Aturan Ini Dinilai Bisa Mematikan Industri Tembakau
- ANTARA FOTO/Saiful Bahri
VIVA Bisnis – Polemik dikelompokannya tembakau dengan narkotika, psikotropika, dan minuman beralkohol dalam draf RUU Kesehatan masih berlanjut. Kali ini, Sekretaris Jenderal Gerakan Nasional Anti Narkotika (GRANAT) yang juga anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi IV, Firman Soebagyo ikut angkat bicara. Dia menilai penyetaraan tersebut tidak tepat, lantaran adiksi narkoba tidak sama dengan tembakau.
“(Penyetaraan) itu tidak tepat, itu diskriminasi. Tembakau bukan narkotika, berarti ada penyelundupan pasal yang akan mematikan industri tembakau sebagai salah satu sumber penerimaan negara terbesar,” ungkap Firman dikutip dalam keterangannya, Sabtu, 6 Mei 2023.
Legislator asal Jawa Tengah ini menambahkan terkait diferensiasi zat adiktif ini Mahkamah Konstitusi sejatinya juga telah menegaskan bahwa adiksi rokok berbeda dengan narkotika dan psikotropika. Ada tiga putusan MK yang menguatkan hal ini: Putusan MK No. 6/PUU-VII/2009, Putusan MK No. 34/PUU-VIII/2010, dan Putusan MK No. 71/PUU-XI/2013.
“Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut sudah final dan mengikat. Narkotika dan psikotropika ini sudah ada Undang-Undangnya tersendiri,” sambung Firman.
Nikotin yang terdapat dalam tembakau merupakan zat adiktif yang legal, serupa dengan kafein pada kopi, teh, dan minuman energi. Sebaliknya, narkotika dan psikotropika sudah diatur dan digolongkan secara khusus melalui UU Narkotika.
Sebagai contoh, narkotika Golongan I seperti kokain, ganja, dan lainnya dinyatakan ilegal untuk diproduksi dan dikonsumsi. Narkotika ialah zat yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, hingga mengurangi rasa nyeri, dan sejumlah kondisi khusus.
Sebagai catatan, UU 36/2009 yang merupakan undang-undang kesehatan yang berlaku saat ini, bahkan tidak mencantumkan alkohol, terlebih narkotika dan psikotropika sebagai zat adiktif.
Sebelumnya, Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Aris Arif Mundayat menjelaskan RUU Kesehatan yang mengelompokkan tembakau serupa dengan narkotika dan psikotropika justru akan memangkas hak-hak konstitusional para pelaku usaha tembakau sampai para konsumen.
“Konsumen dan produsen tembakau akan tidak terlindungi secara konstitusional. Bahkan petani tembakau bisa kehilangan komoditas tembakau jika dipersepsikan sama dengan narkoba oleh aparat hukum. Perlindungan konstitusional mestinya harus jelas dan tegas agar petani tembakau tidak dirugikan,” ungkap Aris.
Dengan ketentuan tersebut, maka akan timbul konsekuensi hukum yang akan menyamakan proses produksi dan distribusi dari jenis-jenis barang adiktif tersebut. Untuk para pelaku industri hasil tembakau, ini tentu akan sangat merugikan industri tembakau, hingga menggerus pendapatan negara.