Developer Berlomba-lomba Buat MOBA Game, Agate Tetap Cari Aman

Diskusi marketing video game.
Sumber :
  • VIVA/Misrohatun Hasanah

VIVA – Olahraga elektronik atau eSport disebut Chief Operating Officer Lyto, KenKen Rudy Salim sebagai bagian dari kesuksesan marketing yang dibangun untuk meningkatkan tren game. Jika dilihat dari sisi bisnis, setiap pengembang sedang berlomba-lomba membuat permainan yang ke depannya bisa digunakan untuk turnamen eSport.

"Kalau game yang dibangun bukan dari genre MOBA (Multiplayer Online Battle Arena) game, susah untuk mendapat value penjualan. Jadi mungkin hanya bisa menguntungkan dari beberapa outlook iklan," ujarnya, Jakarta, Sabtu, 26 Januari 2019.

Kemudian President of Indonesia eSport Association (IeSPA), Eddy Lim mengutarakan pendapat mengenai developer game lokal yang kurang maju. Popularitas game disebutnya perlu dilihat dari berbagai aspek, seperti bagaimana marketing dan sisi politisnya.

"Permainan yang dilombakan di turnamen eSport memiliki umur yang lebih panjang. Makanya untuk memilih permainan untuk turnamen itu ada debat yang cukup panjang, masing-masing negara itu saling berebut. Kan yang buat game bukan dari Indonesia saja," katanya.

Lalu Chief Marketing Officer Agate, Shieny Aprilia selaku pengembang memilih bermain aman dengan membangun permainan casual. Menurutnya casual memiliki pasar yang lebih luas meskipun penghasilannya lebih kecil.

"Langkah awal sebelum membangun game yang kita lihat itu dari pasar dan komersial. Terus kita amati apa yang sedang tren, sehingga umurnya jadi bisa lebih lama. Kalau bisa bermain di market, casual game setidaknya bisa bertahan satu sampai dua tahun," ujarnya.

Shieny mengaku, sampai dua tahun ke depan pihaknya belum akan membuat MOBA game, walaupun umurnya memang diketahui bertahan lebih lama.

Agate sendiri merupakan pengembang game lokal yang didirikan sejak 2009. Saat ini mereka telah membuat 18 jenis permainan, salah satunya ialah Football Saga.