MRT: Solusi Macet Ibukota?

Maket MRT Jakarta
Sumber :
  • MRT Jakarta

Mobil itu bergeser ke kanan. Lalu meluncur cepat. Selasa pagi, 4 Mei 2010 itu, Jalan Buncit Raya, Jakarta Selatan, seperti kawasan parkir massal. Merambat sebentar,  berhenti lama. Jalur yang menghubungkan jutaan penghuni di selatan Jakarta dengan pusat kota itu, memang kondang sebagai nerakanya kemacetan.

Itu sebabnya, orang-orang terperangah bercampur cemburu dengan mobil yang melejit di jalur busway itu. Nyatalah pagi itu, jalur kiri seperti neraka, jalur kanan seperti surga. Parkir versus ngebut.

Orang-orang memotret mobil beruntung itu. Lalu tumpahlah semua kemarahan di dunia maya. Itu mobil RI 32. Kendaraan dinas Menteri Sosial Salim Assegaf Aljufri. Pak menteri mengaku sudah ijin. Polisi membantah.  Menteri Salim minta maaf. Mengaku buru-buru sebab ditunggu rapat di Istana Negara.

Warga ibukota belakangan memang kian rajin meributkan kemacetan. Rombongan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga pernah jadi sasaran. Diprotes warga lantaran sering pulang pergi dari Cikeas, rumah pribadi SBY di timur Jakarta. Jalan ditutup, macet kian parah. Presiden berjanji masuk kantor subuh hari.  

Ribuan polisi yang bekerja keras di jalan saban pagi, juga tak banyak menolong. Sebab jumlah kendaraan kian bejibun. Data Polda Metro Jaya menyebutkan bahwa hingga tahun 2010 jumlah kendaraan mencapai 11.362.396 unit. Roda dua 8.244.346  dan roda empat 3.118.050 .

Tahun 2011 jumlah itu kian melambung. Sebab sekitar 700 ribu kendaraan baru siap masuk. Artinya, tahun depan jumlah kendaraan yang lalu lalang di Jakarta sejumlah 12 juta lebih.  Data dari Dinas Perhubungan menunjukkan bahwa pertambahan kendaraan pribadi di Jakarta mencapai 1.117 per hari. Sekitar 9 persen per tahun.

Sementara pertumbuhan luas jalan sangat kecil. Sekitar 0,01 persen per tahun. Jika  pola transportasi tidak segera dibenah, tahun 2014 Jakarta lumpuh total. Begitu keluar dari rumah, kendaraan Anda langsung parkir.

Pemerintah DKI sudah bersiasat dengan rupa-rupa cara. Dari 3 in 1, memperbanyak bus Transjakarta,  dan menutup semua jalur putar balik, yang kerap menyebabkan kemacetan.

Dua pekan belakangan, akses masuk sejumlah pusat perbelanjaan yang kerap menyumbat lalu lintas juga ditutup. Antara lain Plaza Semanggi  di Jakarta Pusat,  Pejaten Village di Jakarta Selatan.  Mal  Ambasador, Grand Indonesia dan Taman Anggrek segera susul.

"Kami juga tengah mengkaji pembatasan truk kontainer  melintas di tol dalam kota. Mereka hanya boleh melintas selepas pukul 10 malam, saat lalu lintas sudah lengang," kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Udar Pristono.

3 jurus anti macet

Pemerintah DKI kini sedang mengodok tiga jurus baru keluar dari neraka kemacetan itu. Jalan berbayar, angkutan massal dan penambahan ruas jalan. Tiga jurus ini diharapkan mampu menjadi ahlinye, atasi kemacetan.

Jalan berbayar diterapkan dengan cara Electronic Road Pricing (ERP).  Jurus ini berlaku di jalan utama 3 in 1. Dengan cara ini, pengendara tidak lagi  berhenti mengangkut ratusan joki, yang kerap pula menyumbat lalu lintas. Konsepnya sudah tuntas. Pemda sedang melaksanakan tender pengadaan peralatan ERP.

Langkah kedua yang juga sedang disiapkan angkutan massal alias Mass Rapid  Transit (MRT ). Ada tiga jurus pada langkah kedua ini. Pertama, Bus Rapid Transit(BRT), yang saat ini sudah ada yakni bus Transjakarta. Kedua,  Light Rail Transit (LRT) yakni Monorel.

Jurus monorel ini sesungguhnya sudah lama disiapkan. Tiang pancang sudah berdiri. Tapi merana hingga kini. Kali ini pemerintah berjanji segera membangun.

Monorel itu akan dibangun dua jalur. Jalur Green line akan melingkar dari  Casablanca - Hotel Grand Melia memutar di Mampang terus ke Polda Metro Jaya - BEJ - Plaza Senayan - Gedung MPR/DPR - Taman Ria Senayan - Gedung MPR/DPR - Pejompongan - Karet - Sudirman - Setiabudi Utara - Kuningan - Taman Rasuna - kembali Casablanca.

Jalur Blue line melayani jalur Kampung Melayu - Tebet - Menteng Dalam - Casablanca - Ambasador - Dharmala Sakti - Menara Batavia - Karet - Slipi - Cideng, dan berakhir di Roxy. Dengan dua jalur monorel itu diharapkan bisa mengatasi kemacetan pada jam pergi dan pulang kantor.

Dalam hal angkutan massal pemerintah juga sedang menyiapkan solusi ketiga yakni Heavy Rail Transit (HRT) atau yang lebih dikenal dengan nama MRT. Proyek itu kini tengah disiapkan oleh PT MRT Jakarta. Seperti monorel, yang ini juga sesungguhnya proyek lama.

