Ekonom Kritik Pimpinan BPK dari Unsur Politisi
- VIVAnews/Fikri Halim
VIVA – Ekonom senior, Faisal Basri memberikan kritik kepada pihak Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK. Faisal menyoroti soal ketimpangan pimpinan BPK, yang terdiri lima orang, di mana empat di antaranya merupakan politisi.
Hal ini diakui Faisal, justru akan menciptakan celah yang sangat terlihat jelas dan berpotensi menghambat upaya-upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan BPK bersama para pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya.
“Saya rasa ini sudah cukup, enggak bisa lagi begitu. Saya tidak mengatakan maling ya, tetapi Anda bisa lihat partai ini solider untuk satu hal, terkait dengan upaya melawan (pemberantasan) korupsi," kata Faisal dalam diskusi di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat 4 Oktober 2019.
"Termasuk, solider juga untuk menempatkan orang-orangnya (di BPK),” ujarnya.
Faisal menegaskan, sebagai badan utusan negara untuk melakukan pemeriksaan keuangan, para pimpinan BPK harus dipilih murni dari prerogatif Presiden. Setelah Presiden memilih, maka mekanisme sepanjutnya para calon pimipinan BPK itu memang harus diseleksi oleh pihak DPR, melalui serangkaian fit and proper test.
Kemudian, apabila DPR tidak sepakat dengan beberapa para pilihan Presiden itu, lanjut Faisal, maka mekanismenya DPR harus mengembalikan para calon pilihan itu ke Presiden sebagai pihak eksekutif, untuk dipilih lagi dan diajukan kembali ke pihak legislatif.
"Jadi, bukan DPR yang mengajukan. Tidak ada di dunia ini DPR seperti itu. Ini sudah kuasa eksekutif, mereka memilih dirinya sendiri,” ujarnya.
Diketahui, pada Rabu 25 September 2019 lalu, Komisi XI DPR telah menggelar voting, guna memilih lima anggota baru BPK, untuk periode 2019-2024.
Kelima anggota baru BPK tersebut yakni Pius Lustrilanang (43 suara), Daniel Tobing (41 suara), Hendra Susanto (41 suara), Aqsanul Qosasih (31 suara), dan Harry Azhar Aziz (29 suara).