Kartel Harga, Komunitas Motor Merasa Dibohongi

Logo Yamaha.
Sumber :
  • Yamaha

VIVA.co.id – Dugaan kartel harga yang dilakukan PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) dan PT Astra Honda Motor (AHM) juga mencuri perhatian beberapa komunitas motor. Menariknya, dua komunitas motor Yamaha punya dua pandangan berbeda.

Yamaha dan Honda Indonesia memang tengah diterpa masalah menyusul tudingan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menganggap keduanya telah melakukan kartel terkait harga motor matik mereka.

Menurut KPPU, produksi motor matik hanya menelan biaya Rp 7 – 8 juta, namun Yamaha dan Honda bersekongkol menjualnya dengan harga dua kali lipat di atas Rp15 juta per unit.

Menanggapi hal itu, Erik Mbanjar, Ketua umum, Yamaha Mio M3 Club Indonesia (YM3CI) mengaku sangat kecewa. Bahkan jika dugaan kartel ini benar terjadi, ia menggapa pihak Yamaha dan Honda telah membohongi konsumen setianya.

"Kalau benar dari harga produksi ATPM mengambil keuntungan dua kali lipat, saya mau tahu lari ke mana itu duitnya," katanya saat dihubungi VIVA.co.id, Jumat, 22 Juli 2016.

Menurutnya, kalau buat pajak dan kebutuhan administrasi lainnya enggak mungkin juga sampai segitu. Bisa jadi memang buat keuntungan ATPM itu sendiri. "Saya curiga itu bisa terjadi dari faktur sih, biasanya kalau Mio itu Rp 8 jutaan, tapi kan beda jauh dari harga jualnya," katanya.

"Apa lagi prospek motor matik ini sangat bagus, berarti keuntungan yang didapat perbulan tidak sedikit jika memang ada permainan harga yang dilakukan mereka berdua (Yamaha dan Honda)," lanjutnya.

Ia menambahkan, tidak masuk akal juga jika orang yang beli motor dengan cara kredit. Soalnya pihak leasing juga sudah mengambil untung banyak. Belum lagi kalau beberapa tahun ke depan motor itu dijual, dan jelas dari harganya bekasnya saja sudah bikin kecewa.

Tanggapan berbeda diberikan komunitas Yamaha Xeoners Indonesia (YXI) yang menganggap biaya produksi tersebut memang sudah wajar dilakukan setiap ATPM, karena ada beberapa faktor yang membuatnya jadi mahal.

"Kalau sekelas matik rata-rata Rp 7 jutaan, nah kalau harga jualnya bisa Rp 15 jutaan itu karena biaya pajak yang diterapkan Pemerintah, balik nama, dan lain-lain"  kata Andi Subhan, Ketua umum YXI.

Menurutnya, harusnya KPPU menelaah dulu harga produksi dan harga jual. "Iya karena ada harga on the road dan off the road. Pastikan pemerintah menerapkan pajak berapa, dan segala administrasi dari Kepolisian soal surat-surat kendaraan. Baru bisa menuduh bahwa itu benar-benar harga jual yang tidak wajar," katanya.