Seorang Petani Jadi Lulusan Terbaik Fisip Unirow Tuban
VIVA – Sebagai seorang petani, Andi Surya cukup punya prestasi. Dia telah dinyatakan sebagai lulusan terbaik Fisip Universitas PGRI Ronggolawe atau Unirow Tuban. Sebagai seorang petani, dia berhasil membiayai kuliahnya sendiri. Pemuda yang sudah sejak kecil ditinggal ayahnya ini, terus berjuang sampai akhirnya bisa lulus kuliah.
Saat diwisuda, pada Kamis (26/10/2017), dia diberi kesempatan untuk maju ke atas panggung dan memberikan sambutan. Saat itu pula dia membuat para peserta wisuda dan anggota Senat kaget. Sebab, pemuda ini membawa seikat padi. Dia menyerukan kepada para pemuda untuk tidak takut bertani.
“Saya lahir dari rahim petani. Hidup di tengah-tengah masyarakat petani. Dihidupi dari perekonomian masyarakat tani. Dan saat ini, saya masih tetap menjadi petani. Bangga menjadi petani,” tegasnya di akhir pidato.
Andi Surya, lahir di Tuban, 21 November 1991. Ia adalah anak terakhir dari 6 bersaudara. Saudara pertamanya bernama Yanto, yang kedua Rusdi, yang ketiga Darwati, yang keempat Rasmu, dan yang kelima Sunarko. Mereka semua sudah berkeluarga dan masing-masing sudah mempunyai anak.
Karena semua saudara-saudaranya sudah berkeluarga, jadi di rumahnya hanya tinggal dia dan emaknya, Rasemi. Ia satu-satunya orang tua yang dimilikinya. Sedangkan, bapaknya sudah lama pergi. Bapaknya dipangil oleh Yang Maha Kuasa ketika dia belum berumur 1 tahun. Jadi, bisa dikatakan ia sama sekali tidak pernah mengetahui bagaimana wajah dan rupa bapaknya.
Tapi, itu hanyalah masa lalu. Sekarang, Andi Surya sudah menjadi seorang sarjana, tepatnya sarjana ilmu komunikasi. Menjadi seorang sarjana adalah impiannya sejak lama. Walaupun ia adalah seorang sarjana, tapi dia juga seorang petani, hingga sekarang. Menurutnya, kuliah bukanlah aktivitas yang utama. Melainkan aktivitas sampingan, atau selingan di sela-sela kesibukannya sebagai seorang petani.
Dia menggeluti profesi sebagai petani sejak masih sangat muda sekali. Ketika masih berumur 15 tahun, ia sudah mulai terjun dalam bisnis ketahanan pangan ini. Kenapa dia menyebutnya bisnis ketahanan pangan? Sebab, di pundak para petanilah perut warga negara yang kita cintai ini dipertaruhkan.
Menjadi petani itu banyak godaan dan cobaan. Kadang kala dia merasa capek, karena setelah bekerja berbulan-bulan namun hasil yang diinginkan sangat jauh dari apa yang diharapkan. Jangankan mendapat untung berlipat, balik modal saja sudah lumayan. Petani itu tidak pernah mengenal waktu dan keadaan. Tidak peduli apakah cuaca sedang panas atau hujan. Tidak peduli siang atau malam. Dengan kata lain, harus siaga 24 jam.
Seperti yang sudah disebutkan di atas. Kuliah adalah aktivitas sampingannya. Setiap dia berangkat kuliah, itu menandakan kalau pekerjaan rumahnya sudah selesai. Tidak jarang juga dia terlambat mengikuti perkuliahan karena harus menyelesaikan pekerjaannya sebagai petani. Bahkan, sering kali ketika ia sampai di ruang perkuliahan, jam kuliah sudah selesai.
Melihat hal ini, bisa dikatakan ia adalah salah satu dari sekian banyak mahasiswa yang tidak pernah menepati jadwal perkuliahan. Namun beruntung, ia masuk di fakultas yang sangat fleksibel. Dosen-dosen saya bisa ditemui kapanpun dan di manapum.
Selain sebagai petani, Andi Surya juga bekerja di peternakan ayam milik tetangga. Karena pemilik peternakan itu masih ada hubungan keluarga dengannya, jadi ia bisa menyesuaikan antara jadwal perkuliahan dengan jadwal memberi makan ayam. Sekarang aktivitasnya semakin padat. Mulai dari menggarap sawah, hingga merawat ribuan ayam milik orang lain. Namun, itu semua tidak menjadikan semangatnya menjadi loyo.
Profesi sebagai petani memanglah tidak sepopuler berjualan online. Apalagi bagi kalangan mahasiswa. Bagi sebagian mahasiswa, lebih baik menjadi penjaga toko orang lain atau menjadi loper telur burung puyuh daripada menjadi petani. Mungkin bagi mereka, bekerja sebagai petani bukanlah sebuah pekerjaan keren. Namun lebih terkesan sebagai pekerjaan yang sudah ketinggalan zaman.
Memang, dunia pertanian sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Namun, masih tetap ada sampai sekarang ini. Mungkin karena saking lamanya, peminat pertanian kini hanya menyisakan orang-orang tua semata.
Biaya untuk kuliah, sebagian besar ia dapatkan dari hasil pertanian dan upah dari memberi makan ternak. Jadi, setiap kali selesai panen atau mendapat gaji dari merawat ayam-ayam milik tetangga, barulah ia bisa menyelesaikan administrasi perkuliahan. Dari bertanilah saya bisa menyelesaikan perkuliahan, bahkan menjadi lulusan terbaik. (Tulisan ini dikirim oleh Andi Surya, Unirow Tuban)