Senjata Baru KPPU Jerat Honda-Yamaha

Honda BeAt eSP vs Yamaha Mio M3 125 CW
Sumber :
  • Blogotive.com

VIVA.co.id – Kasus dugaan kartel atau penetapan harga untuk membatasi kompetisi skuter matik (skutik) 110-125cc yang membelit dua raksasa otomotif sepeda motor, Honda-Yamaha di Indonesia, kini masuk babak baru. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melakukan agenda sidang pemeriksaan terhadap pabrikan lain, mulai dari Suzuki, TVS, hingga Kanzen. Kawasaki yang tak produksi skutik pun turut dihadirkan di persidangan.

Hal itu ditempuh KPPU demi mendapatkan informasi utuh seputar kenaikan harga skutik dari pabrikan-pabrikan kompetitor yang juga mencari peruntungan di Tanah Air. 

Sidang bergulir setelah KPPU menyeret Honda dan Yamaha dengan tudingan kartel, karena dianggap sekongkol memonopoli harga skutik 110-120cc. Dalam setahun, kedua merek itu bisa menaikkan harga hingga tiga kali. Hal ini dianggap merugikan konsumen, di mana publik seharusnya dinilai berkesempatan mendapatkan harga lebih murah dari yang dibelinya saat ini.

Dalam pekan ini, KPPU menggelar tiga kali sidang. Pada Senin, 3 Oktober 2016, KPPU memanggil Presiden Direktur PT TVS Motor Company Indonesia, Venkataraman Thiyagarajan, ke persidangan untuk memberikan kesaksian. Namun sidang sempat ditunda lantaran terkendala penerjemah.

Sidang lanjutan meminta kesaksian bos TVS kemudian dilanjutkan, Kamis 6 Oktober 2016. Satu hari sebelumnya, Rabu 5 Oktober 2016, KPPU memanggil Suzuki dan Kawasaki untuk memberi keterangan. Sementara Kanzen memilih absen dengan alasan mereka sudah setop produksi, sehingga tidak cukup pantas untuk memberi keterangan.

Menurut anggota tim investigator dari KPPU, Helmi Nurjamil, sidang pemeriksaan lanjutan dugaan kartel Honda dan Yamaha masih akan dilaksanakan sampai akhir November 2016. Dia enggan membeberkan, tim investigator akan menghadirkan saksi apa lagi selain dari pelaku industri otomotif. Setelah sebelumnya, timnya telah menghadirkan Ketua Umum Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), Gunadi Sindhuwinata.

"Ada saksi yang lain, tunggu saja kejutannya," kata Helmi.

Suzuki dan TVS kompak

Dalam persidangan, PT Suzuki Indomobil Sales (SIS) divisi roda dua, mengakui pihaknya belum dapat bersaing di segmen skutik. Penyebabnya, mereka masih kalah saing dengan kompetitor seperti Honda dan Yamaha yang rutin mengeluarkan pilihan tipe skutik tiap tahun.

Departement Head Marketing and Sales 2W PT SIS, Yohan Yahya, mengatakan, mulai tahun ini Suzuki bahkan sudah menyetop produksi skutik model Next karena kerasnya persaingan. Minat masyarakat yang rendah akan skutik Suzuki kemudian jadi penyebab jebloknya penjualan.

"Secara keseluruhan motor Suzuki kita mengalami penurunan. Dari 2005 penjualan kita masih 900 ribu unit dalam setahun. Tahun kemarin (hanya) 109 ribu," kata Yohan dalam persidangan di KPPU, Jakarta, Rabu 5 Oktober 2016.

Selain layanan purnajual yang terbatas, model desain sepeda motor juga turut berperan. Model yang dimiliki Suzuki diakui tak terlalu bersaing dengan kompetitor lainnya, sehingga secara otomatis peminat menurun. "Untuk develop satu motor butuh biaya yang besar. Akhirnya biaya besar dengan volume mengecil, kita tetap ketinggalan dengan merek lain," ujarnya.

Suzuki juga mengaku tak menaikkan harga jual skutiknya sebanyak tiga kali pada 2014 seperti yang dilakukan Yamaha dan Honda. Padahal, komponen lokal Suzuki juga sekira 90 persen, setidaknya kondisi itu sama dengan model-model kompetitor seperti Yamaha dan Honda.

Kendati demikian, Suzuki yakin Yamaha dan Honda tak lakukan kartel seperti apa yang dituduhkan KPPU dengan sejumlah bukti yang dimiliki. "Enggak ada lah. Kalau ada, dia (Honda-Yamaha) pasti disamakan, 50:50, itu baru ada kartel. Tapi kalau selisih penjualannya jauh dan yang satu makin turun, menurut saya enggak ada kartel," tutur dia.

Sementara Presiden Direktur PT TVS Motor Company Indonesia Venkataraman Thiyagarajan, menyatakan, mereka tak menaikkan harga skutiknya, Dazz, lebih dari satu kali dalam setahun. "Jadi, pada saat motor Dazz diluncurkan Juli 2013 dijual Rp9,9 juta, penetapan harga merupakan bagian strategi pemasaran," kata Venkataraman.

Venkataraman menjelaskan, TVS Dazz alami kenaikan pada 2014 sebesar Rp1 juta. Namun, kenaikan itu hanya sebanyak satu kali, berbeda dengan yang dilakukan Yamaha dan Honda dengan menaikkan harga motor matik sebanyak tiga kali dalam kurun waktu yang sama.

"Pada 2014, naik sebesar Rp1 juta, dan naik lagi 2015 sebesar Rp1 juta hingga menjadi Rp11,9 juta dan Januari 2016, naik sekitar Rp200 ribu hingga harganya saat ini Rp12,1 juta," ungkap dia.

Dari pabrikan “geng hijau” Kawasaki, Direktur Marketing PT Kawasaki Motor Indonesia (KMI), Toshio Kuwata, menyatakan mereknya tak ikut andil dalam euforia skutik yang terus digandrungi di Tanah Air. Meski peluang cukup besar dengan nama merek yang dikenal, mereka menyatakan akan fokus pada produksi motor-motor bermesin seperempat liter ke atas.

Kata Toshio, Kawasaki pernah menjual sepeda motor jenis skuter matik, yakni J125 dan J300. Namun, keduanya merupakan produksi Kymco dan tidak dipasarkan di Indonesia, melainkan di Eropa. Direktur Kawasaki, Marzal Tirtadirdja, menambahkan, pihaknya tak yakin Yamaha dan Honda menjalin kerja sama dalam menetapkan harga jual skutik 110-125cc di Indonesia. "Saya memandang itu persaingan. Saya tidak pernah melihat indikasi bahwa mereka melakukan kartel," kata Marzal.

Selanjutnya>>>Makin yakin kartel

Makin yakin kartel

Meski banyak pabrikan yang dihadirkan mulai dari Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) hingga asosiasi membela Honda dan Yamaha, namun KPPU berkeyakinan aroma kartel dua merek asal Jepang itu justru makin kuat.

Anggota tim investigasi KPPU, Helmi Nurjamil, menyatakan, pihaknya semakin yakin adanya praktik kartel dalam menentukan harga skutik 110-125cc yang dilakukan Yamaha dan Honda. Salah satu acuan yang menjadikannya yakin, menyusul kesaksian Suzuki dalam persidangan. Mereka yang setara dengan Honda dan Yamaha tak menaikkan harga skutiknya tiga kali pada 2014.

"Kita tahu upah itu sama di Indonesia, dan dia (Suzuki) materialnya 90 persen lokal. Seharusnya hal itu tidak jauh beda dengan pesaingnya, katakan market leader," kata Helmi.

Dia meyakini, memang ada persekongkolan antara Yamaha dan Honda dalam menentukan harga jual skutik di Tanah Air. Karena dari persidangan Suzuki, ketika komponen motor naik dan ada perubahan mata uang tak otomatis menaikkan harga motor.

"Kalau misalkan naik, naiknya bisa sendiri. Seperti Kawasaki sendiri, Suzuki sendiri. Kalau naiknya bareng kan terjawab sekali dan independen. Nah itu semakin menguatkan kita," ujarnya menambahkan.

Helmi pun menampik jika kebijakan menaikkan harga jual yang dilakukan Yamaha dan Honda lantaran alasan faktor eksternal di pasar otomotif, seperti melambungnya harga besi logam. Sehingga perlu menaikkan harga sebanyak lebih dari dua kali dalam satu tahun.

