Heboh FPI Dilatih TNI

Latihan bersama FPI dan TNI di Lebak Banten, Kamis (5/1/2017).
Sumber :
  • Yandi Deslatama/VIVA.co.id

VIVA.co.id – Front Pembela Islam kembali membetot perhatian. Foto latihan semi militer yang mereka unggah di media sosial membuat heboh. Foto yang menghebohkan itu diunggah oleh DPP FPI pada 6 Januari 2017. Bergambar anggota FPI memakai baju putih bersama anggota TNI dan diberi caption, “TNI dan FPI menggelar PPBN (Pelatihan Pendahuluan Bela Negara) serta tanam 10.000 pohon di Lebak Banten.”

Latihan yang digelar pada Kamis, 5 Januari 2017, di Kabupaten Lebak, Banten, itu melibatkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) FPI Banten. Latihan dipimpin langsung oleh anggota TNI sebagai mentornya.

Latihan itu rupanya berbuntut panjang. Istana mengklarifikasi hal ihwal itu kepada Pangdam Siliwangi. Hal itu juga menjadi polemik dan pro kontra para anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat juga turut menimpali.

Panglima Kodam III/Siliwangi, Mayor Jenderal Muhammad Herindra, mencopot Komandan Kodim (Dandim) 0603 Lebak, Banten, Letkol Czi Ubaidillah, karena dianggap telah melakukan kesalahan dengan menggelar kegiatan bela negara dengan ormas Front Pembela Islam (FPI).

"Yang dilakukan Kodim Lebak, khususnya Koramil Cipanas, itu tidak melalui SOP yang berlaku, maka Dandim Lebak saya copot," kata Mayjen Herindra saat ditemui di Alun-alun Barat Kota Serang, Senin, 9 Januari 2017.

Pangdam Siliwangi mengaku sudah mengantongi nama perwira menengah TNI AD yang akan mengisi jabatan Dandim 0603 Lebak. Bahkan, pelantikan Dandim Lebak yang baru akan digelar besok.

"Sementara SOP saja yang tidak ditaati (Dandim Lebak). Besok ada pelantikan pejabat yang baru, Letkol Safta,"  kata mantan Danjen Kopassus ini.

Dandim Dicopot

Setelah ramai menjadi perbincangan khalayak, TNI pun memberikan penjelasan. Menurut Letkol Arah M Desi Ariyanto, Kepala Penerangan Daerah Militer (Kapendam) III Siliwangi, latihan itu merupakan latihan bela negara.

"Bersama ini perlu disampaikan bahwa seluruh kegiatan latihan tersebut bukanlah latihan militer, tetapi latihan bela negara," kata dia, melalui pesan singkat, Minggu, 8 Januari 2017.

Berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilaksanakan oleh Kodam III/Siliwangi terhadap Dandim Lebak, ditemukan kesalahan prosedur, yaitu Dandim tidak lapor terlebih dahulu baik kepada Danrem maupun Pangdam III/Siliwangi sebelum menyelenggarakan kegiatan Bela Negara tersebut.

Prosedur yang seharusnya ditempuh yakni harus memperoleh persetujuan hierarki, yakni Dandim 06/03 Lebak terlebih dahulu harus melapor kepada Danrem 064/Maulana Yusuf, dan dilanjutkan ke Kodam III Siliwangi.

"Pangdam III Siliwangi memutuskan untuk memberikan sanksi kepada Dandim Lebak, yaitu dicopot dari jabatannya dan segera digantikan oleh pejabat yang baru," kata Letkol Desi.

Masalah Prosedural

Panglima Kodam III/Siliwangi, Mayor Jenderal TNI Muhammad Herindra, menegaskan pelatihan bela negara merupakan hak setiap warga negara, termasuk organisasi masyarakat. Tapi, bela negara yang dilatih oleh TNI ini pada dasarnya bagi mereka yang mencintai negaranya.

"Kalau ada ormas tidak pro Pancasila, (tidak) pro UUD 45, (tidak) pro Bhinneka Tunggal Ika, akan saya pertimbangkan itu (untuk melatih). Ormas manapun berhak membela negara, yang tidak pro NKRI tidak akan saya latih," kata Mayjen Herindra.

Menurut Herindra, TNI dengan sukarela akan memberikan pelatihan bela negara kepada warga negara atau kelompok masyarakat, yang dengan sadar mencintai negaranya dan ingin bersama TNI mempertahankan NKRI dari ancaman kedaulatan.

