Denny JA: Saatnya Jalankan Politik Move On Usai Putusan MK

Denny JA
Sumber :
  • Istimewa

Jakarta – Pendiri lembaga survei LSI dan konsultan politik, Denny JA mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak semua gugatan pihak Anies-Cak Imin (Amin) dan Ganjar-Mahfud MD soal sengketa Pilpres 2024 adalah chapter terakhir dari buku lama. Setelahnya, Denny menuturkan akan memasuki halaman dari buku baru.

Denny pun menegaskan, setelah putusan MK yang harus dilakukan adalah menjalankan politik move on. Menurutnya ada tiga alasan politik move on harus dijalankan.

“Jawabannya singkat dan tegas. Marilah kita move on,” kata Denny dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 23 April 2024.

Denny JA

Photo :
  • Istimewa

Denny mengatakan, politik move on harus dikerjakan karena situasi sama sekali sudah berubah. Apalagi pasangan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mafhud sudah menerima hasil MK, serta mengucapkan selamat atas kemenangan Prabowo-Gibran.

Denny menegaskan tiga alasan perlunya politik move on. Pertama, koalisi partai kubu 01 dan 03 segera bubar.

"Bubar baik karena mereka membubarkan diri secara resmi, ataupun bubar secara perlahan melalui waktu. Sejak pilpres 2004, di politik Indonesia tak pernah ada koalisi partai yang kalah yang bertahan panjang," ujarnya.

Setelah putusan MK, kata Denny, masing-masing partai akan mencari cara dan peluang untuk survive dalam pemerintahan baru yang dikendalikan oleh presiden yang menang.

"Jika gagal bergabung, mereka beroposisi yang sangat lemah di DPR. Sangat jarang partai di Indonesia yang secara sengaja memilih beroposisi," ucapnya.

Denny menambahkan, koalisi partai pemenang Pilpres juga akan berubah. Koalisi 02 yang menang di belakang Prabowo-Gibran pun akan tumbuh lebih besar.

Sekarang ini koalisi partai pro Prabowo-Gibran yaitu Golkar, Gerindra, Demokrat dan PAN belum menguasai kursi DPR di atas 50 persen.

"Itu hukum besi politik. Koalisi partai ini akan mencari tambahan partai-partai yang lain agar mereka pun mayoritas di DPR. Hanya dengan menguasai mayoritas kursi DPR, mereka bisa mengendalikan pemerintahan secara efektif," katanya.

Alasan kedua, Denny menuturkan, politik move on harus dijalankan karena suara yang kritis dari kalangan terpelajar itu perlu ditransformasikan, untuk lebih mempengaruhi sistem politik secara substansial.

Selama ini aksi protes dari teman-teman civil society begitu keras menghantam Prabowo, Gibran dan Jokowi.

'Memang dalam pilpres kali ini mereka dikalahkan. Tapi suara kritis mereka tidak sia-sia. Itu bagian dari civic education. Sikap kritis mereka penting untuk terus mematangkan demokrasi yang sedang tumbuh," ucapnya.

Di masa kini, lanjut Denny, demokrasi di Indonesia masih setengah matang. Bagaimanapun, demokrasi itu sebuah journey yang terus-menerus memerlukan palu dan godam agar berbentuk baik.

"Bagaimana caranya?Aneka suara kritis itu, yang memang substansial, penting untuk kita dengar sebagai revisi undang-undang berikutnya," ujarnya.

Denny pun mencontohkan misalnya sekarang ini perkara bansos (bantuan sosial). Sering terdengar kritik teman-teman civil society mengenai bansos di balik kemenangan Pilpres.

Maka saatnya kritik itu ditransformasikan menjadi input bagi undang-undang yang baru. Katakanlah undang-undang mengenai presiden.

"Perlu diatur di sana. Misalnya. sebulan sebelum hari pencoblosan, bansos dilarang diberikan yang berupa sembako, atau yang berupa bantuan tunai langsung. Tapi subsidi BBM dan subsidi listrik boleh jalan terus," katanya.

Nantinya, selesai pemungutan suara, bansos itu boleh dibagikan lagi sesuai prosedur. Dengan cara ini, Denny mengatakan, kritik itu fungsional mengubah aturan main politik melalui undang-undang.

"Politik jalanan, atau politik di talk show diangkat menjadi politik legaslasi," ujarnya.

Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JA

Photo :
  • Istimewa

Lebih lanjut, Denny menyatakan alasan ketiga harus move on karena harus menundukkan diri kepada politik yang jauh lebih besar, yakni Visi Indonesia Emas 2045.

Indonesia diprediksi oleh berbagai lembaga yang kredibel bahwa di tahun 2045, 20 tahun dari sekarang, akan menjadi negara terbesar nomor empat di dunia secara ekonomi.

Namun tak hanya Indonesia, tapi juga Asia. Tahun 2045 itu pun akan terjadi pergeseran gravitasi ekonomi dunia, berpindah dari dunia barat ke Asia.

"Saat itu, kekuatan ekonomi dunia nomor satu adalah Cina. Nomor dua India. ketiga Amerika Serikat. Dan keempat Indonesia. Tiga dari empat negara terbesar secara ekonomi itu ada di Asia," katanya.

Perubahan pusat ekonomi dunia dalam sejarah hanya terjadi sekali per ratusan tahun. Untuk itu, Denny mengatakan, saatnya menyinergikan kekuatan menyambut hal itu. Kepentingan dan visi besar ini selayaknya mengalahkan berbagai perselisihan kita yang jauh lebih kecil.

"Inilah alasan mengapa setelah putusan MK, sebaiknya dan secepatnya kita move on," ujarnya.