Kenapa Orang Riau Senang Berpantun

Acara Lembaga Sensor Film (LSF) yang digelar di Pekanbaru, Riau, Kamis, 20 April 2017.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Zahrotustianah

VIVA.co.id – Mencari timba si anak dara
Di bawah sarang burung tempua
Salam sembah pembuka bicara
Selamat datang untuk semua

Syair pantun nan indah menjadi salam sambut sekaligus pembuka acara Lembaga Sensor Film (LSF) yang digelar di Pekanbaru, Riau, Kamis, 20 April 2017. Keindahan syairnya rupanya ampuh menjadikan suasana acara formal tersebut lebih santai dan menyenangkan.

Pantun merupakan genre sastra yang dinamis yang bisa digunakan dalam berbagai situasi dan kondisi. Dalam budaya Melayu, pantun sudah jadi tradisi keseharian yang tersohor ke berbagai pelosok negeri.

Rupanya, budaya pantun ini juga masih melestari di negeri Lancang Kuning. Sajak-sajak elok nan puitis masih didengungkan masyarakat Riau. Tak hanya sebagai salam penyambutan, pantun juga jadi pencair suasana di tengah acara berlangsung, pun saat penutupan.

"Pantun memang jadi salah satu tradisi orang Melayu. Jadi kami di sini membiasakan ada pantun di acara resmi, saat mau pidato, atau acara nonformal sekali pun," kata Junaidi, Wakil Rektor I Universitas Lancang Kuning saat ditemui VIVA.co.id.

Keindahan bahasa yang ada dalam pantun, diakuinya, memang menjadi magnet tersendiri bagi para pendatang. Bahkan tak sedikit mereka yang dari luar Riau menyiapkan pantun lain sebagai balasannya.

"Kalau pejabat datang ke sini, karena mereka tahu orang Riau suka dengan pantun, mereka akan persiapkan. Siapa pun memang bisa buat pantun," lanjutnya.

Bujang dan dara tinggi semampai
Senyum dan sapa menggugah naluri
Tanya dan jawabpun sudah usai
Saatnya saya berundur diri

Pantun penutup itu pun dilantunkan mahasiswi cantik yang bertindak selaku pembawa acara tersebut.