Siap-siap Tarif Tol Jagorawi Hingga Mojokerto-Kertosono Bakal Naik

Transaksi non tunai di pintu masuk jalan tol.
Sumber :

VIVA – Badan Pengatur Jalan Tol atau BPJT Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengungkapkan, akan ada kenaikan tarif sejumlah ruas tol lainnya, setelah kenaikan ruas tol Jakarta-Tangerang. Kenaikan tarif tol diketahui dilakukan setiap dua tahun sekali, dengan sejumlah pertimbangan.

Antisipasi Kepadatan Kendaraan, Jasa Marga Berlakukan Contraflow Tol Jagorawi Arah Puncak

Kepala BPJT, Danang Parikesit mengatakan, penyesuaian tarif tol ini sedang dalam proses. Setidaknya, ada tiga ruas yang akan naik dalam waktu dekat, salah satunya tol Jakarta Bogor Ciawi (Jagorawi).

"Jakarta-Tangerang kan sudah. Kemudian, ada tigaruas di pipeline, satu Jagorawi, kedua Mojokerto-Kertosono, ketiga Makassar seksi IV," ungkap Danang di JI Expo, Kemayoran, Jakarta, Rabu 6 November 2019. 

Volume Kendaraan Meningkat, Akses Keluar Tol Jagorawi Arah Puncak Bogor Ditutup Sementara

Dia mengungkapkan, soal kenaikan ruas tol Mojokerto-Kertosono sudah dalam proses di meja menteri PUPR. Kenaikan ini, tinggal menunggu ditandatanganinya keputusan tersebut.

"Kita tunggu beliau tanda tangan penyesuaian tarif. Di pipeline banyak, tidak hanya tiga itu sampai akhir (tahun) ada yang cukup jelas angka 17, 21 (ruas) karena ada beberapa yang dalam satu periode bersama-sama penyesuaiannya. Jadi, sekali jalan bisa berapa ruas," kata dia.

Macet Buntut Mudik Lokal dan Tempat Wisata, Contraflow Diberlakukan ke Arah Ciawi

Menurut dia, penyesuaian tarif tol ini juga dijamin oleh Undang-undang. