Class 92 MU Bikin Kejutan dengan Liga Sepakbola Lingerie

Liga Sepakbola Lingerie Inggris.
Sumber :
  • LFL UK
VIVA.co.id - Phil Neville, Nicky Butt, Paul Scholes dan Ryan Giggs adalah alumni akademi Manchester United, yang pernah membuat Setan Merah mendominasi Premier League selama dua dekade. Setelah pensiun sebagai pemain, sebagian mulai menarik perhatian dengan menjalani karir sebagai manajer.

Pertarungan di antara klub-klub yang diasuh para personel Class 92 akan jadi tontonan menarik di masa depan. Namun, perjalanan masih panjang, hingga mereka bisa memantapkan posisi sebagai manajer top kelas dunia. Sebelum itu terjadi, mereka sedang memicu kontroversi sekarang ini.



Mereka berniat untuk mempromosikan liga sepakbola wanita, yang dikemas memanfaatkan sensualitas. Namanya pun dibuat asosiatif dengan baju dalam wanita, Lingerie Football League (LFL). Pertandingan pertama yang menandai peluncurannya, akan dilakukan di Hotel Football di Manchester.

Hotel itu merupakan salah satu usaha patungan mantan-mantan bintang MU dari Class 92. Berbagai respons muncul, positif dan negatif, menanggapi liga yang akan terdiri dari 14 tim sepakbola wanita ini. Mereka akan mengenakan tidak lebih dari bra, celana dalam dan sepatu boot.



Penampilan para wanita itu disebut hanya bagian dari taktik menarik perhatian, terutama dari sponsor. Pemain wanita yang terlibat, tetap para pesepakbola wanita profesional. Mereka bukan sekadar kelompok wanita berbaju minim, yang berlarian tanpa arah di lapangan sepakbola.



Walau para mantan bintang MU itu mengangkat alis atas taktik pencetus LFL untuk menarik perhatian, mereka bersikeras tidak bermaksud menjadikan wanita sebagai objek. Mereka mengklaim, sebenarnya turut memperjuangkan persamaan, dengan memberi para wanita itu hak tampil feminin.

"Saya berusia 23 tahun sekarang, dan tidak mau menunggu sampai 20 tahun lagi, untuk melihat sepakbola wanita memperoleh pemasukan dari sponsor," kata pendiri LFL UK, Gemma Hughes, dikutip dari Sports Mail pada Rabu, 23 Desember 2015.



Dia sadar idenya bisa menjadi skandal, kontroversial, namun perhatian media bisa membuat tiket terjual. "Semua pemasukan yang didapat, akan ditanamkan kembali bagi sepakbola wanita dan para pemain. Ini bukan tentang pemain terlihat cantik atau seksi, tapi wanita terlihat seperti wanita."

"Anda hanya perlu melihat tenis. Petenis wanita berpakaian seperti wanita, dan mereka mendapatkan perlakuan dan bayaran yang sama dari sponsor, seperti halnya petenis pria. Di sepakbola, wanita terikat dengan peraturan sepakbola pria. Sepakbola wanita jadi tiruan permainan pria yang buruk," ujar Gemma. (one)