Minum Obat Hipertensi Seumur Hidup, Bahaya Gak Buat Ginjal?

Ilustrasi obat/suplemen.
Sumber :
  • pixabay/pexels

VIVA – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, di Indonesia, persentase jumlah orang dewasa yang memiliki peningkatan tekanan darah bertambah dari 8 persen pada 1995 menjadi 32 persen pada 2008. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2018 memperlihatkan prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 34,1 persen, yang mengindikasikan adanya peningkatan penyakit kronis ini di lndonesia.

Dikatakan Anggota Perhimpunan Hipertensi Indonesia (InaSH), dr. Erwinanto, SpJP(K), prevalensi hipertensi yang terus meningkat ditengarai oleh dua hal. Pertama, karena pasien enggan minum obat teratur, dan kedua, karena akses pelayanan kesehatan yang sulit dijangkau.

"Yang rutin minum obat hanya 54 persen, karena mereka merasa hipertensinya sudah sembuh. Padahal itu adalah penyakit yang hanya bisa dikontrol, bukan sembuh. Masalah kedua, yaitu akses pelayanan kesehatan," ujar Erwin di kawasan Menteng, Jakarta, Senin, 24 Februari 2020.

Erwin menambahkan bahwa 80 persen pengidap hipertensi yang berhenti minum obat itu beralasan bahwa tubuhnya sudah terasa lebih baik dan sembuh. Padahal, hipertensi bukan tipe penyakit yang bisa disembuhkan.

"80 persen orang yang diobati berhenti minum obat karena merasa sembuh. Padahal kondisi hipertensi harus dikontrol, bukan sembuh," paparnya lagi.

Tak hanya merasa sembuh, kata Erwin, sebagian besar penderita hipertensi pun berhenti mengonsumsi obat, lantaran khawatir dengan fakta bahwa obat adalah bahan kimia. Banyak yang menganggap, mengonsumsi obat setiap hari akan memicu gangguan pada ginjal. Hal ini pun ditepis oleh Erwin.

"Pasien takut minum obat tiap hari karena anggap obat itu racun. Selama kita kontrol dosis dan lihat secara periodik efek pada ginjal, maka tidak ada alasan itu jadi racun," tutupnya.