Liga 1 di Tengah Kepentingan Timnas U-22 dan SEA Games 2017
- Twitter/@pssi_fai
VIVA.co.id – SEA Games 2017 Malaysia jadi misi utama PSSI tahun ini. Targetnya, Timnas Indonesia U-22 jadi juara. PSSI pun berupaya mengerahkan semua energinya.
Berapa pun ongkosnya dipenuhi PSSI asal mahkota juara SEA Games 2017 bisa dibawa pulang. Biaya mahal pelatih Luis Milla cs pun bukan soal selama tujuannya merebut medali emas sepakbola SEA Games yang sudah 26 tahun tak dicicip.
Pemain U-23 pun didorong buat mendapatkan kesempatan unjuk aksi. Regulasi kompetisi Liga 1 2017 (pasal 16) menetapkan setiap klub minimal mendaftarkan lima pemain U-23 dan masuk daftar susunan skuat. Tiga di antaranya harus dimainkan minimal 45 menit sebagai starter di line up XI.
Siap atau tidak, klub wajib memenuhi regulasi itu. Maka, bergulirlah Liga 1 2017 dengan komposisi starting XI setiap klub berbeda dibandingkan kompetisi sebelumnya. Tiga pemain U-23 selalu terselip di antara empat pemain asing dan empat pemain senior. Demi medali emas sepakbola SEA Games 2017, Luis Milla cs harus mendapatkan stok pemain yang dibutuhkan lewat kompetisi, khususnya Liga 1.
Argumen pokoknya demi SEA Games 2017 kian mendekati benar ketika PSSI menangguhkan sementara regulasi pemain U-23 di Liga 1 sejak 3 Juli hingga 30 Agustus 2017. Dalam pertimbangan penangguhan regulasi itu, PSSI juga mengemukakan proses seleksi pemain Timnas Indonesia U-22 ke SEA Games 2017 telah rampung. Artinya, Luis Milla cs sudah mendapatkan pemain yang dibutuhkan lewat Liga 1.
Menangguhkan sementara regulasi kompetisi profesional memang kontroversial dan memicu perdebatan. Tapi, kali ini, saya ingin menyoroti proses seleksi Timnas U-22 lewat medium kompetisi Liga 1 yang baru berjalan 11 pekan.
Sudah menjadi kebenaran umum bahwa muara pembinaan adalah kompetisi dan muara kompetisi adalah munculnya pemain-pemain berkualitas buat menopang kebutuhan Timnas. Membela Timnas adalah impian setiap pemain. Buat mewujudkannya, mereka harus membuktikan kualitasnya lewat medium yang teruji, yakni kompetisi.
Milla tentu punya hak prerogatif buat memilih pemain yang ia butuhkan dan sukai sesuai konsep permainan rancangannya. Tapi, sepakbola modern juga menyodorkan parameter yang secara objektif diketahui publik tentang pemain yang dipanggil memperkuat Timnas. Salah satunya adalah kesempatan bermain secara regular bersama klubnya di kompetisi.
Moussa Sissoko misalnya. Gelandang Prancis yang berkostum Tottenham Hotspur itu disukai pelatih timnas Prancis, Didier Deschamps. Tapi, perkembangan paling up date, Sissoko meminta Spurs agar mau melepasnya pada musim panas tahun ini.
Statistik musim 2016-2017 menunjukkan Sissoko jarang memperoleh kesempatan bermain. Ia hanya delapan kali jadi starter di Premier League.
Sissoko khawatir kehilagan posisi di timnas Prancis jika bertahan di Spurs. Apalagi, Deschamps terang-terangan mengultimatum Sissoko harus bermain secara regular tiap pekan bersama klubnya jika tetap ingin memperkuat Les Bleus di Piala Dunia 2018 Rusia.
Parameter bermain secara regular tiap pekan di kompetisi sebenarnya bukan teori mutakhir yang muluk dalam dunia sepakbola. Situasi Sissoko adalah dinamika yang lumrah dalam sepakbola modern saat ini dan memang seperti itu semestinya. Situasi di negeri ini berbeda.
Menengok daftar 23 pemain Timnas U-22 yang didaftarkan PSSI ke Satlak Prima buat didaftarkan ke Masoc SEA Games 2017, saya tergelitik dan penasaran dengan beberapa nama. Sebutlah Miftahul Hamdi (Bali United) dan Nur Hadianto (Persela Lamongan).
Dalam 11 pekan Liga 1 2017, Miftahul total hanya bermain 128 menit, bahkan Nur Hadianto sama sekali belum dimainkan Persela. Masuk daftar susunan pemain (DSP) pun tak pernah. Lalu, apa parameter yang membuat keduanya dianggap layak menghuni skuat Timnas U-22?
Bagaimana dengan Terens Puhiri yang berjibaku 877 menit bersama Pusamania Borneo FC? Bagaimana pula dengan Prisca Womsiwor yang 707 menit tampil mengesankan bersama Persipura Jayapura, Yogi Rahardian yang 698 menit mengusung Mitra Kukar, dan Abrizal Umanailo yang 603 menit membela Persija Jakarta?
Di pos striker pun sesungguhnya ada Dedik Setiawan. Ia bertarung 518 menit hingga pekan 11 Liga 1 2017 dan mencetak tiga gol buat Arema FC. Bukankah tempaan kompetisi yang mengasah kualitas para pemain muda?
(Tommy Welly, pengamat sepakbola nasional)