Setelah Perppu Ormas Bubarkan HTI

Sekretariat ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Rosa Panggabean

VIVA.co.id – Setelah lebih dari 30 tahun bersemayam, terhitung Rabu, 19 Juli 2017, pemerintah akhirnya resmi membubarkan organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Lewat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 yang merupakan perubahan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, HTI pun 'dimatikan' tanpa harus sempat melakukan pembelaan.

"Kan sudah disampaikan bahwa pemerintah mengkaji lama, mengamati lama dan juga masukan dari banyak kalangan," ujar Presiden Joko Widodo menjawab keputusan pemerintahnya membubarkan HTI.

Diakui, isu pembubaran ormas yang dinilai anti-Pancasila itu memang telah menguat sejak 2016 ke permukaan. Namun, memang saat itu, pemerintah masih terkesan belum menyebut HTI sebagai ormas anti-Pancasila.

"Saya tak bisa sebut, tapi adalah (ormas anti-Pancasila). Ini bahaya," kata Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, tahun lalu.

Lalu, bersamaan dengan itu juga, kemudian pemerintah mulai serius dengan sebuah payung hukum yang lebih kuat ketimbang untuk memberangus ormas anti-Pancasila.

"Kami tidak main-main terhadap kelompok atau perorangan yang anti-Pancasila," ujar Tjahjo di Purwakarta, Mei 2016.

Proses itu pun berakhir pada setahun kemudian, lewat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 yang ditandatangani Jokowi pada 10 Juli 2017, payung hukum itu pun muncul.

Perppu yang diklaim penyempurnaan UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas ini pun akhirnya menjadi landasan pemerintah untuk ‘menyuntik mati’ ormas yang bertentangan dengan Pancasila.

Ini menjadi kali kedua perppu yang diterbitkan Jokowi sepanjang 2017. Pertama, yakni Perppu Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan, yang memberikan kewenangan pemerintah mengakses informasi keuangan terhadap lembaga jasa di sektor perbankan pasar modal, perasuransian, dan lembaga jasa keuangan lain tanpa seizin Menteri Keuangan dan Bank Indonesia (BI).

Dan sebagai awal mula, ormas Hizbut Tahrir Indonesia yang selama ini memang sudah menjadi sorotan akhirnya menjadi 'tumbal' dari perppu itu.

Hanya berkelang sepekan dari tanggal Perppu Ormas ditandatangani Presiden Jokowi, pemerintah pun langsung mengumumkan mencabut izin pendirian HTI kepada publik.

Badan hukum HTI yang sebelumnya diterbitkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI dengan nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 pun akhirnya dicabut.

"Untuk merawat eksistensi Pancasila sebagai ideologi, UUD 1945 dan keutuhan NKRI," ujar Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkum dan HAM Freddy Haris menjelaskan alasan pencabutan izin HTI, Rabu, 19 Juli 2017.

Selanjutnya, Jalan Pintas?

Jalan Pintas?

Upaya untuk membubarkan HTI lewat Perppu Ormas dinilai sebagian politikus sebagai upaya jalan pintas. "Ini salah satu bypass (jalan pintas) pemerintah," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera, Aboe Bakar Alhabsyi.

Ia memang memprotes keras sikap pemerintah soal HTI. Menurut Aboe, seharusnya jika pun pemerintah ingin menindak ormas anti-Pancasila, penyelesaiannya harus dilakukan dengan cara pembinaan yang demokratis atau bukanlah pembubaran paksa.

"Kami tidak ingin cara yang kasar seperti ini," ujarnya.

Juru bicara HTI Muhammad Ismail Yusanto bahkan secara terbuka langsung menyebut perppu tersebut sebagai gaya diktator ala pemerintah.

"Perppu ini mengandung sejumlah poin yang bakal membawa negeri ini kepada rezim diktator yang represif dan otoriter," katanya.

Sejumlah poin itu, kata Yusanto, seperti penghilangan proses pengadilan dalam mekanisme pembubaran ormas dan penyebaran paham lain.

