Menelisik Fakta-fakta Baru Kesaksian Bos Freeport

Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id - Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin memenuhi panggilan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis, 3 Desember 2015, kemarin. Mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) itu akhirnya memberikan kesaksian terkait dugaan pelanggaran kode etik Ketua DPR Setya Novanto.

Maroef yang mengenakan baju batik warna hijau itu datang sekitar pukul 13.25 WIB. Begitu tiba di ruang sidang MKD, Maroef lalu menyalami para anggota MKD.

Tingginya nilai pemberitaan atas kedatangan Maroef itu sempat membuat puluhan wartawan terlibat aksi saling dorong dengan aparat Pamdal. Namun kemudian, Maroef berhasil masuk ke dalam ruangan MKD, untuk menjalani sidang kedua tersebut.

Ketua MKD Surahman Hidayat lalu menanyakan kondisi kesehatan Maroef. Kemudian apakah ada tekanan dalam menghadiri sidang tersebut.

"Sehat dan tidak ada tekanan siapapun," kata pensiunan TNI AU itu.

Maroef pun tidak keberatan ketika Surahman menyatakan bahwa sidang dibuka dan terbuka untuk umum. Dia lantas menjalani sumpah.

"Bismillah, demi Allah, Wallahi, saya bersumpah sebagai saksi akan memberikan keterangan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya. Tidak lain dari yang sebenarnya," kata Maroef dituntun oleh Surahman.

Sebelum benar-benar memberikan kesempatan pada Maroef untuk menyampaikan keterangan, Surahman kembali menanyakan apakah dia siap sidang berjalan terbuka. "Siap," tegas Maroef.

Kronologi Pertemuan

Usai dipersilakan berbicara, Maroef lantas menuturkan kronologi pertemuannya dengan Setya Novanto pertengahan 2015 lalu. Dia mengklaim tak pernah berinisiatif menemui Novanto.

Justru sebaliknya, Novanto sudah berinisiatif ingin menemuinya sejak dahulu. Tepatnya sebelum menjadi ketua DPR.

"Saya masih aktif sebagai Wakil Kepala BIN, pernah ada permintaan, waktu belum Ketua DPR. Saya kalau tidak salah (Novanto) masih di Fraksi Golkar, minta ketemu dengan saya," kata Maroef.

Maroef menuturkan saat itu dia belum menjadi Presiden Direktur PT Freeport Indonesia. Namun, pertemuan itu akhirnya tidak terwujud.

Lalu pada Januari 2015, ia mendapatkan mandat, amanah menjabat posisi sebagai Presiden Direktur PT Freeport Indonesia. Ia lalu diminta menemui Setya Novanto yang sudah menjadi ketua DPR dan Luhut Binsar Pandjaitan yang saat ini sebagai kepala Staf Presiden.

"Permintaan itu datang dari salah satu Komisaris PT Freeport Indonesia, Marzuki Darusman," tuturnya.

Akhirnya, Maroef bertemu dengan Novanto untuk pertama kali pada  April 2015. Dilanjutkan pertemuan kedua pada 13 Mei 2015 di Hotel Ritz Carlton, dan pertemuan ketiga 8 Juni 2015 di tempat yang sama.

Sebelum menemui Novanto, Maroef mengungkapkan ia juga menemui pimpinan lembaga negara yang lain seperti Ketua DPD Irman Gusman, dan Ketua MPR Zulkifli Hasan.

Pertemuan lantas berlangsung di gedung dan di kantor masing-masing pimpinan baik Ketua DPD, MPR dan juga Ketua DPR sekitar bulan April. Pertemuan berjalan normal, dan berlangsung selama 30-40 menit. Salah satu pokok pembicaraan  mengenai investasi dan perpanjangan kontrak.

"Saya datang bersama staf, di ruang kerja masing-masing kecuali ketua DPR RI. Pada saat saya akan masuk. Salah seorang stafnya (Novanto), menyampaikan pada saya melalui Sespri saya, yang masuk nanti hanya Presdir saja," kata Maroef lagi.

Staf Freeport tidak boleh masuk ruangan ketua DPR. Ia pun masuk ke dalam dengan membawa sebuah bahan keterangan terkait Freeport. Beberapa waktu kemudian pertemuan pun selesai, dan Novanto menawarkan bertemu lagi.

"Pak Maroef kapan-kapan kita ketemu lagi, kita ngopi-ngopi. Saya katakan siap Pak. Saya menghromati ajakan beliau, katanya saya akan dikenalkan pada temannya," ujar Maroef yang kemudian pamit.



'Urusi' Bisnis Freeport

Selang beberapa waktu kemudian, sekitar awal Mei, ia mendapat SMS dari Novanto dengan isi singkat sekali. "Bisa saya call."

Maroef lantas menelepon Novanto. Dia sengaja tidak menjawab SMS itu dengan mengirim SMS balasan. Alasannya, ia menghormati pimpinan DPR.

"Dalam telepon Pak Novanto bertanya apa bisa kita ketemu. Kemudian, saya sampaikan baik Pak. Staf saya yang ngatur pelaksanaannya," katanya.

