Gangguan Jiwa Ancam Korban Bencana

Keluarga korban menangis saat menyaksikan jenazah keluarganya dievakuasi yang menjadi korban gempa bumi dan tsunami di Hotel Mercure, Palu, Sulawesi Tengah
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Abriawan Abhe

VIVA – Indonesia berada di wilayah yang rentan bencana alam. Belakangan ini bencana gempa bumi mematikan, tanah longsor, hingga tsunami menghancurkan beberapa wilayah di Indonesia.

Pada awal 2018 gempa bumi melanda wilayah Barat Indonesia. Gempa yang menghantam Lebak, Banten itu diketahui berkekuatan 6,1 pada Skala Richter. Meski hanya menewaskan satu korban jiwa dan sebelas korban luka-luka, dampak kerusakan gempa itu terbilang cukup tinggi. Ada 2.760 unit rumah warga dan 95 unit fasilitas publik rusak akibat gempa tersebut. 

Lalu pada Agustus 2018, gempa mematikan kembali mengguncang Indonesia, yaitu di Lombok. Tercatat gempa tersebut menewaskan lebih dari 500 korban jiwa, 1584 korban luka-luka, dan sekitar 71 ribu fasilitas publik dan infrastruktur hancur.

Belum selesai urusan penanganan bencana alam di Lombok, gempa kembali menghantam sejumlah wilayah di Provinsi Sulawesi Tengah, di antaranya Ibu Kota Palu, Donggala dan Mamuju pada September 2018. 

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan gempa berkekuatan 7,4 magnitudo tak hanya menghancurkan tiga daerah itu, tapi juga menyebabkan tsunami hingga tiga meter tingginya.

Gempa yang mengakibatkan gelombang tsunami tersebut menewaskan lebih dari 2 ribu orang. Tak hanya itu, sejumlah bangunan, termasuk mal, rumah sakit dan hotel di Palu, Donggala dan Mamuju hancur. Jembatan kuning Ponulele dan jalur trans Palu, Poso dan Makassar juga tidak luput dari kerusakan sehingga menyulitkan penyaluran bantuan bagi para korban yang selamat.

Di sisi lain, bencana tidak hanya mengakibatkan kehilangan nyawa tapi juga meninggalkan trauma psikis yang dapat berujung pada gangguan jiwa bagi mereka yang selamat bila tidak segera ditangani.

Menurut data dari posko kesehatan (Kementerian Kesehatan) di lokasi-lokasi yang terdampak gempa di Sulawesi Tengah, muncul indikasi masalah kesehatan jiwa, seperti depresi ringan-sedang, gangguan depresi akut, trauma psikis dengan disorientasi. Kasus tersebut ditemukan di Kabupaten Donggala sebanyak 26 titik, Kabupaten Sigi 19 titik, dan Kota Palu 21 titik.

Kepala Majelis Pengembangan Pelayanan Keprofesian Psikiatri Dr. dr. Nurmiati Amir, SpKJ(K) mengatakan bahwa korban bencana gempa tersebut memerlukan upaya adaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. 

Jika hal itu tak dapat dilakukan maka akan timbul berbagai masalah kesehatan baru seperti stres, kecemasan, depresi, hingga gangguan jiwa berat.