Siloam Tegaskan Komitmen Dukung Pemerintah Cegah Stunting

Kampanye cegah stunting di Bundaran HI, Jakarta.
Sumber :
  • VIVA/Aiz Budhi

VIVA – Langkah pemerintah dalam berupaya meningkatkan pembangunan manusia Indonesia, terancam oleh masih tingginya anak penderita gagal tumbuh akibat kurang gizi kronis atau stunting. 

Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat pada 2018 sebanyak 7,8 juta atau 30 persen dari 23 juta balita di Indonesia adalah penderita stunting. Meskipun proporsinya telah turun dari 37 persen pada periode sebelumnya, namun angka itu terbilang masih tinggi.

Pemerintah sendiri telah merilis Gerakan Nasional Pencegahan Stunting pada Juli tahun lalu. Dimana perlu ada kemitraan pemerintah dengan swasta agar gebrakan ini berjalan efektif. Sejumlah kalangan pun meminta upaya ini terus digaungkan agar jumlah stunting dapat terus ditekan.

Menanggapi hal tersebut Direktur Siloam Hospital Group Monica Lembong menegaskan, pihaknya mendukung penuh dan mengerahkan seluruh kemampuan perusahaan mendukung pemerintah mencegah stunting. Hal ini ditegasakan merupakan salah satu langkah investasi yang dilakukan pemerintah. 

"Upaya bagian investasi pembangunan sumber daya manusia dalam jangka panjang, dimana kami juga telah dan terus berperan,” ujar Monica dikutip dari keterangan resminya, Jumat 15 Februari 2019. 

Siloam Hospital Group merupakan salah satu dari pelaku usaha yang ikut berpartisipasi dalam Kemitraan Pemerintah-Swasta dalam Gerakan Nasional Pencegahan Stunting. Selain Siloam, ada korporasi besar seperti Unilever Indonesia, Mayora Indah, Gunung Sewu Group dan lain sebagainya. Gerakan yang diinisasi Kantor Staf Presiden tahun lalu ini terus berjalan dengan baik, dan akan terus ditingkatkan.

Stunting merupakan suatu kondisi di mana salah satunya dicirikan oleh anak memiliki tubuh pendek karena kekurangan gizi kronis dalam waktu cukup lama. Penyebab seorang anak mengalami stunting di antaranya karena kurangnya pemberian ASI, pengasuhan anak yang kurang tepat, infeksi, kondisi lingkungan, dan gizi pangan buruk. 

"Siloam Hospital Group melakukan berbagai penyuluhan kepada pasien maupun komunitas di luar pasien mengenai pola hidup sehat yang diharapkan akan menekan angka prevalensi stunting di Indonesia. Kami juga melakukan berbagai macam program kesehatan lainnya untuk masyarakat," ungkapnya.

Sejumlah kegiatan telah dilakukan di akhir tahun lalu, seperti pemeriksaan dan konsultasi gratis di sejumlah wilayah seperti di Tanggerang, Bogor, Cianjur, dan sejumlah daerah lain di Indonesia. Selain itu, Siloam juga gencar melakukan sosialisasi kesehatan menggunakan saluran media sosial.

Perlu didukung Swasta

Dewan Pembina Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI) Fasli Jalal menilai proporsi stunting sebesar 30 persen masih terlalu tinggi bagi Indonesia,

”Menurut WHO angka 30% masih tinggi dan apalagi Indonesia dengan populasinya yang besar, sehingga posisi Indonesia sama seperti negara Afrika lainnya penderita gizi buruk,” ujarnya.

Karena itu, untuk menekan angka penderita gizi buruk kronis atau stunting perlu kerja sama semua sektor pemerintahan hingga pemerintah daerah dan termasuk keterlibatan peran swasta di dalamnya. Apalagi, pemerintah tahun ini menargetkan jumlah penderita gizi buruk tumbuh 2 persen tentunya harus perlu kerja sama semua pihak.

Peran swasta, lanjutnya sangat besar dan perlu dioptimalkan. “Kemudian swasta juga memiliki forum yang bisa menjangaku luas program penanganan stunting dengan berbagai penyuluhan yang melibatkan media,”ungkapnya.

Diakuinya pula, saat ini awaress soal masalah stunting di masyarakat masih rendah dan terbatas informasi. Padahal bila tidak ditangani dengan serius bisa mengancam pertumbuhan anak kedepannya. Maka pendekatan untuk menangani masalah stunting ini, kata Fasli Jalal harus mengetahui profil keluarga tersebut, asupan makanan hingga prilaku sanitasi, apakah sudah punya jamban atau belum. 

Kedepan, program penanganan stunting perlu tingkatkan seiring dengan berkembang pesatnya masalah penyakit di dunia kedokteran. Dimana masalah gizi buruk tidak hanya di lihat dari fisik badan kurus dan kelapa besar. Sebab, 20 persen dari jumlah keluarga kaya juga memiliki 25 persen pertumbuhan anak gizi buruk.

”Artinya, masalah gizi buruk tidak hanya menderita masyarakat miskin saja, tetapi juga orang kaya,”tegasnya.