Fakta di Balik Keputusan Larangan Mudik Lebaran

Ilustrasi Kendaraan mudik lebaran (foto/viva)
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Selasa 21 April 2020, pemerintah akhirnya memutuskan untuk melarang masyarakat melaksanakan tradisi mudik lebaran tahun 2020 ini. Larangan mudik ini diberlakukan untuk semua kalangan sebagai bentuk dari pemutusan mata rantai penyebaran virus COVID-19 di tanah air.

Keputusan ini, sempat jadi polemik. Bahkan awalnya, pemerintah tidak mempermasalahkan masyarakat untuk mudik pada akhir Maret lalu, dengan imbauan masyarakat masyarakat yang mudik melaksanakan protokol keamanan dengan metode yang benar agar tidak menularkan atau tertular virus corona.

"Tidak apa-apa," kata Juru Bicara Penanganan COVID-19, Achamad Yurianto soal pulang kampung pada 26 Maret 2020 melalui siaran BNPB.

Belakangan, informasi seputar larangan mudik ini berkembang, mengingat jumlah penderita COVID-19 di Indonesia terus bertambah. Data 22 April 2020, jumlah kasus positif virus corona sudah mencapai 7.418 orang, bertambah 283 orang. Untuk memutus mata rantai penyebaran dan penularan virus ini, berikut deretan info seputar larangan mudik 2020.

Mudik sempat dibolehkan

Akhir Maret lalu tepatnya Kamis, 26 Maret 2020, Juru Bicara COVID-19, Achmad Yurianto mengatakan bahwa masyarakat yang mudik harus tetap melaksanakan metode yang benar sehingga tidak menularkan atau tertular virus corona.

"Tidak apa-apa," kata Yuri soal mudik.

Namun Yurianto mengatakan, pemerintah mengingatkan masyarakat yang pulang kampung agar tetap melakukan physical distancing satu sama lain untuk mencegah risiko penularan COVID-19.

"Ya jangan dekat-dekat, physical distance itu pondasi dasarnya. Pondasi ini harus tetap dijaga karena tidak ada jaminan untuk daerah yang terjangkit virus corona ini tidak memiliki risiko penularan COVID-19," kata dia.

Sehari setelahnya atau pada Jumat 27 Maret Yurianto meminta masyarakat tidak pulang ke kampung halaman atau mudik lebaran. Dia menjelaskan ketika mudik penularan virus corona bisa saja terjadi.

Dia mengatakan, dalam satu kendaraan ketika mudik, seseorang berisiko menularkan virus corona pada anggota keluarga lantaran jarak duduk yang berdekatan dalam satu mobil. Tidak hanya menulari anggota keluarga dekat di kendaraan, saat tiba di kampung halaman, seseorang juga berisiko membawa virus tersebut. Untuk itu, sangat rentan bagi masyarakat melalukan mudik karena bisa memperluas kemungkinan penularan.

Inpres Mudik Lebaran

Tiga hari setelah adanya imbauan untuk tidak mudik, atau tepatnya Senin 30 Maret 2020 lalu, pemerintah melalui Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman mengatakan pemerintah tengah menyiapkan Peraturan Presiden (Perpres) dan Instruksi Presiden (Inpres) sebagai dasar hukum pengaturan mudik lebaran Hari Raya Idul Fitri untuk mencegah penyebaran COVID-19.

"Kebijakan ini adalah untuk memutus mata rantai persebaran virus korona," kata Fadjroel lewat keterangan tertulisnya pada Senin, 30 Maret 2020.

Alasan presiden larang mudik

Selasa 21 April 2020 lalu, presiden Joko Widodo memutuskan untuk melarang masyarakat mudik lebaran. Tidak hanya kalangan ASN, TNI-Polri dan pegawai BUMN saja, tapi untuk seluruh kalangan yang berada di wilayah Jabodetabek, wilayah-wilayah pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB, dan juga wilayah yang masuk zona merah virus corona.

Keputusan larangan mudik ini, kata Presiden Jokowi merupakan hasil kajian ilmiah yang dilakukan oleh pemerintah. Setelah melihat, sangat banyak warga yang tetap bersikukuh mudik di tengah-tengah penyebaran

Pemerintah juga memutuskan pelarangan mudik ini, karena bantuan-bantuan untuk masyarakat bisa bertahan di Jabodetabek, sudah mulai disalurkan. Dengan begitu kekhawatiran akan kekurangan pangan, bisa diatasi.

Ada Sanksi

Larangan mudik ini akan efektif diberlakukan pada 24 April 2020, untuk masyarakat di wilayah Jabodetabek, wilayah-wilayah pemberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB, dan juga wilayah yang masuk zona merah virus corona.

Kementerian Perhubungan menjelaskan, telah menyiapkan sanksi bagi masyarakat yang tetap nekat mudik lebaran, selama diberlakukan masa pembatasan sosial berskala besar atau PSBB. Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi menyatakan, sanksi tersebut mengacu pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

"Sanksi yang paling ringan bisa dengan dikembalikan saja kendaraan tersebut untuk tidak melanjutkan perjalanan mudik,” kata dia melalui keterangan resmi.

Sementara itu, Direktur Lalu Lintas Perhubungan Darat Kemenhub, Sigit Irfansyah, juga menjelaskan akan ada sanksi tegas bagi masyarakat yang tetap nekat mudik.

“Kalau sanksi yang sekarang itu, 24 April sampai 7 Mei, putar balik. Apakah nanti dibutuhkan sanksi yang tegas? Kalau nanti sampai 7 Mei banyak orang yang maksa keluar dari wilayah PSBB, tentu akan ada sanksi tegas,” kata dia.