diceritakan orang tuanya soal keberadaan orang Jerman. Menurut Jajang, makam ini rutin dikunjungi warga dan Pemerintah Jerman. Setiap kali orang-orang Jerman itu datang ke makam tersebut, selalu mampir ke rumahnya.
Waktu rutinnya yakni setiap bulan November. Bahkan bisa mencapai 100 orang lebih. Selain itu, lokasi ini kerap menjadi studi tur anak sekolah. Mereka datang untuk menggali sejarah tentara Nazi. "Ada yang luar Bogor, ada yang sekitar yang lebih sering," timpal Nyai mendampingi suaminya.
Jajang merasa bersyukur, situs Makam Jerman ini terhindar dari tangan jahil. Selama hidupnya, tak ada coretan yang berbekas pada tugu maupun makam. "Ya kalau mau membersihkan paling tiga hari sekali," katanya.
Sayangnya, pada era 50-an, keberadaan kebun teh di lokasi makam ini perlahan menghilang seiring bertambah padatnya penduduk dan maraknya wisata di kawasan Puncak Bogor. Kebun-kebun teh itu mulai dibangun permukiman penduduk.
Nazi di Tanah Jawa
Terkait sejarah Makam Jerman ini, tak terlepas dari jejak Hellferich bersaudara dan sepuluh Tentara Nazi.
Informasi yang dikutip VIVA.co.id dari berbagai sumber, masuknya Nazi ke Tanah Pasundan tak terlepas dari meletusnya Perang Dunia (PD) I tahun 1926. Tak banyak arsip yang menyebut kedatangan Tentara di zaman Adolf Hitler itu. Berdasarkan catatan sejarawan Jerman, Herwig Zahorka, sejak itu bangsa Jerman mulai hidup di Tanah Pasundan.
Di sana juga Herwig menulis tetang makam dan Perang Dunia II. Mereka dua kakak beradik Emil Hellferich dan Theodor Hellferich. Mereka berdua membeli lahan di Sukaresmi, Distrik Megamendung, Buitenzorg. Lahan seluas 900 hektare itu untuk mereka kemudian berkebun dengan menanam teh.
Dalam perjalanananya, banyak orang Jerman berdatangan ke kawasan Sukaresmi. Mereka beragam latar belakang profesi, mulai dari dokter, insinyur, tukang kayu, hingga seniman. Si pemilik kebun kakak beradik Helfferich ini akhirnya kembali ke Jerman dua tahun kemudian atau sekitar tahun 1928. Sementara lahan perkebunan diurus Albert Vehring.
Sebelas tahun di Jerman, Perang Dunia II meletus. Adolf Hitler dalam dukungan Partai Nazi menyatakan perang. Jepang yang menjadi sekutu Jerman berhasil menaklukkan Belanda pada 1943. Usai Belanda hengkang dari wilayah koloninya Hindia-Belanda. Tentara Jerman masuk kembali ke Jawa bersamaan dengan Jepang.
Masih dalam catatan Herwig Zahorka, tentara Adolf Hitler yang ikut masuk adalah Kriegsmarine (Angkatan Laut Nazi Jerman). Mereka berlabuh melalui armada kapal selam (U-Boot) U-195 dan U-196.
Konon, itulah awal mula kedatangan pasukan Nazi ke tanah Jawa. Dari situ mereka menuju ke wilayah pegunungan di Sukaresmi dan mengambil alih kembali kebun teh. Bom dijatuhkan ke Hirosima dan Nagasaki, Jepang mengaku kalah pada Perang dunia ke II. Jerman diserang Inggris dan sekutunya.
Penyebab kematian para pengikut Nazi ini beragam. Mulai dari tewas di tangan pejuang Indonesia, atau Belanda yang mulai kembali masuk ke Indonesia. Ada juga yang tewas kecelakaan dan karena sakit.
Kini jasad mereka disemayamkan di lereng Gunung Pangrango. Lokasi ini ditandai sebuah tugu besar mencolok dengan latar hutan pinus. Di tugu itu tertulis Deutscher Soldatenfriedhof. Dalam bahasa Indonesia yakni Tugu Peringatan untuk menghormati prajurit Jerman yang telah gugur.
Tugu itu berada di tengah, sedangkan sisi kanan kirinya terdapat makam dengan nisan salib. Di nisan itu tertulis nama dan pangkat tentara yang dikubur di dalamnya.
Foto: tugu dan makam tentara Nazi di Sukaresmi, Megamendung
Nama dalam Makam Tentara Nazi
1. Letnan Friederich Steinfeld, meninggal karena disentri dalam tawanan pasukan sekutu
2. Letnan Satu Laut Willi Schlummer, dan
3. Letnan Insinyur Wilhelm Jens, keduanya gugur di tangan pejuang kemerdekaan Indonesia pada 1945 karena disangka tentara Belanda
4. Letnan Laut W Martens, terbunuh dalam perjalanan kereta api Jakarta-Bogor
5. Kopral Satu Willi Petschow, meninggal karena sakit di perkebunan teh mereka
6. Letnan Kapten Herman Tangermann meninggal karena kecelakaan
7. Dr Heinz Haake
8. Eduard Onnen
9 dan 10. Dua makam 'Unbekannt' atau tanpa nama. (ase)