Staf Maroef pun melakukan komunikasi, merencakan pertemuan kedua. Kali ini, tempat ditentukan Novanto melalui stafnya. Maroef mengaku mengikuti permintaan itu. Pertemuan kedua akhirnya terjadi pada 13 Mei 2015, di Hotel Ritz Carlton, lantai 21, kawasan SCBD, Jakarta Selatan.

"Tanggal 13 Mei itu saya datang ke Hotel Ritz Carton, naik ke atas lantai 21. Harus pakai akses, staf saya Teddi berkomunikasi dengan ajudan ketua DPR agar tunggu di lobi supaya saya bisa naik (bersama)," kata Maroef.

Saat itu, Maroef mengaku datang terlambat, karena usai melakukan perjalanan ke Bandung. Dan ternyata ketika ia sampai di atas, masuk di salah satu ruangan pertemuan, meeting room, di dalam sudah ada seseorang yang lain, bersama-sama dengan Novanto yang kemudian diperkenalkan kepadanya.

"Ini kawan saya Pak Maroef. Ajak kenalan," ujar Maroef.

Maroef mengatakan, pertemuan itu berjalan sangat santai. Dia mengakui pembawaan Novanto dalam berkomuniaksi sangat humble. "Berjalan lebih kurang satu jam-an," tutur Maroef.

Dalam pertemuan kedua itu, Maroef mengungkapkan Novanto dan teman yang diketahui bernama Muhammad Riza Chalid mulai menyinggung soal berbisnis di Freeport.

"Pak, bagi kami, berbisnis di Freeport boleh, dan terbuka. Asal secara profesional, safety diutamakan," kata Maroef.

Selain itu, Maroef juga mengajukan sejumlah kriteria seperti spesifikasi, kriteria quality control, quantity control, lalu harga yang kompetitif. Sepanjang bisa dipenuhi dan fair, dia mempersilakan.

"Juga ada pembicaraan masalah smelter dan perpanjangan kontrak," lanjut Maroef.

Maroef juga menyebut, pertemuan itu membahas 6 kesepakatan bersama dengan pemerintah yang harus dipenuhi Freeport termasuk perpanjangan kontrak meski tidak begitu mendalam. Kemudian, mereka mengakhiri pembicaraan sampai di situ.

Tapi, karena sudah berbicara soal bisnis, Maroef pun mengatakan tentunya bisa berjalan kalau operasional Freeport bisa berlanjut. Sebab, tidak mungkin bisa berbisnis jika dalam waktu yang pendek, tidak produktif dan efisien.

Setelah selesai pertemuan, Maroef melakukan analisa secara pribadi. Insting-instingnya berjalan. Dia mempertanyakan kenapa pembahasan masalah di luar bisnis seperti masalah perpanjangan kontrak dibahas oleh ketua DPR RI dengan mengajak pengusaha.

"Kenapa tidak mengajak salah satu bagian dari kelengkapannya, Komisi VII? Bahkan Ketua Komisi VII mendampingi. Itu yang ada dalam analisas saya. Kenapa pengusaha itu ikut mendengarkan."

Waktu berlalu. Kemudian Maroef dihubungi lagi oleh Riza Chalid pada bulan Mei 2015. Riza memperkenalkan diri sebagai rekan Novanto. Pertemuan ketiga pun terjadi pada 8 Juni 2015, di Ritz Carlon, Pasific Place, SCBD, Jakarta, yang kemudian direkam dan transkripannya menyebar ke publik.

Motif Merekam

Maroef membenarkan validitas rekaman perbincangannya dengan Setya Novanto dan Riza Chalid yang diperdengarkan saat MKD memanggil Sudirman Said pada Rabu, 2 Desember 2015. Dia mengaku telah merekam perbincangan itu.

Upaya merekam karena ia bertanya-tanya kenapa diminta bertemu, dan yang datang dalam pertemuan tidak hanya Setya Novanto tapi juga Riza Chalid.

"Kalau bicara bisnis tidak apa-apa. Jadi ini tidak ada inisiatif siapapun, ini insiatif saya. Saya rekam. Saya berpikir saya perlu melakukan ini. Ini bagian dari nilai-nilai akuntabilitas saya bahwa, saya mendapat mandat dari perusahaan ini. Ada kecurigaan saya dari pertemuan ini," ujar Maroef saat memberikan keterangan.

Maroef mengaku tidak mengetahui apa yang akan berkembang dalam perbincangan dengan Ketua DPR dan seorang pengusaha, Riza Chalid. Tapi, berangkat dari kecurigaan pada pertemuan pertama dan kedua, Maroef tetap melakukan perekaman.

"Pada saat pembicaraan ringan, kemudian terjadilah pembicaraan-pembicaraan lebih lanjut seperti yang bapak-bapak dengar, rekaman itu, dan saya berikan. Dalam pembicaraan itu tidak ada dikurangi, persis, sama seperti yang diputar kemarin," kata Maroef.

Maroef juga mengakui melaporkan hasil pertemuan dengan Novanto dan Riza Chalid itu kepada Menteri ESDM Sudirman Said. Dia berdalih semua demi menjaga integritasnya, dan memenuhi permintaan Sudirman untuk melaporkan setiap perkembangan Freeport.

