Terapi Plasma Konvalesen Jadi Pelayanan Kesehatan Berbasis Penelitian

(Ilustrasi) Aktivitas donor plasma konvalesen
Sumber :
  • VIVA/Andri Mardiansyah

VIVA – Plasma Konvalesen merupakan plasma yang diambil dari orang yang sudah pulih dari COVID-19, dan darahnya memiliki antibodi melawan SARS-CoV-2. Terapi Plasma Konvalesen efektif mencegah pasien COVID-19 dirawat di rumah sakit dalam 28 hari setelah menerima transfusi plasma. 

Demikian hasil studi dan penelitian yang dikeluarkan Johns Hopkins Medicine and the Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health, terkait penggunaan Plasma Konvalesen sebagai pengobatan awal untuk pasien penderita COVID-19.

Untuk saat ini, penggunaan Terapi Plasma Konvalesen masih terus dilakukan melalui serangkaian penelitian. Hal tersebut didasari pada pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) pada 7 Desember 2021, di mana Plasma Konvalesen harus diberikan pada pasien yang berada di rumah sakit, sebagai bentuk pelayanan yang berbasis penelitian. 

“Ternyata hal tersebut juga banyak dilakukan baik di rumah sakit di Indonesia maupun di luar negeri,” papar Dr. dr. Monica, Sp.An., KIC., M.Si., MM., MARS., yang berbicara mengenai efektivitas Plasma Konvalesen dalam menanggulangi pasien COVID-19.

Ilustrasi COVID-19/virus corona

Photo :
  • Freepik

Menurut Dok Mo, panggilan akrab Dr. Monica, penelitian Plasma Konvalesen masih terus berlangsung. Saat ditanya apakah apakah RS Unggul Karsa Medika (RS UKM) melaksanakan penelitian, Dok Mo menjawab, dalam melaksanakan penelitian Plasma Konvalesen, pihaknya selalu berkomunikasi secara intensif dengan para peneliti Plasma Konvalesen, baik yang saat ini bertugas di Mayo Clinic, Johns Hopkins University, dan juga Albert Einstein College of Medicine. 

Dengan demikian, diharapkan para pasien penderita COVID-19 akan mendapatkan Plasma Konvalesen dengan kadar antibodi yang terbaik, yang dapat disediakan oleh PMI pada saat ini.

“Dengan meningkatnya terapi Plasma Konvalesen ini juga dapat membantu dan mendukung penelitian atau uji klinis yang saat ini masih berjalan, dan  dilakukan oleh berbagai pihak, agar kita mengetahui efektifitas dari terapi Plasma Konvalesen bagi penderita COVID-19,” kata dr. Niken Ritchie M.Biomed, selaku Kepala UDD PMI DKI Jakarta, dikutip dari PMIDKIJakarta.or.id.
 
Ia juga menjelaskan, para penyintas COVID-19 yang melakukan donor Plasma Konvalesen, tubuh mereka akan menjadi lebih sehat dan imun tetap terjaga. Karena fungsi plasma darah adalah membawa berbagai zat penting, seperti protein, hormon, dan nutrisi ke sel-sel yang berbeda di dalam tubuh. Ini termasuk juga hormon pertumbuhan yang membantu otot dan tulang bertumbuh, serta hormon pembekuan yang membantu tubuh menghentikan pendarahan saat mengalami luka.

Pada 28 Desember 2021 Badan Pengawasan Obat dan Makanan Amerika – Food and Drug Administration (FDA) – mengeluarkan pernyataan, bahwa Plasma Konvalesen dapat diberikan kepada pasien rawat jalan di samping kepada pasien rawat inap. Terapi ini diberikan terutama kepada pasien-pasien yang memiliki gangguan imunitas atau mendapatkan terapi imunosupresif. 

Hal ini dilakukan berdasarkan hasil penelitian multicenter di AS yang menemukan pemberian Plasma Konvalesen secara dini, dapat mencegah hospitalisasi lebih dari 50 persen. Terlebih lagi penelitian besar tersebut mengacu kepada pemberian Plasma Konvalesen dalam 9 hari pertama, sejak gejala pertama penyakit COVID-19 timbul. Ternyata hal tersebut juga menjadi parameter pemberian Terapi Plasma Konvalesen (TPK) sesuai pedoman Buku TPK di Indonesia. 

Hasil penelitian pendahuluan yang sudah dilakukan menemukan bahwa pemberian Plasma Konvalesen dapat meningkatkan kadar antibodi, menurunkan Interleukin-6 dan CRP secara nyata, sebagai parameter inflamasi yang meningkat bila terjadi badai sitokin. 

Penelitian ini dilakukan pada sejumlah pasien COVID-19 dengan kriteria menderita gejala berat, yang memiliki minimal satu komorbid atau penyakit penyerta (Diabetes tipe 1 dan tipe 2), Hipertensi, Kanker, Kardiovaskular seperti Stroke dan penyakit Jantung, Ginjal, Paru kronis termasuk Asma, Hati seperti Hepatitis atau Kanker hati, Demensia, gangguan Kekebalan Tubuh karena Malnutrisi atau HIV, serta penyakit Autoimun seperti Lupus atau Rheumatoid Arthritis. 

Hingga kini penelitian ini masih berlanjut sesuai perkembangan  meningkatnya kasus COVID-19 saat ini. Dok Mo menambahkan, sebaiknya lebih terbuka (open minded) dalam menyikapi perkembangan ilmu pengetahuan, karena di sejumlah pusat penelitian plasma di AS, pemberian Terapi Plasma Konvalesen sudah mulai berlanjut dan ditujukan kepada mereka yang berusia muda (anak-anak), sesuai dengan indikasi dari hasil penelitian.