Mengembalikan Muruah Petani Indonesia

Petani menanam padi di areal sawah desa Pabean Udik, Indramayu, Jawa Barat.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Dedhez Anggara

VIVA.co.id – "Lulusan pertanian, kok, kerja di bank. Direktur BUMN banyak dari IPB. Terus, yang jadi petani siapa?"

Itulah kritikan Presiden Joko Widodo dalam Dies Natalis Institut Pertanian Bogor ke-54 di Bogor, Jawa Barat, awal September lalu.

Menurut Jokowi, banyak lulusan IPB bekerja di bidang yang bukan keahlian akademik mereka setelah menyelesaikan pendidikan. Padahal, kata Jokowi, keahlian mereka di bidang pertanian sangat dibutuhkan di Indonesia yang merupakan negara agraris.

Memang, profesi petani kian jauh ditinggalkan. Petani, di mata para pemuda masa kini, bukanlah profesi yang menjanjikan. Pemerintah harus memutar otak mengembalikan muruah (kehormatan/harga diri) petani agar tidak ditinggalkan.

Selain itu, paradigma budaya pertanian menggunakan lahan (on farm) juga dinilai harus diubah mengingat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pertanian.

"Karena ini lah kunci bagaimana nilai tukar petani itu bisa bertambah. Siapa yang bisa menyiapkan aplikasi (teknologi informasi) modern, manajemen penggilingan padi yang modern selain saudara-saudara semuanya?" ujar mantan Gubernur DKI Jakarta ini, mengingatkan.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia kemudian melakukan riset. Hasilnya mencengangkan. Petani Indonesia tak lama lagi akan 'punah'. Karena, saat ini rata-rata usia petani nasional mayoritas berumur 45 tahun ke atas.

Berdasarkan riset Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, rata-rata usia petani di tiga desa pertanian padi di tiga kabupaten di Jawa Tengah mencapai 52 tahun.

Ketiga wilayah tersebut yaitu Sragen, Klaten, dan Sukoharjo. Masing-masing kabupaten diwakili oleh 50 kepala keluarga, sehingga terdapat 150 kepala keluarga yang diriset oleh LIPI.

Selanjutnya, Petani Gurem