"Untuk belajar (bela) negara bisa dilakukan setiap warga negara, termasuk LSM. Tentunya LSM yang pro NKRI, pro Pancasila, pro UUD 45, pro Bhinneka Tunggal Ika, itu yang akan kita latih," kata mantan Komandan Jenderal Kopassus itu.

Apa saja materi pelatihan bela negara itu? Pangdam Siliwangi kemudian membeberkan isi materi pelatihan Bela Negara yang melibatkan Kodim Lebak dengan Front Pembela Islam (FPI). Menurut Herindra, materi latihan tak hanya berisi pelatihan fisik semata.

"Materi bela negara, wawasan kebangsaan, dan Pancasila," kata Herindra.

Pangdam Siliwangi menceritakan bahwa lokasi pelatihan bela negara yang dilakukan FPI bersama TNI berada di salah satu pondok pesantren. Namun pihaknya enggan menjelaskan lebih lanjut.

"Iya betul (dilakukan di pesantren). Kalau itu nanti biar kepolisian yang menjelaskan (ada anggota FPI di pesantren)," tegasnya.

Istana Klarifikasi

Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengaku telah mengklarifikasi kepada Pangdam Siliwangi terhadap pelatihan bela negara oleh Koramil TNI Lebak Banten. Menurut Pramono, Danramil sudah melaporkan kepada Dandim yang merupakan atasannya. Namun, tidak diteruskan ke atas, sehingga oleh Pangdam, Dandim dipecat.

"Sehingga, dengan demikian, persoalan ini tentunya menjadi pelajaran pengalaman berharga bagi siapa pun yang ingin mengadakan acara-acara seperti itu," kata Pramono, ditemui di kantornya, Jakarta, Senin 9 Januari 2016.

Dengan kejadian ini, pihak-pihak terkait diminta tidak mengambil keputusan yang melampaui apa yang digariskan. Apalagi, Presiden Joko Widodo sudah memutuskan rumusannya.

"Presiden sudah memutuskan, yang berkaitan dengan bela negara, nanti rumusannya itu dilakukan Wantannas (Dewan Ketahanan Nasional). Sehingga, tidak ada lagi overlapping pelaksanaan bela negara," jelas politisi senior PDI Perjuangan itu.

Tugas bela negara akan diatur lebih jelas oleh Wantanas. Peraturan Presiden mengenai itu sudah disiapkan juga. "Perpres sudah dipersiapkan untuk bela negara itu menjadi domain Wantanas. Jadi, nanti saja. Wantannas yang tentunya akan menjawab itu," ujarnya.

Pencopotan Dandim Dipersoalkan

Sementara itu, Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, mempertanyakan soal prosedur bela negara. Menurutnya, aturan tersebut penting dijelaskan, setelah pencopotan Letkol Czi Ubaidillah selaku Komandan Daerah Militer, atau Dandim 06/03 Lebak, Banten oleh Pangdam III Siliwangi, karena dianggap melatih anggota Front Pembela Islam dalam konteks bela negara.

"Penting untuk menyosialisasikan prosedur pelatihan bela negara itu. Ini jadi masalah, karena Undang Undang tentang bela negara itu sendiri belum dibuat. Perintah tentang bela negara memang ada di UUD, tetapi itu harus ditindaklanjuti dalam UU," kata Hidayat di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin 9 Januari 2017.

Hidayat menjelaskan, Komisi I DPR sudah berkali-kali mengusulkan, agar menteri pertahanan membuat undang undang tersebut, sehingga jelas prosedurnya, pihak yang terlibat, dan yang menjadi pelaksana. Dia berpendapat, bela negara sebagai kewajiban seluruh warga negara Indonesia. Hal tersebut juga berlaku bagi anggota ormas, termasuk FPI.

"Karena, FPI sebagai organisasi formal resmi di Indonesia dan sah. Bahkan, harus diajak, penting diajak, karena FPI bagian dari realita ormas di Indonesia yang sangat pro dengan Indonesia. FPI itu sangat mendukung NKRI, jangan lupa itu," kata dia.

Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon menyesalkan pencopotan Letkol Czi, Ubaidillah dari jabatannya sebagai Komandan Daerah Militer, atau Dandim 06/03 Lebak, Banten oleh Pangdam III Siliwangi, karena dianggap tidak prosedural saat menggelar pelatihan bela negara Front Pembela Islam.

