YLKI Ungkap Produk Ekonomi Digital Paling Banyak Diadukan Konsumen

Ketua Harian YLKI Tulus Abadi.
Sumber :
  • Arrijal Rachman/VIVA.co.id.

VIVA – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI menilai, belum selesainya pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, menunjukkan lemahnya komitmen pengawasan pemerintah terhadap perkembangan transaksi digital. Apalagi RPP itu telah diinisasi sejak 2015.  

Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, menyayangkan, perkembangan ekonomi digital di Indonesia tidak diiringi dengan semakin kuatnya perlindungan terhadap konsumen. Padahal, pola bisnis ini memberikan kontribusi yang signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Dia mencatat, pada dasarnya, pada 2025 diperkirakan ekonomi digital akan berkontribusi terhadap PDB mencapai Rp730 triliun. Google Temasek Economy SEA pun dikatakannya, memproyeksikan Indonesia menjadi negara tercepat dan terbesar dalam pertumbuhan ekonomi digital di kawasan Asia Tenggara. 

Tulus menjabarkan, data Bidang Pengaduan dan Hukum YLKI menunjukkan, pengaduan yang terkait ekonomi digital saat ini malah menduduki peringkat pertama. Selama tiga tahun terakhir, pengaduan tentang itu berkisar 16-20 persen dan total komoditas atau produk yang diadukan ke  YLKI. 

Pengaduan produk ekonomi digital antara lain berupa transaksi produk e-commerce, dan atau pinjaman online. Hal ini lah yang menguatkan pentingnya RPP soal transaksi elektronik itu segera disahkan. 

"Padahal potensi pelanggaran hak konsumen sangat besar. Terbukti, menurut data 24 persen uang konsumen hilang dalam transaksi (digital) tersebut, alias terjebak aksi transaksi penipuan. Belum lagi pengaduan seperti barang yang diterima konsumen rusak, tidak sesuai, atau terlambat dalam pengiriman," tuturnya.

Karena itu, dia meminta, jika pemerintah benar-benar peduli terhadap hak-hak konsumen di tengah pesatnya perkembangan ekonomi digital. Maka pemerintah mesti berkomitmen untuk segera merealisasikan regulasi terkait transaksi perdagangan elektronik tersebut, supaya jaminan keamanan hak-hak konsumen bisa tercipta.

"Kita mendesak pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan, sahkan ini dan juga OJK (Otoritas Jasa Keuangan) agar lebih kooperatif dengan konsumen, karena saya lihat OJK lebih kooperatif dengan pelaku usahanya," ujarnya.

"Ini kita mendesak presiden dan kementerian teknis sahkan PP tentang belanja elektronik dan kita minta pelaku usaha punya iktikad baik kepada konsumen," ujar Tulus. (art)