RUU Terorisme 'Bidik' WNI dari Suriah

Personel Densus 88 Antiteror Polri.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dyah Ayu Pitaloka

VIVA – Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat untuk revisi Undang-Undang Antiterorisme menjanjikan pembahasan rancangan undang-undang itu rampung paling lambat Mei 2018.

DPR membocorkan beberapa hal yang menjadi pembeda pokok antara undang-undang lama yang diterbitkan pada tahun 2003 itu dengan rancangan revisi yang akan disahkan menjadi undang-undang. Sedikitnya tiga hal penting substansi yang disusun dalam rancangan itu, seperti sifat penindakan terhadap kejahatan terorisme, aparat yang terlibat hingga penanganan terhadap masyarakat setelah aksi teror.

Sebagaimana dijelaskan Supiadin Aries Saputra, Wakil Ketua Pansus Revisi UU Antiterorisme, dalam aspek penindakan, rancangan Undang-Undang Antiterorisme memberikan kewenangan lebih bagi aparat penegak hukum untuk melakukan tindakan pencegahan.

Supiadin mengumpamakan suatu kasus, misal, diketahui ada ratusan warga Indonesia baru saja kembali dari Suriah setelah bergabung dengan kelompok ISIS di sana. Polisi dapat menangkap, menahan, dan memeriksa mereka paling lama 21 hari.

“KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) mengatakan, orang boleh ditangkap apabila (penegak hukum) memiliki bukti permulaan yang cukup, misalnya ada laporan, rekaman video. Ini pencegahan," kata Supiadin dalam sebuah forum diskusi di Jakarta pada Sabtu, 19 Mei 2018.

Selama ini dan berdasarkan undang-undang yang berlaku sekarang, kata Supiadin, mereka yang diketahui bergabung dengan militan ISIS di Suriah tetapi tak melakukan tindak pidana di Indonesia, tidak dapat diproses hukum. Memang, dalam KUHP diatur bahwa warga Indonesia yang diketahui bergabung dengan militer negara asing dapat dicabut hak kewarganegaraannya.

“Tapi itu tidak bisa serta-merta kita lakukan, misalnya, mereka pulang, dicabut warga negaranya; nah, nanti timbul permasalahan mereka statusnya apa.”

Poin penting berikutnya ialah penindakan teroris yang melibatkan TNI. Supiadin menyebut kehadiran tentara dalam operasi penindakan yang dilakukan polisi sudah lama berlangsung, meski hubungannya bersifat informal dan tak diatur dalam undang-undang.

"Sekarang secara resmi pemerintah, Presiden, sejak bom kemarin (bom bunuh diri di Surabaya), minta (TNI) dilibatkan. Detasemen Gultor Kopassus lahir duluan sebelum ada Densus 88. TNI kita mampu mengatasi pembajakan pesawat, kapal laut di sekitar laut Afrika," ujar Supiadin.

Terakhir, menurut Supiadin, rancangan Undang-Undang Antiterorisme dilengkapi penjelasan penanganan setelah serangan teroris. Dia mencontohkan penanganan terhadap korban, pemerintah memberikan santunan kepada korban serangan teroris.