Presiden Direktur PT MRT Jakarta Tribudi Rahardjo, mengisahkan bahwa rencana pembangunan MRT sudah dibahas pemerintah pusat sejak 1985. Tapi tidak jalan-jalan. Tahun 1995 pemerintah daerah dilibatkan. Kandas juga karena urusan uang.

Titik terang baru muncul tahun 2005. Menteri Keuangan memutuskan bahwa biaya pembangunan MRT itu dibagi dua. Sejumlah 58 persen pemerintah pusat, Jakarta menanggung 42 persen.

MRT akan dibangun dua koridor. Dan koridor pertama dari selatan ke utara, sepanjang 23 kilometer. Dari Lebakbulus hingga Kampung Bandan.  Lalu, koridor kedua dari timur ke barat. Mulai dari Balaraja hingga Cikarang. Sepanjang 87 kilometer.

Ini angkutan murah meriah. Tarif MRP berkisar antara Rp 8.000  hingga Rp 12.000. Jika ada subsidi pemerintah tarif akan turun ke Rp 6.500 – Rp 8.000.  “Tapi saya yakin tarif  Rp 12.000 masyarakat tidak keberatan. Karena ini murah, cepat dan nyaman,” kata Tribudi.

Waktu tempuh MRT juga cepat. Lebak Bulus hingga Stasiun Dukuh Atas 28 menit.  Perhitungan itu dengan standar kecepatan tertinggi 80 kilometer per jam dan 0,5 menit untuk transit. Kereta sendiri didesain mampu melaju dengan kecepatan 110 kilometer.

Transportasi MRT ini juga dirancang tahan gedoran gempa 10 skala richter. Juga tahan banjir.  Rekayasa teknik  mengatasi banjir antara lain dengan  cara peninggian pintu masuk, seperti yang diterapkan di Hong Kong dan Bangkok.  “Kami sudah menghitung siklus hujan hingga 200 tahun ke depan,” katanya.

Saban hari  MRT bisa mengangkut 340 ribu penumpang, dengan jam buka operasional mulai pukul lima pagi hingga pukul 12 malam.

Uang dari mana

Biaya pembangunan MRT sekitar Rp 16 triliun. Uang sebanyak itu untuk membangun koridor satu dari Lebak Bulus hingga Bundaran HI. Lantaran biayanya begitu besar, pemerintah DKI sudah meminta bantuan pemerintah pusat.

Sesudah melewati sejumlah negosiasi lalu keluarlah kesepakatan 58 persen ditanggung pemerintah pusat dan 42 persen Pemda DKI. Dari uang sejumlah Rp 16 triliun itu,  sebanyak Rp 14 triliun atau 85 persen didanai Japan Internasional Cooperation Agency (JICA).  Sisanya dari APBN dan APBD DKI Jakarta.

Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono menegaskan bahwa  pemerintah pusat akan membantu proyek besar ini. Sebab MRT bukan cuma tanggung jawab Jakarta tapi juga pemerintah pusat.

Proyek besar, urusannya juga tentu saja pelik. Selain soal uang itu,  masalah krusial lain dalam proyek ini adalah pembebasan lahan. "Target kami, 2010 ini semua pembayaran lahan selesai," kata Ketua Panitia Pengadaan Tanah (P2T) Proyek MRT, Mangara Pardede.

Diperlukan lahan seluas 17 hektar untuk proyek tahap pertama ini. Pemda sudah memiliki lahan seluas 7 hektar, tinggal membebaskan 10 hektar lagi. Uang yang disiapkan beli lahan itu Rp 60 miliar.
Proyek ini, kata Manggara, proyek negara dan itu sebabnya warga yang tergusur harus mendukung. “Tidak ada dalih bagi warga Jakarta menolak proyek MRT ini,”  ujarnya.

Masalah lainnya adalah lamanya pembangunan. Membangun MRT tahap pertama membutuhkan waktu lima tahun. Silahkan membayangkan bagaimana macetnya kawasan yang dilewati pembangunan MRT itu.

Tapi jangan cemas. Pemerintah sudah mengatur siasat. Kepala Dinas Perhubungan DKI, Udar Pristono, kepada VIVAnews mengatakan bahwa Pemda segera memperbaiki bahu jalan di sepanjang Jalan Fatmawati Jakarta Selatan. “Kami akan melakukan perbaikan bahu jalan dan menambah lebar jalan 3 meter,”ujar Pristono.

Selain melebarkan jalan, pemerintah juga akan mengalihkan kendaraan ke jalan layang Antasari arah jalan Wijaya. Jalan ini diharapkan segera tuntas.

Kata ahlinye

Rencana pemerintah ini ditanggapi beragam oleh masyarakat. Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI),  Heru Sutomo , menekankan bahwa pembangunan MRT  bukan semata-mata urusan transportasi dan untung rugi. Tapi juga menyangkut penataan kota secara luas.

Jika MRT hendak dibangun menembus Lebakbulus, kata Heru,  harus disediakan pula jalur pengumpan yang menghubungkan daerah di belakangnya. Artinya, transportasi menuju Lebakbulus juga harus dibangun.

Pengamat transportasi Darmaningtyas, menekankan bahwa jurus yang  jitu mengatasi macet sesungguhnya adalah memaksimalkan busway. “MRT butuh waktu paling tidak 8 tahun, jalur terbatas dan dananya triliunan,” kata dia.

MRT itu, lanjutnya, tidak akan efektif bila pembangunannya hanya mencapai Bundaran HI. Sebab pengguna yang mengarah ke Kota harus memikirkan transportasi lanjutan.  Jika sudah begitu mereka akan tetap membawa mobil pribadi.

Mobil pribadi itu diharapkan hanya dipakai sampai Lebak Bulus atau dari Bundaran HI. Itu sebabnya PT MRT akan menyiapkan lahan park and ride di dua tempat itu. Bahkan lahan parkir itu akan disediakan di setiap stasiun.