Perbaiki Pola Makan Balita dengan Program G21H, Apa Itu?

Ilustrasi balita
Sumber :
  • Pixabay/techlec

VIVA – Stunting dan gizi buruk masih menjadi problem yang dihadapi pemerintah Indonesia untuk meningkatkan indeks pembangunan masyarakat. 

Ketua Harian Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI), Arif Hidayat, mengatakan, dasar dari generasi yang produktif adalah anak yang secara fisik sehat dan tumbuh kembang optimal. 

"Caranya adalah dengan memberi anak gizi yang cukup dan menghindarkan anak dari asupan yang tinggi kandungan gula garam lemak. Anak-anak yang cukup gizi, fisiknya akan sehat, tumbuh kembang otak optimal dan saat usia dewasa nanti akan menjadi generasi yang unggul," ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat 7 Januari 2022. 

Lebih lanjut, Arif mengatakan mempersiapkan generasi masa depan yang unggul adalah cara permanen untuk memutus rantai kemiskinan di Indonesia.

"Selama ini kita selalu beralasan kemiskinan, lalu diberi bantuan sosial, isinya beras, minyak, mi instan, gula, kopi dan susu kental manis. Kalau saya bilang ini nggak akan mengubah keadaan, anak-anak dari keluarga miskin yang mengonsumsi bansos-bansos seperti ini di masa depannya, besar kemungkinan akan tetap berada di lingkaran kemiskinan," kata dia. 

Sebab, menurut Arif, intervensi seperti ini hanya untuk menghilangkan lapar, tapi tidak memberi asupan pada otak dan tidak memengaruhi perkembangan otak. 

"Maka tidak heran mereka tidak akan pernah bersaing di pasar global, mereka akan sulit memasuki dunia white collar,” pungkas Arif. 

Oleh karena itu, bersama lembaga yang dikelolanya, YAICI dan juga dengan dukungan mitra kerja seperti PP Aisyiyah, PP Muslimat NU dan HIMPAUDI, Arif menggagas model edukasi yang tidak hanya sekadar memberikan informasi, namun juga membiasakan masyarakat melakukan hal-hal baik yang dapat meningkatkan kualitas hidupnya. 

"Sejak akhir 2021, kami mulai menggagas program Gerakan 21 Hari (G21H) untuk membiasakan anak mengonsumsi makanan bergizi. Hasilnya, dari 30 peserta (ibu dan anak), hanya 2 anak yang gagal. Sisanya, sebanyak 28 peserta akhirnya bisa terlepas dari kebiasaan makan yang buruk," tuturnya. 

"Kini anak dengan sadar menghindari asupan makanan yang tinggi gula garam lemak, dan mau mengonsumsi makanan minuman yang kaya akan protein, serat dan vitamin," tambah Arif. 

Melly Amaya Kiong, Founder Komunitas Menata Keluarga sekaligus praktisi mindful parenting yang mendampingi pelaksanaan program memberikan apresisasi atas program G21H. 

"Kolaborasi konsep Mindful Parenting dengan pendampingan oleh kader selama 21 hari, memonitoring perubahan-perubahan anak, ini ternyata bisa mewujudkan kebiasaan makan yang baik pada balita adalah sesuatu yang baru. Ke depannya, metode ini dapat diterapkan untuk membentuk kebiasaan-kebiasaan baik pada anak dan keluarga," terang dia. 

Nyai, orangtua dari Arka (usia 2 tahun) mengaku keluarganya mengalami banyak perubahan sejak mengikuti program pendampingan G21H ini. 

"Arka dulu mengonsumsi susu kental manis tiga kali sehari, sekarang sudah lepas dari kebiasaan konsumsi susu kental manis. Arka juga terlihat lebih sehat dan ceria, makan lebih teratur dan banyak minum air putih. Di awal program memang terasa sulit, tapi lama-kelamaan aktivitas ini jadi menyenangkan. Semoga ibu-ibu lain yang mengalami problem seperti saya dapat berkesempatan mengikuti program ini," tutur Nyai.