Kemenperin Pastikan Kebijakan Pembatasan Merek Belum Diberlakukan

ilustrasi merek rokok.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

VIVA – Kementerian Perindustrian menegaskan bahwa kebijakan pembatasan merek dan kemasan polos yang saat ini tengah marak diterapkan banyak negara, belum akan diberlakukan di Indonesia dalam waktu dekat. Sebab, kebijakan itu dianggap hanya akan mematikan industri.

Gara-gara Logo, Apple Gugat Perusahaan Buah

Kasubdit Industri Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar, Direktorat Jenderal Agro, Kementerian Perindustrian, Mogadoshu Djati Ertanto menjelaskan, kebijakan tersebut akan berdampak buruk bagi industri rokok, baik tingkat yang terkecil hingga yang terbesar. Apalagi, cukai rokok saat ini sudah akan dinaikkan.

Negara-negara seperti Australia, Inggris, Perancis hingga Thailand, dikatakannya, memang telah menerapkan kebijakan tersebut untuk industri rokok. Namun, bagi Indonesia, sudah banyak kebijakan pembatasan peredaran rokok seperti yang termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012.

Gegara Namanya Sama, Brand Dior Tuntut Bintang Porno Gigi Dior

"Dengan rencana tarif cukai 23 persen dan lain-lain itu bukan saat tepat kita ubah PP 109 (dengan kebijakan pembatasan merek dan kemasan polos). Artinya, karena dampak bisa ke mana-mana, industri rokok kenaikan itu terbesar dan berdampak ke industri nasional," tegas dia dalam sebuah diskusi di kawasan Kebon Sirih, Jakarta, Rabu 9 Oktober 2019.

Kata dia, 90 persen market nasional adalah rokok kretek. Tembakau lokal pun hampir 200 ton diserap semua oleh industri rokok nasional. Di samping itu, produk cengkeh yang menjadikan Indonesia sebagai produsen nomor satu di dunia dengan produksi di atas 100 ribu ton, 95 persennya diserap industri rokok nasional.

Yasonna Ingatkan UMKM Daftar Merek Dagang Belajar dari Kasus MS Glow

"Jadi, kalau industri ada apa-apa, kebayang ke belakang kayak apa. Beda sama Australia yang multinasional company industri rokoknya. Perusahaan rokoknya ratusan, jadi tidak ada pasar rokok kayak Indonesia," tuturnya.

Di samping itu, lanjut dia, dengan adanya dua kebijakan tersebut, berpotensi menimbulkan banyaknya rokok ilegal dipasaran. Di Australia saja, kata dia, dengan adanya kebijakan yang telah diterapkan mulai 2012, membuat rokok ilegalnya naik dari 11 persen pada 2012 menjadi 13,5 persen pada 2013.

"Di Australia pada 2012, yang pertama kelihatan naik rokok ilegal, kemudian juga rokok-rokok selundupan. Ketika rokok ilegal naikm akhirnya mungkin ada sektor perekonomian yang akhirnya tidak bisa masuk dalam sistem keuangan yang legal," tutur dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya