Logo DW

Kenapa Indonesia Hentikan Ekspor Nikel di Tengah Demam Global?

Imago/Itar-Tass/D. Kozhevnikov
Imago/Itar-Tass/D. Kozhevnikov
Sumber :
  • dw

"Selama ini kan kita seperti tidak pernah punya gigi, karena selalu takut bahwa nanti neraca ekspornya babak belur," kata Enny saat dihubungi DW. "Kalau kita bersikukuh (soal larangan ekspor)," imbuhnya, "kita berkesempatan menjaring lonjakan investasi untuk sektor-sektor hilir."

Paket stimulus genjot investasi

Menteri Koordinator bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan, pada pameran Indonesia Electric Motor Show September silam, mengklaim pemerintah telah menyiapkan paket stimulus bagi pelaku industri untuk berinvestasi, antara lain keringanan pajak, demikian lapor Reuters.

Menurut Luhut saat ini dana investasi senilai USD 30 milyar akan dikucurkan ke kawasan industri Morowali hingga 2024. Termasuk di antaranya pembangunan pabrik baterai senilai USD 4 milyar berupa patungan beberapa perusahaan, antara lain produsen Cina Contemporary Amperex Technology Co. LTD yang memasok baterai untuk Volkswagen, Mercedes atau Tesla.

Pemerintah berharap, dengan mengalirkan sumber daya alam untuk kebutuhan lokal, industri logam bisa menjadi motor pertumbuhan perekonomian pada 10 atau 15 tahun ke depan. Seperti dilansir Pikiran Rakyat, Balai Besar Bahan dan Barang Tehnik (B4T) meyakini Indonesia sudah akan mampu memproduksi baterai Lithium-ion dengan bahan baku lokal mulai 2024.

Demam nikel di Indonesia juga menghinggapi Perusahaan Tambang Minyak Negara (Pertamina) yang berniat membangun pabrik baterai di Jawa Barat pada 2021 untuk menyuplai kebutuhan industri. Adapun Toyota telah mengumumkan akan membangun fasilitas produksi senilai USD 2 milyar.

Indonesia sebagai produsen baterai juga dibidik oleh produsen otomotif lain seperti Hyundai dan Mitsubishi.