Formappi: Dana Aspirasi Hanya Tutupi DPR yang Miskin Kinerja

Kompleks Gedung MPR/DPR.
Sumber :

VIVA.co.id – Wacana dana aspirasi dan kenaikan gaji serta tunjangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dituding menjadi langkah untuk menutupi rendahnya kinerja DPR di mata masyarakat.

"Ini (dana aspirasi dna kenaikan gaji) hanya untuk mendapatkan kesan bahwa mereka sudah banyak melakukan sesuatu untuk rakyat. Hal itu hanya untuk menampilkan bahwa mereka telah bekerja, dan menutupi miskinnya hasil kinerja mereka," kata peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat, 2 September 2016.

Menurut Lucius, selama ini faktanya kinerja DPR sangat rendah, dan itu menyentuh hampir seluruh sektor tugas dan pokok fungsi DPR. Karena itu, ia mengingatkan agar DPR lebih mengedepankan bukti kinerjanya terlebih dahulu.

Baru kemudian menuntut kenaikan gaji dan tunjangan serta dana aspirasi. "Grafik kinerja mereka (DPR) pun kian turun di bidang regulasi. Sementara di bidang pengawasan, belum ada panja yang mengisyaratkan kinerja mereka bisa diapresiasi," ujarnya.

Di bagian lain, Lucius juga menduga bahwa rencana dana aspirasi DPR hanya akan membuka peluang praktik korupsi bagi anggota DPR di daerah pemilihannya.

"Dana aspirasi inilah yang justru akan memantik potensi korupsi, karena perencanaannya tidak dilakukan secara cermat," kata Lucius.

Baru-baru ini wacana dana aspirasi memang kembali menguat setelah Presiden Joko Widodo menyetujui kenaikan gaji anggota DPRD lewat draft revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD.

Wakil Ketua DPR Agus Hermanto sebelumnya telah membantah keras tudingan soal dana aspirasi berpotensi disalahgunakan. Menurutnya, sebagai lembaga, DPR memiliki ketentuan dan sistem yang harus dipatuhi.

Sehingga tudingan penyelewengan dana aspirasi dianggap tak berdasar.  Kita semua ini kan diaudit. Yang mengaudit BPK. Pada saat BPK keluarkan hasil audit, (baru) tentunya LSM dan media tanyakan kok bisa seperti ini (kalau ada kejanggalan)," kata Agus, Oktober tahun lalu.

Mohammad Yudha Prasetya/Jakarta