Cara AS dan Jepang Singkirkan Makanan Berbahaya

sorot hati sapi mentah
Sumber :
  • REUTERS/Toru Hanai

VIVA.co.id - Sebuah restoran khas menu Jepang bernama "Kintan" tampak berdiri tegak di jantung Kota Tokyo. Terlihat ada beberapa pengunjung yang datang, meski jumlahnya tak terlalu banyak di siang itu.

Bangku-bangkunya yang berwarna cokelat dipenuhi pengunjung, yang datang berduyun-duyun untuk berburu hati sapi mentah, menu andalan Kintan. Saking ramainya, di jam-jam sibuk seperti makan siang, pelanggan bahkan rela menunggu di luar restoran.

Yoshiko Miki, sang pengelola rumah makan, mengaku dulu ia sampai kewalahan melayani pesanan yang datang, terus-menerus tanpa henti. Namun, itu dulu sebelum menu hati sapi mentah andalan mereka dilarang beredar oleh Menteri Kesehatan Jepang.

Ya, akibat kasus yang terjadi pada 2011, peredaran menu itu tak lagi bebas. Pada waktu itu, Negara Sakura sempat dihebohkan dengan kasus keracunan hati sapi mentah, yang merenggut lima nyawa dan 24 orang dirawat serius di rumah sakit.

Pria 40 tahun itu mengenang, dulu pembeli amat menyukai menu hati sapi mentah di tempatnya, yang dipotong kecil-kecil sebesar dadu, yang kemudian diguyur saus lezat, plus potongan bawang putih.

“Mengolah hati sapi memang begitu, kalau kita masak dia malah jadi sulit dimakan. Namun, kalau dikonsumsi mentah, malah enak,” kata Yoshiko, seperti dikutip dari harian Telegraph. “Tapi itu dulu, sekarang saya sedih, karena sudah tidak bisa menjual menu itu,” lanjut pria ini dengan wajah sendu.

Chiharu Saito, pengamat kuliner Jepang, sekaligus anggota dari Japan Food Analyst Association, menjelaskan, di Negara Matahari Terbit, menu mentah memang jadi idola. Di sana ada olahan ikan mentah, daging mentah, namun hati sapi mentah tak kalah favorit.

"Saya mengerti kalau ada banyak restoran dan penjual menu itu sedih, karena sejak menu ini tak bisa disajikan, penjualan mereka menurun. Namun begitulah peraturan hukum tentang makanan di Jepang. Sangat tegas, orang yang melanggar bisa kena masalah besar. Karenanya tak ada yang berani coba-coba nakal,” ujar ahli kuliner wanita itu.

Pada 2011 di Jepang dihebohkan dengan kasus keracunan hati sapi mentah, yang merenggut lima nyawa dan 24 orang dirawat serius di rumah sakit. Foto: REUTERS/Toru Hanai

Aturan Main Ketat

Di Asia, Jepang adalah salah satu negara yang memiliki standar tinggi untuk urusan kebersihan dan kehigienisan makanan yang dijual. Buktinya, saat Anda main ke restoran Jepang, pernahkah melihat ada piring berdebu atau bahkan kotor? Rasanya bisa dipastikan hampir tidak pernah.

Hal ini terjadi, karena pemerintah Jepang memang tegas dalam memberlakukan aturan bagi para pengusaha restoran, hotel, ataupun kedai makanan. Sehingga, standar tinggi itu terbawa ke manapun mereka pergi membuka bisnis kuliner, meskipun bukan di negaranya sendiri.

Pemerintah Jepang juga selalu bereaksi cepat jika isu membahayakan seputar makanan dan minuman muncul. Hal ini tentu membuat rasa aman mengonsumsi makanan di benak masyarakat terjaga baik.

Kalaupun ada isu makanan berbahaya terpapar ke media massa, pemerintah segera melakukan langkah-langkah preventif yang tegas, agar dampak dari insiden tersebut tidak meluas. Sebab keselamatan masyarakat adalah prioritas utama bagi mereka.

Salah satu cara pemerintah membentengi kesehatan warganya, adalah dengan menjalankan undang-undang yang disebut Food Sanitation Act. Ini adalah aturan kesehatan tentang makanan dan minuman yang aslinya dibuat pada 24 Desember 1947, namun telah diamandemen pada 26 Juli 2005.

Dikutip dari laman Japaneselawtranslation.go.jp, diketahui salah satu dari pasal itu bahkan sampai mengatur bahwa semua peralatan makan, peralatan dapur, dan mesin untuk memroduksi makanan harus melalui proses sanitasi ketat.

Undang-undang ini bahkan mengatur tentang bahan dan bentuk, dari wadah atau kemasan yang digunakan untuk membungkus makanan. Tak hanya itu, setiap produsen makanan olahan, diwajibkan mencantumkan detail, siapa suplier yang memasok bahan kepada mereka.

Ini semua dilakukan, agar urutan proses pembuatan makanan jelas serta transparan. Sehingga, jika terjadi hal-hal yang tak diinginkan, dapat dengan cepat ditelusuri.

Maka sebaiknya, sebagai sesama negara Asia, tak ada salahnya jika kita bercermin pada Jepang, dalam hal ketatnya aturan kesehatan dalam proses penciptaan makanan, serta standar tinggi mereka dalam membuka usaha kuliner.

Jepang adalah salah satu negara yang memiliki standar tinggi untuk urusan kebersihan dan kehigienisan makanan yang dijual. Foto: REUTERS/Yuya Shino

Kesigapan AS

Tidak hanya Jepang yang melakukan aturan main tegas terkait munculnya isu makanan berbahaya. Beberapa negara maju juga memiliki kebijakan mengikat, hingga membuat produsen kuliner nakal tidak berkutik.

