Cek Fakta, Ramuan Herbal dari China Diklaim Bisa Sembuhkan COVID-19

Perawat menangani pasien virus corona di China.
Sumber :
  • Strait Times

VIVA – Beberapa pekan terakhir heboh mengenai obat herbal Herbavid 19 yang didonasikan Satgas COVID-19 DPR ke beberapa rumah sakit rujukan untuk diberikan kepada pasien COVID-19. Obat tersebut diberikan setalah Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengklaim sembuh dari COVID-19 setelah mengonsumsi ramuan herbal tersebut.

Deputi Logistik Satgas COVID-19 DPR RI Nabil Haroen mengatakan bahwa bahan-bahan obat herbal tersebut diracik oleh Traditional Chinese Medicine (TCM) yang ada di Indonesia. Menurutnya, ada 11 bahan yang dipakai untuk memproduksi jamu tersebut. Delapan merupakan bahan lokal, sementara tiga bahan impor karena tidak ada di Indonesia.

Dia juga menambahkan bahwa bahan-bahan itu diolah dengan memenuhi standar kesehatan nasional.

Meski begitu, keputusan untuk memberikan jamu tersebut mendapat tentangan khususnya dari Gabungan Pengusaha (GP) Jamu Indonesia. Ketua Umum GP Jamu Indonesia, Dwi Ranny Pertiwi Zarman, dalam rapat virtual bersama Komisi VI DPR RI pekan lalu menyatakan keberatannya atas obat herbal tersebut. Ia mengatakan bahwa formula yang ada di jamu impor itu juga bisa dibuat di Indonesia.

"Ini fenomena kenapa bisa ada obat tradisional China di rumah sakit rujukan COVID-19, sementara jamu kita tidak mendapatkan kesempatan untuk diberikan kepada pasien di rumah sakit rujukan COVID-19. Sementara obat impor dari China mendapat kesempatan itu," ujarnya dalam rapat virtual bersama Komisi VI DPR RI itu.

Selain bahan impor, ada persoalan lain yang dinilai janggal dari pemberian jamu ini. Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI) Inggrid Tania mengatakan, ada pendekatan kekuasaan, politik, berupa instruksi kepada para dokter untuk memberikan jamu tersebut.

Ia juga mengaku mendapat laporan dari para dokter di beberapa rumah sakit rujukan mengenai pemberian jamu itu. Para dokter merasa bingung memberikan Herbavid 19 yang tak berizin dan tidak memiliki keterangan komposisi ke para pasien COVID-19.

Selain khawatir soal keamanannya, para dokter juga takut jika pemberian jamu itu bisa menimbulkan reaksi buruk ketika bercampur dengan obat-obat lain dalam tubuh pasien. Di samping itu, proses pengajuan izin edar jamu ini juga dinilai sangat singkat. Bahkan, hanya memakan waktu beberapa hari.

"Biasanya izin edar obat tradisional bisa 6-7 bulan. Walau ada kedaruratan kesehatan, tetap saja ini sesuatu yang luar biasa," ujarnya.

Karena itu, Inggrid menyarankan supaya dihentikan sementara pemberian Herbavid 19 tersebut, dan dilakukan uji keamanan serta uji toksisitas terlebih dahulu.

"Jika sudah pasti aman, bisa minta izin Kemenkes agar secara resmi boleh diberikan ke pasien COVID-19," ujarnya saat dihubungi VIVA, Rabu, 6 Mei 2020.

Sepengetahuan Inggrid, Herbavid 19 menggunakan modifikasi resep Yin Qiao San dari Cina, yang memang telah memilik riwayat empirik sepanjang tiga generasi di negara asal. Resep Yin Qiao San komposisi asli adalah Fructus Forsythiae, Flos Lonicerae, Radix Platycodonis, Herba Menthae, Herba Lophatheri, Radix Glycyrrhizae, Herba Schizonepetae, Fermented soybean, Fructus arctii, dan Rhizoma Phragmitis.

Resep itu biasa digunakan untuk pasien dengan gangguan pernapasan, dipakai pula untuk pasien SARS beberapa tahun lalu dan sekarang dicoba untuk pasien COVID-19. Namun masalahnya, yang beredar di Indonesia memiliki komposisi berbeda.

Herbavid 19 yang mendapat izin edar ini dibuat dari 10 bahan, yakni Arcticum Lappa Fructus, Coix Lacryma-jobi Semen, Curcuma Xanthorrhiza Rhizoma, Forsythiae Suspensae Fructus, Glycyrrhyza Glabra Radix, Imperata Cylindrica Rhizoma, Lonicera Japonica Fios, Lophateri Gracile Follum, Mentha Arvensis Folium, Pogostemon Cablin.