Bos OJK Tegaskan Nasib Pelaku Industri Jasa Keuangan RI Bisa Kayak CEO Binance Jika Tak Terapkan Ini

Ketua DK OJK, Mahendra Siregar.
Sumber :
  • M Yudha P / VIVA.co.id

Jakarta – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar menegaskan, betapa pentingnya memahami upaya-upaya menciptakan aspek keberlanjutan dalam sektor jasa keuangan baik secara domestik maupun global.

Hal itu diungkapkannya dalam acara Risk and Governance Summit 2023, "Sustainable Governance: Digital Transformation As A Game Changer, Ethical Culture As A Value Keeper", yang digelar di sebuah hotel kawasan Sudirman, Jakarta Pusat.

Mahendra mencontohkan, betapa kondisi ketidakpastian di sektor jasa keuangan global yang terjadi saat ini, berdampak sangat langsung, cepat, dan signifikan bagi para pelakunya. Sehingga, keberlanjutan menjadi kunci untuk menghindari besarnya dampak tersebut.

Misalnya sebagaimana yang terjadi pada Chief Executive Officer (CEO) Binance, Changpeng Zhao. Dimana pada tahun 2022 lalu, Zhao menjadi perhatian global melalui Binance. Namun saat ini nasibnya justru berkebalikan 180 derajat, akibat kasus pencucian uang yang menjeratnya.

"Tahun lalu, bintang tamunya adalah Changpeng Zhao, CEO Binance Global, yang sangat dielu-elukan. Tapi tahun ini, silakan lihat Google, bagaimana nasibnya," kata Mahendra, Kamis, 30 November 2023.

Dengan sedemikian besarnya risiko di sektor jasa keuangan seperti kasus Binance itu, Mahendra pun menekankan betapa pentingnya memahami dan mengimplementasikan sustainability dalam sektor jasa keuangan Tanah Air.

"Tidak terbayangkan, dalam waktu 1 tahun kondisi yang begitu besar berubah, menciptakan risiko yang luar biasa tidak terbayangkan. Pada akhirnya industri atau perusahaan yang sebegitu kuatnya pun berhadapan dengan isu sustainability," ujarnya.

Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar.

Photo :
  • VIVA/Mohammad Yudha Prasetya

Dari segi lain, Mahendra menjelaskan bahwa kondisi sektor jasa keuangan tahun 2022 lalu dan tahun 2023 ini sudah cukup jauh berbeda. Misalnya dapat dilihat melalui industri Fintech yang pada tahun 2022 laki menghadapi kondisi ekses likuiditas atau modal yang berlimpah ruah yang bisa diinvestasikan di mana pun di seluruh dunia. Hal itu karena tingkat suku bunga rendah, dan karena sifat serta kondisi bullish yang terjadi di industri fintech global.

"Istilahnya, uang untuk dibakar atau bakar-bakar duit itu berlebih-lebihan pada tahun lalu. Bedanya dengan sekarang, suku bunga tinggi, ketersediaan modal ketat, dan likuiditas juga tidak makin mudah kalaupun tidak dianggap sulit," ujarnya.

Pendiri dan Kepala Eksekutif Binance, Changpeng Zhao.

Photo :
  • Cointelegraph

Diketahui, Binance merupakan pelaku jasa keuangan global yang menawarkan layanan seputar perdagangan, pencatatan, penggalangan dana, dan penghapusan daftar atau penarikan mata uang kripto. Penggemar Cryptocurrency yang ingin meluncurkan token menggunakan Binance untuk mengumpulkan dana melalui penawaran koin awal (ICO). Binance pun praktis digunakan oleh sejumlah besar pedagang dan peserta, untuk bertukar dan berinvestasi di berbagai cryptocurrency.

Namun, kasus yang marak terjadi belakangan mengungkap bahwa Binance tidak dapat mengelak dari tuduhan pelanggaran anti-pencucian uang. Mereka dianggap gagal dalam mencegah dan melaporkan transaksi, dengan kelompok-kelompok yang berafiliasi atau dilabeli sebagai teroris. Serta, ketidakcocokan transaksi antara pengguna AS, dan pengguna di negara yang terkena sanksi seperti Iran dan Korea Utara.

Bahkan, Changpeng Zhao Sang CEO Binance telah mengaku bersalah, dan terlibat soal pencucian uang, pengiriman uang tanpa izin, dan pelanggaran lainnya. Binance juga telah didakwa oleh federal di Amerika Serikat (AS).