"Ini menurut saya, juga mestinya tidak perlu seperti itu," kata Fadli di gedung DPR RI, Jakarta, Senin 9 Januari 2017.

Politikus Partai Gerindra ini menjelaskan, semua warga negara Indonesia berhak mengikuti pendidikan bela negara. Tak terkecuali, organisasi kemasyarakatan (Ormas).

"Bahkan, itu kan bagus, semakin banyak orang dilatih bela negara dari mana pun latar belakangnya, selama dia punya komitmen terhadap NKRI, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika dll, saya kira ini berarti satu hal sangat positif. Justru, harus dikembangkan," paparnya.

Fadli mengingatkan, bela negara harus dilihat dari preventif yang luas. Sehingga, tidak terkotak-kotak. Selain itu, menurutnya, bela negara bukan hal yang baru, bahkan untuk negara-negara maju sekali pun. Bahkan, negara maju mempunyai regulasi yang lebih ketat seperti wajib militer.

"Di negara lain, ada national services, wajib militer, dan semacamnya. Tetapi, kita belum mengarah ke sana, walau wacana sudah lama. Di kita belum diatur, mungkin ada baiknya ke depan ada regulasi yang lebih kuat. Tetapi, harus dikaji secara mendalam, karena itu butuh biaya yang besar, sementara dana kita terbatas," katanya.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai bahwa seharusnya tidak ada yang perlu dipermasalahkan dengan latihan bersama itu.

"Kalau enggak dilatih bela negara, bela siapa dong? Masak suruh dilatih bela Ahok. Kan sebetulnya sekarang ini ada kepentingan bagi kita untuk memiliki pedoman-pedoman standar di dalam kesadaran bela negara," kata Fahri sambil tertawa ketika ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 9 Januari 2016.

Fahri mengatakan pada saat ini ada kurikulum pelajaran kewarganegaraan. Namun Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengakui bahwa pelajaran itu kurang tersosialisasi dengan baik.

"Jadi kalau ada kelompok sipil yang committed dengan negara kesatuan dan juga ingin committed artinya dia ingin dilatih wawasan jadi bagian dari negara kesatuan, bagaimana jadi pembela negara, bagaimana jadi patriot, ya harus dilatih, dia harus membela negara," lanjut Fahri.

Fahri menyayangkan apabila pencopotan Dandim Lebak Letkol Czi Ubaidillah dilakukan karena alasan menggelar latihan bersama FPI. Menurutnya, jika ada permintaan masyarakat untuk dilatih, maka hal itu tidak perlu ditolak.

"Apa pun TNI, kalau ada permintaan di masyarakat ingin dilatih, keterampilan bela negara kah, ya harus (dilatih) kan gagah kalau FPI cium merah putih kan," kata Fahri.

Sementara itu, Ketua Setara Institute Hendardi menilai pencopotan Dandim Lebak oleh Pangdam III Siliwangi, Mayjen M Herindra, merupakan kebijakan tepat. Alasannya, yang bersangkutan telah bertindak tidak disiplin dengan menggelar kegiatan bela negara bersama Front Pembela Islam.

"Langkah ini diharapkan memberi pembelajaran satuan-satuan lain di TNI untuk tidak berpolitik di tengah ancaman atas kemajemukan dan kontroversi FPI," kata Hendardi dalam keterangan tertulis yang diterima VIVA.co.id di Jakarta, Senin, 9 Januari 2017.

Menurut Hendardi, seharusnya TNI menjaga jarak dengan kelompok intoleran yang destruktif pada kebhinekaan dan justru mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dia pun menduga ada yang tidak beres di internal TNI yang dikenal sebagai organisasi dengan garis komando dan terstruktur paling solid di negeri ini.

"Tindakan di luar kendali atasan, biasanya menggambarkan ada masalah di tubuh TNI," ujarnya.

Hendardi menambahkan, dalam situasi semacam ini, Presiden Jokowi tidak perlu bertaruh dengan tindakan-tindakan TNI yang kontraproduktif dengan agenda kepresidenan, meskipun tampak kecil di permukaan.

Oleh karena itu, dia meminta Jokowi melakukan evaluasi dan meminta pertanggungjawaban komprehensif atas program bela negara yang hampir dua dua tahun dijalankan oleh Kementerian Pertahanan dan TNI.

"Yang dibiayai dengan uang negara, pajak rakyat, tapi belum tampak output jelas," lanjut dia.

(ren)