Luka Menganga Keluarga 45.000 Orang Hilang di Era Berdarah Guatemala

Sekitar 45.000 orang hilang selama ada perang sipil di Guatemala
Sumber :
  • Aljazeera

VIVA – Misteri dan luka mendalam terkait hilangnya sekitar 45.000 orang selama perang sipil di Guatemala masih menganga. Cristina Yaqui hingga saat ini masih mencari suaminya yang hilang meski dia sudah siap menemukannya tak lagi dalam keadaan hidup.

Ribuan Rumah Terendam, 4 Jembatan Putus dan 1 Orang Hilang Akibat Banjir di Sumsel

Dikutip dari laman Aljazeera, memang ada seorang petani di lahan kecil bernama Simon Xajpot dahulu itu. Dia berangkat ke Guatemala City dan menempuh jarak 70 kilometer dari desanya di Patzum. Namun pada satu hari, Xajpot diculik oleh militer dan dia tak pernah terlihat lagi.

"Saya saat itu baru berumur 19 tahun dan kami punya dua anak," kata Yaqui.

100 Orang Masih Hilang Dalam Aksi Penembakan di Gedung Konser Moskow

Yaqui memang berada jauh dari kota tatkala Xajpot dan ribuan orang raib pada 1960-1996. Pada masa itu terjadi perang sipil antara militer dan kelompok gerilyawan sayap kiri di Guatemala. Komisi di PBB melalui penyelidikan mengungkap bahwa dalam perang sipil berdarah itu hingga 200.000 orang tewas dan sekitar 45.000 orang hilang selama periode konflik.

Lebih dari 80 persen korban adalah keturunan suku Maya dan militer disebut yang bertanggung jawab atas 90 persen kekerasan hingga pembunuhan yang terjadi. Bahkan militer bisa dikatakan melakukan genosida.

Penampakan 'Before-After' Jembatan di Baltimore AS yang Runtuh Ditabrak Kapal

Kenyataan pahit dan tregadi itu disampaikan dalam pidato di PPB pada saat memperingati Hari Korban Kekerasan dan Orang Hilang belum lama ini.

Yaqui mengatakan, luka yang dia rasakan dan juga oleh ribuan keluarga di seluruh dunia akibat peristiwa itu tak akan pernah sembuh.

Awal tahun 1980-an menjadi periode terburuk kekerasan dan perang sipil di Guatemala di bawah kepemimpinan dikator militer. Namun sejak suaminya hilang, Yaqui dan keluarga korban lainnya tak berhenti berusaha mencari jejak kerabat mereka dan mengorganisir pencarian, sekecil apapun itu.

"Kami terluka dan marah. Kami di sini untuk bersuara dan datang bersama-sama untuk saling mendukung, menguatkan demi keadilan," kata Yaqui menambahkan.

Sementara organisasi Badan HAM mendirikan Mutual Support Group (GAM) sebagai wadah pencarian dan komunikasi keluarga korban orang hilang saat perang sipil. Yaqui menjadi salah satu inisiatornya yang masih terus berjuang hingga saat ini. [mus]

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya