Anak Mudah Tertular Penyakit Akibat Imun Rendah, Pakar Imbau Cegah Pakai Tempe

Tempe.
Sumber :
  • Pixabay/ Bintang_Galaxy

JAKARTA – Penyakit menular yang sempat mereda, kini kembali melonjak usai pandemi COVID-19 terkendali. Tak heran, banyak orangtua mungkin merasa penyakit yang sering dialami si kecil dari sekolah atau tempat penitipan anak yang seolah tidak akan pernah berakhir. 

Orangtua mungkin dengan panik bertanya kepada dokter anak mereka, 'Mengapa anak saya selalu sakit?'. Pada dasarnya, sangat normal bagi anak-anak untuk sering tertular penyakit saat sistem kekebalan mereka menurun. Scroll untuk info selengkapnya.

"Anak-anak di bawah usia 7 tahun memiliki sistem kekebalan tubuh yang belum matang. Anak-anak kecil, terutama mereka yang mungkin bersekolah atau tempat penitipan anak terpapar lingkungan baru dan patogen baru, atau kuman, yang belum pernah mereka alami sebelumnya," ujar Dr. Priya Mody, seorang dokter anak di CHOC Primary Care Network.

Di sekolah atau tempat penitipan, anak kecil dapat lebih mudah menyebarkan kuman karena mereka tidak tahu cara batuk atau bersin sambil menutup mulut. Selain itu, saluran pernapasan bagian atas anak-anak belum sepenuhnya berkembang hingga mereka mencapai usia sekolah, yang menempatkan mereka pada risiko infeksi virus dan bakteri yang lebih sering. 

Tempe dan Tahu sumber pangan fungsional
Anak-anak yang lebih kecil juga cenderung memasukkan tangan mereka ke dalam mulut, sehingga kuman yang mereka sentuh di permukaan akan tertelan. Karena alasan ini, anak-anak mungkin sering terserang penyakit. Maka dari itu, penting untuk meningkatkan imunitas anak melalui pangan yang memiliki nilai gizi tinggi namun mudah terjangkau seperti tempe dan tahu.

Pakar pangan dan gizi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) dr. Widjaja Lukita, Ph.D, SpGk(K) mencontohkan tempe dan tahu sebagai olahan pangan kedelai yang tinggi gizi. Sebab, terdapat sumber protein serta fitoestrogen di dalam kedelai yang sangat bermanfaat bagi tubuh.

"Selain memenuhi kebutuhan gizi, kalori dan sebagainya, tetapi dia (pangan fungsional) mempunyai biological function atau fungsi biologis yang untuk mencegah penyakit tidak menular," ujar Widjaja, dalam webinar Program Indofood Riset Nugraha (IRN), baru-baru ini.

Menurutnya, pangan fungsional seperti kedelai ini memiliki bahan aktif yang dapat dikembangkan melalui proses ekstraksi. Pemanfaatan jangka panjangnya akan menjadi sumber fitofarmaka yang dapat menjadi sumber pencegahan penyakit.

Jamu pangan kearifan lokal bermanfaat
Senada, pakar ilmu dan teknologi pangan Institut Pertanian Bogor (IPB) Purwiyatno Hariyadi mengatakan bahwa situasi saat pandemi COVID-19 dapat jadi contoh untuk memgembangkan ide dari pangan fungsional berbasis kearifan lokal. Salah satunya, jamu yang berasal dari tanaman rimpang seperti kunyit, jahe, hingga temulawak.

Ilustrasi jamu.

Photo :
  • pixabay/Ajale

"Kita punya tradisi jamu, misalnya, dan itu kalau bisa dikembangkan lebih lanjut menjadi dalam bentuk pangan yang bisa dikonsumsi sehari-hari akan sangat baik," ujarnya di kesempatan yang sama.

Melalui pangan fungsional ini pun, Prof Purwiyatno berharap agar masyarakat, terutama generasi muda seperti mahasiswa dapat eksplor berbagai sumber pangan fungsional di daerah di Indonesia. Sebab, pangan fungsional ini akan menjadi manfaat luar biasa bagi rakyat.

"Kami ingin mendorong para mahasiswa untuk lebih aware, lebih sensitif, dan eksploratif terhadap potensi-potensi di sekitarnya, di lokalnya, yang secara tradisi itu juga banyak," katanya.

Dengan tingginya manfaat pangan fungsional lokal ini, maka program Indofood Riset Nugraha (IRN) periode 2023/2024 dibuka kembali. Program ini menawarkan peluang memperoleh dana riset bagi mahasiswa S1 yang sedang melaksanakan penelitian sebagai tugas akhirnya dengan tema yang diusung adalah Penelitian Pangan Fungsional Berbasis Potensi dan Kearifan Lokal. 

Ketua Program IRN sekaligus Direktur PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Suaimi Suriady mengatakan, program IRN mengundang mahasiswa dari berbagai jurusan dari seluruh perguruan tinggi di Indonesia untuk menyampaikan ide-ide baru dan gagasan segarnya untuk menghasilkan penelitian-penelitian penganekaragaman pangan yang berbasis kearifan lokal. Pangan fungsional diangkat sebagai tema IRN tahun ini. 

"Secara umum, pengertian pangan fungsional ini adalah sumber pangan yang tidak hanya berperan sebagai sumber energi dan gizi, tetapi juga mempunyai khasiat tertentu yang dapat memberikan kontribusi pada peningkatan kesehatan masyarakat;" lanjutnya.

Lebih lanjut Suaimi mengungkapkan bahwa tahun 2023 diprediksi sebagai tahun yang berat bagi banyak Negara. Tantangan pangan utama dunia yang dihadapi saat ini adalah bagaimana menyediakan pangan yang aman dan bergizi secara cukup, untuk populasi dunia yang terus meningkat, dengan sumberdaya (tanah, air, SDM, petani) yang terus menyusut dan perlu dilakukan secara berkelanjutan. 

Negara Indonesia perlu mencari alternatif sumber pangan baru baik secara individual atau pun kolektif untuk komoditas pangan dan pakan yang belum dapat dipenuhi secara mencukupi dari sumber-sumber dalam negeri. Selain itu, juga perlu mengintensifikasikan upaya diversifikasi sumber pangan nasional berbasis potensi sumber pangan lokal guna memastikan ketahanan pangan nasional. 

“Jadi program IRN ini dikembangkan agar dapat berperan sebagai media tumbuhnya ide-ide brilian dari para mahasiswa, untuk menggali dan mengembangkan kekayaan alam pangan Indonesia yang dapat dikembangkan menjadi sumber pangan yang lebih baik,” tegasnya.