Penjualan Yamaha Turun Tajam karena Harga Dianggap Kemahalan

Yamaha di Indonesia Motorcycle Show 2014
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id – Persidangan kasus dugaan permainan harga antara dua produsen sepeda motor ternama di Tanah Air, PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM) dan PT Astra Honda Motor (AHM) masih terus berlanjut. Hari ini, Senin, 9 Januari 2017, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) kembali menggelar sidang terakhir dugaan kartel dua merek asal Jepang itu. Rencananya, kesimpulan sidang akan diumumkan selambat-lambatnya pada 20 Februari 2017 mendatang.

Menurut Vice President Director Yamaha Indonesia, Dyonisius Betty, pihaknya merasa sangat disudutkan dengan tudingan kartel yang dituduhkan KPPU. Bahkan, kini penjualannya terus merosot dan merasa sangat dirugikan akibat isu itu.

"Dampaknya cukup besar ya di Yamaha. Karena break limit. Kita tidak melakukan seperti itu, tapi pihak-pihak luar negeri itu juga yang ingin ekspor merasa 'oh bener enggak ya Yamaha kemahalan'?" kata Dyon saat berbincang dengan wartawan, di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin, 9 Januari 2017.

Dyon menjelaskan, akibat kasus yang cukup besar ini, bisnis-bisnis partner Yamaha yang ingin melakukan investasi di Indonesia menjadi ragu. "Iya, jadi mereka ragu-ragu karena kasus seperti ini, apakah benar ada kartel atau tidak. Selain itu, karyawan juga resah, mangkok nasi kita terganggu. Mereka juga mau demo. Tapi kita bilang jangan," ujarnya. 

Dari data yang disampaikan Dyon, penjualan Yamaha kini turun lebih dari 25 persen pada tahun 2016. Angka itu turun dibandingkan dengan tahun sebelumnya. "Kelihatannya yang selalu disorot adalah Yamaha. Total demand turun, tapi Yamaha turun lebih signifikan. Seperti 2016, kita mengalami penurunan lebih dari 25 persen. Jadi kita dapat double impact, demand turun, tapi Yamaha turun lebih tajam," tuturnya. 

Penurunan penjualan juga dirasakan pada konsumen di luar negeri. Sebab, konsumen menjadi ragu untuk membeli produknya tersebut. "Tentu diler-diler yang ingin membuka diler jadi agak tunda dulu, menunggu keputusan ini. Negara-negara tujuan ekspor juga bilang harga Yamaha paling mahal di Indonesia. Mereka jadi ragu," ujarnya. 

Untuk itu, Dyon berharap kasus ini bisa diselesaikan dengan seadil-adilnya. Sehingga, tidak memengaruhi iklim investasi di Tanah Air. "Saya juga berharap putusan ini mempertimbangkan faktor investor asing supaya menarik dan dampak satu juta dari karyawan yang ada," katanya. 

(ren)