Bawaslu: Politisasi SARA Dirancang oleh Aktor Tertentu

Komisioner Bawaslu, Mochammad Afifuddin
Sumber :
  • Ridho Permana

VIVA – Badan Pengawas Pemilu menengarai ujaran kebencian melalui politisasi isu suku, agama, ras, dan antargolongan atau SARA, bukanlah gejala yang bersifat alamiah, melainkan ada yang sengaja membuatnya. Masalahnya, orang atau kelompok di balik itu sulit dibuktikan.

"Politisasi SARA dirancang oleh aktor tertentu. Kita semua bisa merasakan, tapi tidak bisa dijelaskan," kata Komisioner Bawaslu, Mochammad Afifuddin dalam konferensi nasional Ekuilibrium Penanganan Ujaran Kebencian dan Perlindungan Kebebasan Berekspresi di Indonesia, di Jakarta, Jumat, 15 Februari 2019.

Bawaslu pun berterus terang kesulitan menerapkan pengertian ujaran kebencian yang dapat dikategorikan pelanggaran atau bukan dalam konteks pemilu. Sebab, definisi frasa itu multitafsir, sehingga aparat mesti berhati-hati.

Menurutnya, ujaran kebencian dalam konteks pemilu yang diatur dalam Pasal 280 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 pun sebenarnya masih rancu, karena tidak dijelaskan secara terperinci. Hal itu menjadi kesulitan lain bagi Bawaslu, untuk memutus hukuman atau sanksi.

Dia mencontohkan, kasus ujaran kebencian dan politisasi SARA yang cukup besar terjadi dalam Pilkada DKI Jakarta pada 2017. Bawaslu sejak itu meningkatkan kewaspadaan untuk mengantisipasi hal serupa dalam rangkaian pemilu 2019. (asp)