Terungkap, Faktor Pemicu Risiko Cedera Pebulutangkis Putri

Adrianti Firdasari Cedera
Sumber :
  • VIVAnews/Fernando Randy

VIVA.co.id – Prestasi sektor putri skuat bulutangkis Indonesia, terus menjadi perhatian pencinta olahraga nasional. Hal ini melainkan, karena kian terpuruknya pencapaian para Srikandi Nusantara di persaingan global.

Dan, salah satu faktor yang kerap menghantui adalah banyaknya kasus cedera berkepanjangan yang menghambat laju prestasi pebulutangkis putri nasional. Kondisi tersebut, memang sangat disayangkan di tengah berlimpahnya bakat-bakat potensial Tanah Air.

Problem ini, juga rupanya dibenarkan oleh salah satu tokoh yang pernah mengantarkan kejayaan sektor putri bulutangkis Indonesia era tahun 90-an, Retno Kustiyah. Sosok yang pernah menjadi pelatih sejumlah srikandi legendaris tepok bulu seperti Susy Susanti dan Mia Audina ini pun akhirnya angkat suara terkait fenomena tersebut.

Tercatat, beberapa pemain putri nasional kerap terbentur polemik cedera panjang kala aktif bermain seperti Maria Kristin, Adriyanti Firdasari, Bellaetrix Manuputy dan Lindaweni Fanetri. Menurut Retno, banyaknya kasus cedera yang menyelimuti para pemain putri dapat dipicu beberapa faktor, salah satunya adalah kurang maksimalnya fase pendinginan dari para atlet seusai sesi latihan inti.

"Risiko cedera memang bisa diderita siapa saja, tapi dalam hal atlet putri ini ada kemungkinan juga mereka sepertinya kurang begitu intens memperhatikan metode pendinginan setelah latihan inti," ungkap Retno yang ditemui VIVA.co.id pada turnamen International Junior Grand Prix 2017.

"Fase yang benar adalah setiap atlet harus sungguh-sungguh melakukan sesi pemanasan (sebelum main atau berlatih) dan pendinginan (setelah main, atau berlatih), baik berupa senam, atau gerakan lainnya itu harus sama porsinya," tegasnya.

Retno juga menekankan, kebiasaan sehari-hari seorang atlet juga akan sangat memengaruhi kondisi dirinya dalam menjaga dan mengurangi risiko cedera. "Asupan gizi (pola konsumsi makanan) juga ada pengaruhnya, tapi tidak terlalu besar tergantung dari kebiasaan si atlet itu sendiri," jelas Retno. (asp)