Dan terakhir adanya ketentuan untuk memidanakan anggota dan pengurus ormas yang dianggap bertentangan. "Ini berpotensi dimaknai secara sepihak untuk menindas pihak lain," ujarnya.

FOTO: Yusril Ihza Mahendra, kuasa hukum Hizbut Tahrir Indonesia

Serupa disampaikan oleh Yusril Ihza Mahendra, ahli hukum yang kini didapuk menjadi kuasa hukum HTI ini bahkan mengaitkan Perppu Ormas itu sebagai sebuah bentuk kemunduran demokrasi.

Tak cuma itu, penerbitannya pun seolah mengangkangi prinsip negara hukum yang menjamin kebebasan berserikat dalam UUD 1945. Yusril juga menyoroti dalih 'mendesak' pemerintah soal perppu tersebut.

Sebab, alasan kemendesakan seperti kondisi genting memaksa terkait Pancasila, lalu karena UU sebelumnya tidak memadai dan terakhir karena proses yang lama di DPR untuk menyusun perundangan, dianggap Yusril tak layak menjadi alasan.

"Ini adalah sebuah kemunduran dari demokrasi di Tanah Air," ujar Yusril.

Selanjutnya, Atur Strategi

Atur Strategi

Di luar itu, kini mau tak mau harus diakui Perppu Ormas memang 'sakti'. HTI yang menjadi tumbal pertama kini seperti tak bisa berkutik.

Perlawanan mereka yang sedianya direncanakan lewat Mahkamah Konstitusi bahkan terpaksa gugur lantaran perppu lebih dahulu ditandatangani Presiden.

Dengan itu, HTI pun akhirnya tak memiliki status hukum atau dengan kata lain HTI bukan lagi subjek yang bisa mengajukan permohonan pengujian UU ke MK.

Yusril sang kuasa hukum pun terpaksa memutar strategi dengan cara mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), agar keputusan pencabutan badan hukum HTI bisa digugurkan.

"Kami sadar posisi kami lemah berhadapan dengan pemerintah. Namun, kami tidak menyerah. Kediktatoran jangan diberi tempat di negeri ini," ujarnya.

Apa pun itu, tentunya nasib serupa bisa menyasar ke ormas lain yang mungkin kini sudah masuk dalam catatan pemerintah.

FOTO: Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mengumumkan penerbitan Perppu Ormas Nomor 2 Tahun 2017

Jubir HTI Yusanto bahkan memprediksi ada ormas lain yang akan bernasib sama seperti mereka. Meski tak menyebut siapa saja ormas itu, Yusanto meyakini bahwa hal itu akan terjadi setelah HTI dibubarkan. "Ada enam ormas lagi yang berpotensi dibubarkan," ujarnya.

Secara prinsip, dengan Perppu Ormas ini memang memberi kekuatan lebih kepada pemerintah. Jadi sangat maklum kalau kini bisa saja pemerintah membubarkan ormas dari sebanyak 254.633 ormas yang terdaftar di Kemendagri.

Kewenangan pembubaran menjadi ranahnya pemerintah, dengan kata kuncinya adalah organisasi yang dilarang adalah mereka yang menggunakan ajaran-ajaran lain yang dipahami pemerintah sebagai pembangkangan.

"Sejarah Indonesia membuktikan bahwa ajaran-ajaran lain juga bisa menggantikan dan bertentangan dengan Pancasila," ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan  Wiranto.

Karena itu, yang pasti kini, Perppu Ormas telah membuat banyak lembaga jadi tidur tak nyenyak dan mulai mengurangi aktivitas mereka. Namun demikian, di sisi lain, 'pemberangusan' ormas anti-Pancasila sejatinya tetap hanya menyentuh secara fisik, namun tidak ke ideologi mereka.

Ideologi tetap akan bersemayam dan kemudian berubah wujud dalam waktu singkat. "Pembubaran (ormas) akan nisbi karena itu berkaitan dengan ideologi. Ormasnya bisa berganti nama," ujar Syaiful Bakhri, Ketua Bidang Hukum dan HAM Muhammadiyah.