Revisi Aturan Lewat Omnibus Law, Bangun Properti Tak Perlu Tunggu IMB

Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution.
Sumber :
  • VIVAnews/Fikri Halim

VIVA – Presiden Joko Widodo menggelar rapat terbatas tentang penataan dan persyaratan penanaman modal. Salah satu yang dibahas adalah penyusunan Undang-undang baru dengan skema Omnibus Law atau merevisi sebanyak 74 Undang-undang yang dinilai menghambat investasi.

Ekonom Sebut Omnibus Law Jadi PR Prabowo-Gibran

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah salah satu poin yang akan dikaji. Melalui revisinya nanti, prosedur pengajuan IMB tak lagi menjadi yang utama dalam proses pembangunan, atau bisa diakhirkan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menuturkan, pembangunan sudah bisa dilakukan jika telah memenuhi buku standar pembangunan yang sedang disiapkan pemerintah.

Anies Hati-hati, tapi Tom Lembong Lebih Tegas Kalau Menang Pasti Revisi UU Ciptaker

"Jadi kalau sudah dibuat gambar (rancang bangun) oleh profesional yang certified kemudian dicek, dan izin lokasi sudah ada, dia sudah bisa membangun. Tapi dia pegang buku standar dan dia harus ikut," kata Darmin usai ratas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu 25 September 2019.

Kata Darmin, pengusaha yang ingin mendirikan bangunan itu tentunya harus diperiksa terlebih dahulu. Tinggal, bagaimana pengusaha tersebut memenuhi standar-standar atau ketentuan yang ada.

Jadi Salah Satu Penggugus UU Ciptaker, Tom Lembong: Saya Bakal Revisi Jika Amin Menang

"Artinya, yang ada tinggal standar. (IMB) diubah jadi standar. Konsep juga beda," kata Darmin.

Dia menuturkan soal perizinan yang ada saat ini perlu banyak Undang-undang yang harus diperbaiki. Presiden Jokowi mengatakan, setidaknya ada 74 UU yang harus direvisi, namun hanya untuk satu atau dua pasal setiap UU-nya.

"Namun perlu ada Undang-undang untuk mengubah atau mencabut itu. Itu lah Omnibus Law," katanya.

Tak hanya itu, Darmin menuturkan bahwa perizinan di Indonesia ke depan akan disesuaikan dengan standar internasional. Di mana perizinan yang diberikan berdasarkan risk based approach.

"Kalau risiko rendah, izinnya sederhana. Kalau risiko besar, perizinan lebih berat," kata dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya