Lipstick untuk Difabel: Terapi Percaya Diri Lewat Tata Rias

Dalam merias wajah, membentuk alis adalah kewajiban bagi Johanna - BBC
Sumber :
  • bbc

Awalnya gerakan 1000 lipstik untuk difabel sebatas kampanye Laninka lewat akun sosial medianya. Seiring waktu berjalan, banyak yang tergerak untuk ambil bagian, berbagi lisptik untuk menambah rasa percaya diri perempuan.

Lewat make-up, perempuan berkebutuhan khusus, ditantang untuk mengenal wajahnya, dan tampil percaya diri dalam setiap kesempatan.

"Dari make-up, saya belajar untuk percaya diri, saya lahir normal, tapi penyakit yang membuat saya jadi difabel," kata Laninka Siamiyono, seorang difabel penggagas gerakan `Lipstick untuk Difabel.`

"Bahwa semua perempuan terlahir cantik, dan punya hak yang sama untuk menjadi cantik," tambah Laninka. Maka ia pun merangkul perempuan-perempuan berkebutuhan khusus dengan mengadakan kelas rias.

Ia mengaku sempat kehilangan kepercayaan diri selama hampir 10 tahun, karena menderita Rheumatoid Arthritis, penyakit auto imun yang menyebabkan peradangan sendi, masa sulit bagi Laninka untuk tampil di muka publik.

"Saya malu keluar dengan kursi roda," imbuh Laninka. Make-up membantu Laninka untuk percaya diri berkursi roda, dari situ dia mengenal dirinya.

Saat Laninka melihat dirinya di depan cermin, lalu mencoba pensil alis pemberian temannya, dia merasa ada sesuatu yang berbeda dengan tampilannya.

Sejak itulah kepercayaan dirinya terbangun. Dengan gerakan 1000 lipstik untuk difabel, Laninka mengajak para perempuan difabel lainnya untuk tampil cantik, dimulai dari kelas make-up, yang diikuti 20 perempuan berkebutuhan khusus.

Salah satu peserta, Johanna Caroline atau Jojo, sebelumnya tak mengenal cara berdandan untuk kesehariannya. Dia pernah ikut kelas serupa, namun tidak dikhususkan bagi orang-orang difabel.

"Agak canggung, saya berkursi roda sendiri, yang lain bisa jalan," kata Jojo.

Kelas make-up untuk difabel baru pertama kalinya ia ikuti. Dengan alat make-up yang banyak di meja riasnya, Jojo coba memahami satu persatu kegunaannya.

"Sejujurnya saya pernah make-up, satu-satunya yang saya bisa adalah (membentuk) alis," tambahnya. Bagi Jojo, merias bagian alis adalah keharusan bagi dirinya.


Dalam merias wajah, membentuk alis adalah kewajiban bagi Johanna - BBC

Ia sapu kuas bedak taburnya sebagai langkah terakhir untuk menyempurnakan riasannya. Sambil tertawa, Jojo masih kebingungan dalam melakukan rias wajah.

Pemandu kelas tata rias, Jennifer Tan, yang hari itu meluangkan waktunya untuk membantu jalannya kelas merasa tidak ada bedanya ketika memandu kelas tata rias bagi yang berkebutuhan khusus atau tidak. Jennifer memilih cara make-up untuk sehari-hari.

"Difabel atau tidak, make-up itu pada dasarnya sama, membuat kita lebih bisa memperlihatkan sisi cantik diri kita yang sudah ada." Kata Jennifer.

Bagi Jennifer, cantik itu tidak memiliki standar, merias wajah merupakan bagian keseharian seorang perempuan, terdengar biasa, namun merias diri juga menjadi medium untuk terapi.

Selain kelas tata rias, Laninka mengumpulkan lipstik dari teman-teman dan para donatur, rutin membagikannya kepada teman-teman yang berkebutuhan khusus di seluruh Indonesia.