KPU: Proses Penyelesaian Sengketa Pilkada Tak Terintegrasi

Juri Ardiantoro
Sumber :
  • Antara/ Andika Wahyu

VIVA.co.id – Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Juri Ardianto, menyatakan mekanisme penyelesaian sengketa dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) serentak di Indonesia masih menuai berbagai persoalan.

Menurut dia, kelemahan itu akibat belum terintegrasinya mekanisme penyelesaian sengketa pemilu. Mekanisme yang ada saat ini masih menyediakan ruang bagi para pencari keadilan, yang tidak terima atau tidak puas dengan putusan panitia pengawas (panwas) atau Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) ke ranah pengadilan atau lainnya.

"Parahnya lagi, putusannya bisa berbeda-beda atas kasus yang sama, makanya itu yang merepotkan. Sebab itu, sampai sekarang masih ada yang belum selesai, karena proses peradilannya masih belum selesai," kata Juri saat menghadiri acara Focus Group Discussion Badan Pemenangan Pemilu Pusat (BP Pemilu Pusat) PDI Perjuangan di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Minggu, 17 Juli 2016.

Menurutnya, pemerintah dan DPR seharusnya dapat mempersiapkan mekanisme penyelesaian sengketa pilkada di dalam pengaturan yang akan datang. Misalnya, untuk pelanggaran pidana harus dipastikan institusi mana yang menangani dan berapa lama.

“Untuk sengketa tata usaha negara, institusi mana yang menanganinya. Begitu juga untuk pelanggaran administrasi institusi mana yang menangani dan berapa lama waktu yang dibutuhkan. Jadi, sistemnya harus terintegrasi dan ada kepastian berapa lama waktu yang dibutuhkan," tutur Juri.

Kendati demikian, dia mengaku pihaknya tidak dapat berbuat banyak menyikapi sistem penyelesaian sengketa pemilu yang dinilai masih tumpang tindih dan bertele-tele tersebut. Sebab, kewenangan memperbaiki sistem itu terdapat pada pembuat undang-undang, dalam hal ini lembaga eksekutif dan legislatif.

"KPU kan hanya memberikan fakta, memberikan gambaran atau usulan supaya ke depan ada sistem yang lebih pasti dan terintegrasi dalam menyelesaikan masalah sengketa pemilu, itu saja. Karena kewenangan itu ada di DPR dan pemerintah yang membuat undang-undang," ujarnya. (ase)

Laporan: Rifki Arsilan