Mudik di Desa Penari

Pemudik. Foto: dokumen pribadi
Sumber :
  • vstory

VIVA - Film KKN di Desa Penari yang terinspirasi dari cerita horor dengan judul yang sama sudah ditonton dua juta orang hanya dalam waktu enam hari. Tepatnya 2.010.137 penonton. Kisah ini sebelumnya viral di media sosial. Menceritakan kegiatan kuliah kerja nyata (KKN) sejumlah mahasiswa di daerah Jawa Timur dengan beberapa kejadian mistis.

Pentingnya Sensus Pertanian 2023

Capaian ini melampaui film Kukira Kau Rumah yang ditonton 2.018.357 orang dalam dua pekan. Film KKN di Desa Penari menjadi rekor baru film terlaris setelah pandemi. 

Selain rekor dalam dunia layar lebar, tahun ini (2022) peningkatan juga terjadi saat mudik lebaran. Ada 1,7 juta kendaraan yang bergerak menuju Merak (barat), Puncak (selatan), serta Trans Jawa dan Bandung (timur) yang bertolak dari wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi.

Perbaikan Tol Trans Sumatera Rampung, KSP: Mudik Lebaran jadi Nyaman

Menurut Dwimawan Heru yang menjabat sebagai  Corporate Communication and Community Development Group Head PT Jasa Marga Tbk, Mengutip dari Antara, Selasa (3/5), menyampaikan bahwa angka tersebut naik 9,5 persen jika dibandingkan dengan tahun  2019.

Pun di Pelabuhan Merak, terjadi peningkatan sebesar 48 persen, juga 3 persen di Bandara Soekarno-Hatta. Adita Irawati, Juru Bicara Kementerian Perhubungan, menjelaskan bahwa berdasarkan data dari PT ASDP Indonesia Ferry, ada 155.812 penumpang melewati selat Sunda melalui pelabuhan Merak dan 141 ribu penumpang yang terbang dengan berbagai maskapai dari dari Bandara Soekarno-Hatta. Arus pergerakan kendaraan dan penumpang melalui jalur laut, udara dan darat tersebut semuanya memiliki tujuan yang sama, mudik.

Catat, Ini Jadwal Penjualan Tiket Kereta Api Periode Idul Fitri 2022

Mudik sudah menjadi bagian dari perayaan lebaran. Tiga sampai dua hari menjelang lebaran, Jakarta dan kota-kota satelitnya lenggang, berbondong ditinggalkan. Warga urban secara kolosal menempuh perjalanan panjang menuju kampung halaman, desa.

Dalam bahasa Sanskerta, desa memiliki makna tanah kelahiran. Asal katanya adalah "dhesi". Maka, dari sini terjawab sudah mengapa sebagian besar pemudik pulang ke desa. Sebagai tanah kelahiran, desa, tentu saja mempunyai ragam keistimewaan baik personal maupun komunal. Di sana, berjuta kenangan dan tonggak perjalanan hidup dimulai. Sehingga momentum mudik biasanya dijadikan kontemplasi sekaligus napak tilas.

Ternyata, desa tidak hanya memproduksi memori. Desa, menurut Icuk Rangga Bawono dalam bukunya, Optimalisai Potensi Desa di Indonesia, menyebutkan bahwa desa menjadi semacam hinterland, di mana desa biasanya lebih banyak memproduksi dibanding mengonsumsi. Sering kali kita mendapatkan banyak pasokan kebutuhan untuk perkotaan yang datang dari desa. Seperti layaknya bahan pangan, kopi, bahan kerajinan tangan, kayu untuk kebutuhan rumah hingga hal kecil seperti cabai dan bawang. Singkatnya, desa adalah tempat produksi bahan pangan. Seperti apa yang dicirikan oleh Paul Henry Landis, pakar sosiologi pedesaan bahwa cara berusaha (ekonomi) yang paling umum dilakukan di desa yaitu pada sektor pertanian, yang sangat dipengaruhi oleh kondisi alam sekitar, seperti iklim, keadaaan alam.

Namun, potensi ekonomi sektor pertanian di desa yang besar itu tidak cukup kuat menarik minat terutama generasi muda untuk tetap tinggal di desa. Padahal, pada kurun 2020-2030, Indonesia mulai memasuki masa bonus demograf di mana, ada 70 persen usia produktif (15-65 tahun), sisanya usia nonproduktif (< 5>65 th) sebanyak 30 persen. Tentu, bonus tersebut akan menjadi kekuatan baru dengan syarat disertai penyiapan SDM generasi muda yang berkualitas dan fasilitasi lapangan kerja terutama yang nantinya akan terjun di sektor pertanian. Karena biasanya, desa akan ditinggalkan oleh generasi muda yang sudah mengenyam pendidikan (well educated). Dan ini menjadi fenomena di mana-mana. Mereka menjadi pemburu pekerjaan yang memberikan garansi penghasilan menjanjikan yang banyak ditawarkan di perkotaan. Sehingga gelombang urbanisasi yang menjadi bagian lain dari paska lebaran tak terelakan.

Jika tidak ditangani dengan melibatkan banyak pihak, urbanisasi akan menjadi ancaman bagi kelangsungan sektor pertanian terlebih di masa pemulihan pandemi. Walaupun selama dua tahun pandemi sektor pertanian mampu bertahan, menjadi penyelamat ekonomi  bahkan sektor pertanian menjadi pilihan utama bagi korban pemutusan hubungan kerja (PHK). Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), tenaga kerja sektor pertanian meningkat dari 27,53% di 2019 menjadi 29,76% di 2020.

Sektor pertanian sebetulnya sangat potensial untuk menekan laju urbanisasi. Selama ini, generasi muda enggan dan tidak begitu tertarik untuk bertani sebagaimana yang digeluti oleh hampir sebagaian besar orang tua mereka, di antaranya, dikarenakan kecilnya peluang untuk naik kelas, mendapatkan kesejahteraan dari pekerjaan ini. Mensiasatinya, Kementerian Pertanian (Kementan) telah menerapkan bertani yang modern dan efisien dengan sentuhan  teknologi serta cara kerja kolaboratif integratif. Bahkan untuk komoditas dan wilayah tertentu, digitalisasi mulai dari proses pra-produksi, produksi dan panen hingga distribusi sudah dilakukan.

Selain upaya dan dukungan agar generasi muda kembali ke desa untuk terjun di sektor pertanian sudah ditawarkan oleh Kementan,  harapannya, hal yang serupa juga dilakukan oleh pihak lain sehingga desa menjadi episentrum pembangunan, seperti Desa Penari.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya
Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.