Logo DW

Kenapa Indonesia Hentikan Ekspor Nikel di Tengah Demam Global?

Imago/Itar-Tass/D. Kozhevnikov
Imago/Itar-Tass/D. Kozhevnikov
Sumber :
  • dw

Baterai yang memiliki kandungan nikel berjumlah tinggi lebih disukai lantaran terbukti lebih stabil, kuat dan tahan lama. Tesla misalnya berhasil mengembangkan baterai dengan kepadatan energi tertinggi di dunia dengan menambah kandungan nikel dan mengurangi kobalt, begitu menurut laporan Wall Street Journal.

Cadangan Nikel Terbatas

Sebab itu lembaga konsultan AlixPartners memprediksi, industri otomotif akan membanjiri pasar dunia dengan 200 jenis mobil elektrik baru hingga 2023. Nantinya kendaraan listrik diharapkan tidak lagi berharga mahal, melainkan juga sudah bisa ditawarkan untuk konsumen berkocek tipis.

Namun lonjakan kebutuhan logam nikel membuat pelaku pasar khawatir akan mengalami gelembung serupa tahun 2007, ketika industrialisasi di Cina melambungkan harga nikel dari USD 10.000 per ton menjadi USD 50.000/ton hanya dalam waktu beberapa tahun. Saat ini harga nikel di pasar global meningkat ringan dan bertengger di kisaran USD 18.000/ton sejak Indonesia mengumumkan larangan ekspor.

Padahal antara 2016 dan 2017 Indonesia masih menyumbang masing-masing 39?n 63?ri total perdagangan nikel dunia. Meski demikian Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memerkirakan cadangan nikel Indonesia bisa habis pada tahun 2029. Adapun eksploitasi sisa cadangan nikel sebesar 3,5 miliar ton yang belum ditambang terbentur masalah lingkungan.

Keterbatasan cadangan nikel dan larangan ekspor dari Indonesia ini lah yang memaksa pengimpor asing memutar akal. Cina misalnya melirik Filipina yang tercatat memiliki cadangan nikel terbesar kedua di dunia. Sementara perusahaan-perusahaan Inggris dan Australia dikabarkan sibuk mengamankan izin tambang nikel di berbagai negara.

Wall Street Journal melaporkan, saat ini sejumlah perusahaan sudah mulai bereksperimen dengan teknologi baru untuk memproduksi bahan baku pengganti seperti nikel sulfat dan komoditas lain, tanpa melalui metode ekstraktif. Namun Lembaga Analisa Pasar Roskill menilai dibutuhkan harga nikel sebesar USD 20.000/ton untuk membuat investasi besar-besaran di sektor hulu menjadi menguntungkan.