"Saya simpan rekaman tidak pada siapa-siapa, ini pekerjaan profesional saya. Saya hanya berikan kepada penanggung jawab sektor, menteri ESDM. Kalau saat itu Pak Menteri tak minta, saya tak berikan," katanya.

Selain itu, dia merasa perlu mempersiapkan bila terjadi hal-hal yang bisa merugikan dirinya. Sehingga, dia butuh perlindungan diri.

"Karena saya sendiri, mereka berdua. Bila ada hal-hal lain, bisa saya pertanggungjawabkan. Itu antisipasi saya," ujar Maroef.

Namun, Maroef menolak anggapan rekaman pembicaraan dengan Novanto itu dianggap sebagai sebuah jebakan. Dia keberatan jika disebut sebagai 'Jebakan Batman.' "Ini bukan mancing atau menjebak," kata dia.

Temuan-temuan

Selain bicara soal permintaan berbisnis di Freeport dari Novanto dan Riza, Maroef juga mengungkap sejumlah hal penting lainnya:

Pertama, pengusaha Riza Chalid mengatur pembagian saham untuk Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla sebesar 20 persen. 11 persen untuk Presiden dan 9 persen kepada Wapres, kompensasi lain yang diminta hydropower (PLTA).

Kedua, bicara mengenai langkah jika pemerintah tidak memperpanjang kontrak. Freeport akan mengajukan arbitrase internasional.

Ketiga, komitmen Freeport yaitu menanam Rp4 miliar untuk siapkan infrastruktur meski belum dapat perpanjangan kontrak.

Keempat, menyatakan rekaman yang diperdengarkan pada sidang pemeriksaan Sudirman Said adalah benar. Rekaman berdurasi 1 jam lebih itu membicarakan soal saham, Pilpres, Polri dan lainnya.

Kelima, rencana divestasi saham Freeport dari 9,36 menjadi 30 persen.

Keenam, tidak hanya menemui Setya Novanto, melainkan juga pimpinan lembaga negara lain seperti Ketua DPR Irman Gusman, dan Ketua MPR Zulkifli Hasan. Salah satu pokok pembicaraan mengenai investasi dan perpanjangan kontrak.

Kesaksian Maroef juga mengungkap nama baru yang memiliki peran signifikan dalam pertemuannya dengan Novanto yaitu Marzuki Darusman. Marzuki adalah mantan Jaksa Agung, pernah aktif di Partai Golkar dan kini menjabat sebagai Komisaris PT Freeport Indonesia. Maroef menyebut Marzukilah yang menyarankannya menemui Novanto dan Luhut.

Ketujuh, muncul dugaan perekaman pembicaraan dengan Novanto dan Riza Chalid adalah perbuatan melanggar hukum yaitu Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Terhadap ini, Maroef menyerahkan pada penegak hukum.


Kedelapan, Maroef mengenal Sudirman Said sejak 2011, saat Sudirman bekerja di Indika. Salah satu perusahan grup Indika adalah supplier Freeport. Saat itu, kapasitasnya sebagai wakil kepala BIN.

Kesembilan, proyek listrik di Timika, Papua.

Kesepuluh, Maroef mengakui Novanto dan Riza berusaha meyakinkannya bahwa mereka bisa menegosiasikan lebih lanjut mengenai masalah kontrak Freeport dengan Luhut.

'Lempar' ke Kejagung

Dalam persidangan itu, MKD meminta Maroef menyerahkan bukti rekaman asli. Namun, Maroef ternyata menyerahkannya ke Kejaksaan Agung setelah sebelumnya diperiksa oleh tim dari Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung.

"Saya sejak semalam sudah dimintai keterangan oleh Jampidsus, dilanjutkan pagi tadi HP yang saya pakai untuk merekam sudah diminta oleh tim Kejagung untuk pendalaman teknis," kata Maroef.

Maroef mengatakan HP itu sangat mudah dipakai untuk merekam dan saat ini sudah diambil. Namun, dia memastikan sudah mengopi isi rekaman itu.

"Masternya sudah dipinjam untuk pendalaman lebih lanjut dan surat undangan berita acara sudah saya terima dan rencananya malam nanti saya lanjut lagi," ujar Maroef.

Wakil Ketua MKD Junimart Girsang lantas mempertanyakan tindakan Maroef tersebut karena MKD membutuhkan bukti original termasuk isinya. Terlebih, Maroef tidak punya tanda terima penyerahan bukti.

"Tentu dari meja pimpinan dan dengan izin anggota, kami tetap meminta tanda terima itu. Caranya bagaimana, selama sidang berjalan silakan minta staf untuk mengambil ke Kejaksaan Agung," kata Junimart.

Sidang MKD akan dilanjutkan lagi pada hari Senin, 7 Desember 2015. Agenda resminya adalah memeriksa teradu yaitu Setya Novanto. Namun, MKD juga belum memeriksa sejumlah saksi seperti Muhammad Riza Chalid serta pihak-pihak terkait lainnya seperti Presiden Jokowi, Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan dan nama-nama besar lainnya.