Contohnya di Amerika Serikat. Lembaga pengawas peredaran makanan, obat, dan kosmetik di sana, FDA (Food and Drug Administration), dikenal sigap dalam mencegah beredarnya produk-produk berbahaya.

Salah satu bentuk kesigapan ini terlihat dari banyaknya aturan hukum yang mereka jalankan, sehingga setiap produsen makanan dan minuman, benar-benar harus memerhatikan kualitas produk, jika ingin barangnya lolos sensor untuk beredar di pasaran.

The Food and Drugs Act 1906 adalah aturan tertua dari sekian banyak undang-undang hukum kesehatan tentang makanan, obat, dan kosmetik di negara Paman Sam. Jika mau ditotal, konon jumlah undang-undang makanan dan minuman di sana bisa lebih dari 200, yang kesemuanya dikeluarkan dalam rangka membentengi kesehatan masyarakat dan proteksi konsumen.

Ketatnya aturan hukum yang dijalankan bukan tanpa sebab, kebanyakan muncul setelah terjadi isu kesehatan yang mengkhawatirkan, sehingga perlu tindakan nyata untuk memberi rasa tenang. Aturan-aturan ketat itu diberlakukan demi tidak terulangan preseden buruk yang sama.

Dikutip dari laman resmi FDA, berikut adalah beberapa contoh regulasi ketat tentang obat-makanan yang dikeluarkan dengan cepat, setelah terjadi isu kesehatan domestik maupun di luar Amerika Serikat.

The Federal Food, Drug, and Cosmetic Act 1938, muncul setelah sebuah obat ramuan yang beredar secara legal, terbukti beracun dan menewaskan 107 orang, termasuk anak-anak di dalamnya.

Begitu hukum ini terbit, aturan ini merombak total wajah peredaran makanan dan obat-obatan di sana, di mana semuanya kini jadi lebih ketat dan harus memenuhi unsur standar kesehatan yang baik.

Salah satu ketentuan yang diatur dalam hukum ini, adalah sebagai badan resmi pengawas pemerintah, FDA berhak meminta bukti tes dan percobaan keamanan, dari setiap makanan dan obat yang beredar.

Kemudian, setiap produsen makanan harus mengikuti standar kesehatan yang ditentukan, dan FDA berhak melakukan inspeksi di pabrik-pabrik pembuatan makanan dan obat.

Tidak hanya berkaca pada insiden di negaranya sendiri, pemerintah Amerika bahkan tanggap, pada isu kesehatan global. Buktinya, ketika di Eropa terjadi Tragedi Thalidomide, mereka dengan cepat mengeluarkan kebijakan The Kefauver-Harris Amendments 1962.

Tragedi Thalidomide sendiri, adalah salah satu insiden tergelap dalam sejarah industri farmasi dunia. Di tahun 1960-an, obat Thalidomide dipasarkan secara luas ke masyarakat dan diklaim sebagai obat tidur ringan, yang aman dikonsumsi bahkan oleh ibu hamil. Namun hasilnya sungguh mengejutkan, ribuan bayi yang ibunya mengonsumsi obat itu lahir cacat.

Maka sejak itu, Paman Sam gencar memantau peredaran obat-obatan yang masuk negaranya, terutama yang datang dari Eropa. Tak hanya itu, setiap prosusen yang akan mengeluarkan produk makanan dan obat-obatan, harus bisa membuktikan efektivitas obat mereka. Selain itu harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, akankah produk ini akan membawa efek buruk dalam jangka panjang.

Saat ini, dalam setahun, FDA mengawasi sekitar 1 triliun produk makanan, minuman, obat, dan kosmetik yang beredar di Amerika Serikat. Mereka bertugas memastikan semuanya aman, terkecuali untuk jenis daging, unggas, dan telur.

Setiap produsen makanan harus mengikuti standar kesehatan yang ditentukan, dan FDA berhak melakukan inspeksi di pabrik-pabrik pembuatan makanan dan obat. Foto: REUTERS/ERIC THAYER

Peran Masyarakat

Hebatnya, di Amerika Serikat, peran pengawasan makanan dan minuman berbahaya tak hanya datang dari FDA, karena buktinya, masyarakat di sana kompak melakukan aksi protes, hingga boikot, terhadap para produsen makanan-minuman, yang dinilai memiliki produk berbahaya bagi kesehatan.

Contohnya, pada 2011, dikutip dari Time, tokoh masyarakat Kota Cleveland yang didukung masyarakat setempat, menyatakan protes kepada restoran-restoran cepat saji yang tetap memerdagangkan makanan berlemak.

Makanan jenis ini mereka nilai berbahaya karena menjadi penyebab tingginya penyakit jantung di sana. Beberapa tahun terakhir, masyarakat di negara Paman Sam memang jadi lebih selektif dalam hal memilih makanan.

Saking besarnya kepedulian mereka pada makanan sehat, pada 2012 sempat muncul ide untuk memasukkan makanan junk food, seperti burger, hotdog, dan pizza ke dalam kategori makanan ilegal. Sebab faktanya, sejak tahun 1960-an, satu dari tiga anak-anak di Amerika Serikat mengalami obesitas karena jenis makanan ini, dan kini jumlahnya meningkat.

Wacana yang terus bergulir, adalah pemasangan angka pajak yang teramat tinggi, bagi produsen makanan-makanan junk food, sesuatu yang dinilai efektif menekan peredaran makanan tak sehat di masyarakat. (ren)