"Kalau naiknya itu lebih dari dua kali, pasti ada apa-apa. Kalau ada external shock taruhlah misalkan ada logam melambung tinggi, tapi masa sampai beberapa kali. Memang ada berapa banyak external shock di pasar,” kata dia.

Tim investigator berjanji bakal terang-terangan membuka persekongkolan kedua produsen dalam mengatur harga skutiknya. Bahkan, katanya, ada pabrikan yang menaikkan harga motor sebanyak lima kali pada periode 2013-2014.

"Ada dalam laporan dugaan kita, dalam satu tahun periode itu terjadi kenaikan. Kenaikannya di atas dua kali, jadi skutik ini banyak mereknya ya, bahkan satu merek ini ada sampai lima kali kenaikan," kata Helmi.

KPPU sejauh ini masih konsisten terhadap tudingannya bahwa ada praktik kartel yang dilakukan Yamaha dan Honda. Apalagi sejumlah produsen motor lainnya tak menaikkan harga meski ada beberapa yang mempengaruhi seperti komponen naik, perubahan mata uang dan naiknya upah buruh.

"Saksi-saksi bilang dia hanya sekali dan juga ada yang bilang minimal dua kali. Dari situ saja kita sudah melihat, oh betul pada dasarnya pasar ini stabil dan enggak bergejolak seperti apa yang dinyatakan mereka (Yamaha-Honda)," ungkapnya.

Helmi mengatakan, pihaknya ingin kasus dugaan kartel skutik segera terang benderang. Hal itu bertujuan untuk membuka mata masyarakat bahwa kenaikan harga motor lebih dari dua kali adalah tidak wajar, bahkan harga skutik yang dipatok Rp14 juta juga tidak sehat.

"Ketika mereka menaikkan bersamaan, konsumen berpikir ini dari sananya, karena yang banyak di pasar produk mereka. Karena pesaingnya juga sedikit masyarakat jadi enggak aware (peduli)," katanya.

Keyakinan KPPU dipertanyakan

Terkait pernyataan KPPU yang menyebut makin percaya jika adanya kartel, Assistant General Manager (GM) Marketing PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM), Mohammad Masykur, bersuara. Langkah Suzuki yang hanya menaikkan harga skutiknya satu kali pada 2014 dianggap merupakan pilihan tepat bagi mereka, begitu pun dengan TVS melalui Dazz.

Sementara Yamaha, kata dia, menaikkan harga memang sudah menjadi pilihan terakhir terkait naiknya biaya listrik, kenaikan harga BBM, sejumlah komponen, hingga biaya produksi. 

"Mereka (Suzuki) mempertimbangkan kalau harganya naik, penjualannya akan semakin turun. Listrik naik, BBM naik, harus ditanya kenapa Suzuki enggak naik. Kalau mereka menaikkan kan jadi enggak laku, jangan sampai mereka rugi dua kali. Kalau mereka menaikkan harga, mereka jadi enggak jualan," kata Masykur kepada VIVA.co.id. Kamis, 6 Oktober 2016.

Maka itu, Yamaha kemudian memilih menaikkan harga dengan cara bertahap sebanyak tiga kali pada 2014. Hal itu untuk menyiasati agar konsumen mereka tak kabur dengan penetapan harga jika sekaligus besar dilakukan. "Kalau kita naikkan sekaligus, konsumen pasti bertanya, 'kok banyak banget'."

Sementara itu, Deputy Head Corporate Communication PT Astra Honda Motor (AHM), Ahmad Muhibbudin, justru mempertanyakan mengapa KPPU mempermasalahkan jumlah kenaikan harga yang dilakukan produsen motor. 

"Kalau kartel harusnya naikin tiga kali semua kan ya? Kenapa beda-beda antar ATPM? Enggak wajarnya kenapa? Coba tanya KPPU, katanya bersepakat atur harga, kenapa ada yang sekali ada yang lebih dari sekali?" kata Muhib kepada VIVA.co.id.

Dikatakan strategi pengaturan harga antarperusahaan pada dasarnya berbeda-beda. Sehingga tak ada salahnya menaikkan harga lebih dari satu kali untuk produk mereka. 

"Enggak wajarnya di mana? KPPU harus jelaskan alasannya. Coba analisa juga kenaikan harga di industri mobil atau yang lain, properti, dan lain-lain. Kesamaan frekeuensi kenaikan harga tiap tahun tidak lantas bisa dijadikan alasan melakukan kartel."