Pembebasan Siti Aisyah, Politis atau Humanis?

Siti Aisyah bersiap memberikan keterangan setibanya di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Senin, 11 Maret 2019.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

VIVA – Tiga hari sudah Siti Aisyah menghirup udara bebas. Dua tahun terakhir dia ditahan di Malaysia karena menjadi pesakitan kasus pembunuhan Kim Jong-nam, saudara tiri pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un. Siti terancam hukuman mati. 

Pemerintah lantas menjelaskan jerih payah upaya melobi pembebasan Siti Aisyah. Namun ada tidaknya “melobi “ lalu dipersoalkan sebagian kalangan. Isu warga negara bebas dari ancaman hukuman mati tersebut bergeser dari sebuah isu humanis menjadi isu politis.

“She can leave now” ‘Dia bisa bebas sekarang’, merupakan kalimat pembebasan yang dibacakan oleh Hakim Pengadilan Shah Alam, Azmin Arifin pada Senin, 11 Maret 2019 lalu. Kalimat otoritas itu bak melepaskan belenggu status tersangka pembunuhan terhadap Siti Aisyah, warga Indonesia yang dituduh membunuh Kim Jong-nam awal tahun 2017 lalu di Bandara Internasional Kuala Lumpur, Malaysia.

Siti Aisyah pada hari kebebasannya langsung dipulangkan ke Tanah Air. Pada Senin petang dia sudah tiba di Jakarta dan bertemu dengan keluarganya. Siti mengisahkan perasaannya selama mendekam di tahanan di negeri orang. Dia tak menampik bahwa berita pembebasan dirinya memang sangat mengejutkan.

“Saya sempat berpikir bahwa hidup saya akan berakhir,” kata Siti Aisyah sebagaimana dikutip dari laman BBC, Rabu 13 Maret 2019.

Dalam perkara Siti Aisyah, hakim membebaskan dirinya karena jaksa penuntut menarik tuntutan. Diduga, tidak didapatkan cukup bukti untuk menjerat wanita yang sudah bertahun-tahun tinggal di Malaysia itu. Sementara di pengadilan, Jaksa Penuntut Umum Iskandar Ahmad memang tidak menyampaikan alasan pasti dan rinci pihaknya menarik tuntutan terhadap Siti. Mereka hanya menyebut bahwa tuntutan ditarik dan Siti Aisyah dipersilakan meninggalkan Malaysia, dikutip dari Business Times.

Sejak awal, baik Siti maupun salah satu warga Vietnam perempuan bernama Doan Thi Huong membantah melakukan pembunuhan terhadap Kim Jong-nam. Mereka mengaku diminta oleh seseorang bertampang oriental untuk mengoleskan sejenis bahan ke wajah Kim Jong-nam saat berada di bandara. Alasannya untuk kepentingan acara “mengerjai” atau prank dan mereka dibayar untuk melakukan hal itu.

Namun ternyata zat yang dioleskan itu belakangan diketahui adalah racun mematikan, racun saraf VX yang dalam waktu cepat menyebabkan Kim Jong-nam menemui ajal.

Dalam fakta persidangan terungkap bahwa memang ada empat orang dari Korea Utara yang masuk ke Malayia sebelum pembunuhan terjadi dan usai insiden itu, mereka langsung kabur meninggalkan Kuala Lumpur. Keempatnya sempat dijadikan tersangka namun tak terjangkau lagi karena mereka sudah lebih dini kembali ke Korut. 

Sempat beredar dugaan bahwa Kim Jong-nam memang mati atas mandat dari otoritas Korut karena selama ini, dia dan keluarganya memang disebut hidup bagai bersembunyi di negeri orang dan berpotensi dianggap ancaman oleh Kim Jong-un yang sedang berkuasa. Namun hal tersebut sudah pernah dibantah oleh Korea Utara.
 
Kini Siti Aisyah bebas. Lain halnya dengan Don Thi Huong, warga Vietnam yang masih ditahan di Malaysia dan lanjut menghadapi persidangan.