Work from Home karena COVID-19, Operator Seluler Butuh 'Obat Kuat'

Ilustrasi berselancar internet.
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO menyatakan Virus Corona COVID-19 sebagai pandemi global karena luasnya penyebaran saat ini. Sejumlah negara terlihat fokus untuk mengelola dampak penyebaran COVID-19 dengan mengambil langkah seperti lockdown, social distancing, serta beraktivitas dari rumah (work from home/WFH).

Imbasnya pun ke sektor ekonomi, di mana teknologi informasi dan komunikasi (TIK) ikut terdampak. Presiden Joko Widodo bahkan sampai memerintahkan jajarannya untuk menghitung ulang risiko pelemahan ekonomi global akibat sengatan COVID-19 yang berpotensi merembet ke Indonesia.

Di mata Ketua Umum Federasi Teknologi Informasi Indonesia, Andi Budimansyah, lonjakan penggunaan internet pasca-anjuran beraktivitas dari rumah (work from home) akibat COVID-19 merupakan bentuk tanggung jawab operator seluler untuk tetap bisa melayani masyarakat.

Artinya, imbauan untuk bekerja, sekolah dan beribadah dari rumah membutuhkan layanan internet yang kencang.

"Saat ini semua butuh internet, dan internet butuh infrastruktur telekomunikasi. Untuk menghadapi COVID-19 perlu regulasi sederhana yang cepat serta biaya wajar. Jangan ada biaya yang membebani sampai ke tingkat pemerintah daerah," kata dia di Jakarta, Selasa, 17 Maret 2020.

Peluang dan ancaman

Ia mengilustrasikan bahwa saat ini pendapatan operator seluler hanya dari menjual paket data. Sementara pendapatan dari penggunaan panggilan telepon (voice) dan pesan singkat (SMS) dipastikan menurun karena layanan OTT yang disediakan aplikator asing.

“Sayangnya, biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi minimal Rp1,2 triliun tetap harus dibayar ke pemerintah setiap tahunnya. Entah operator untung atau rugi, tetap harus dibayar. Kan ini lucu. Sementara itu, selain operator harus berinvestasi tapi juga menggelar kabel optik, menambah jaringan, dan bandwith,” ungkap Andi.

Pendiri IndoTelko Forum Doni Ismanto Darwin memandang, bagi pemain TIK, pencegahan penyebaran dampak COVID-19 bisa mendatangkan peluang usaha tetapi juga ancaman bagi pelaku usaha di sektor tersebut.

"Social distancing tentu mengubah perilaku sosial dan kerja masyarakat. Istilah work from home (WFH) atau distance learning menjadi familiar dan dianggap peluang bagi operator seluler dari sisi trafik data," paparnya.

Ia melanjutkan, bagi pemain, solusi ini menjadi berkah dalam mengembangkan inovasi unified communication (UC) yang cocok bagi perusahaan untuk WFH atau startup yang mengembangkan platform belajar online.

COVID-19 mengubah dunia

Doni menyebut bahwa tantangan yang harus dihadapi oleh pemain TIK di tengah COVID-19 adalah soal rantai pasok global (global suplay chain), khususnya untuk infrastruktur yang banyak tergantung sama China.

Ia melihat operator seluler membutuhkan sejumlah insentif, suplemen atau obat kuat, seperti keringanan regulasi saat kondisi seperti sekarang untuk mendukung pengembangan jaringan hingga kemudahan dalam melakukan transformasi digital.

"Sejatinya, regulasi baru yang menjadi beban bagi operator ditunda dulu. Kita semua harus fokus memperkuat pemain TIK agar mampu mendukung Indonesia keluar dari penyebaran COVID-19," tegas Doni.

Ilustrasi mengukur kecepatan internet.

Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi, menambahkan penyebaran COVID-19 telah mengubah perspektif dunia. Namun, jika dilihat dari sisi positif, wabah ini membuka peluang bagi operator telekomunikasi karena peningkatan penggunaan internet, aplikasi, serta kecerdasan buatan (artificial intelligence) untuk mempermudah kebutuhan manusia.

“Ada 3 hal yang bisa diterapkan dalam proses transformasi teknologi. Pertama, visi dan kepemimpinan yang bisa membawa potensi negatif dari teknologi menjadi positif. Kedua, adanya inovasi dan adopsi teknologi baru. Ketiga, perlu diterapkan dalam budaya dan transformasi organisasi,” kata Heru.

Selain itu, ia mengingatkan bahwa tahun ini menjadi tahun yang sangat menantang bagi industri TIK karena faktor disrupsi teknologi dan Virus Corona COVID-19. "Disrupsi teknologi mengubah banyak hal dari sisi bisnis, kompetisi, adopsi dan inovasi teknologi, sampai kultur dan struktur organisasi perusahaan," papar dia.

Tidak selesai sampai di situ. Disrupsi teknologi bukan harus dipuja tetapi dikendalikan menjadi transformasi yang positif dengan pelaku industri nasional. "Jangan sampai bunuh-bunuhan. Kalau mereka (asing) bisa masuk dengan keyword investasi, ya akhirnya mematikan," tuturnya.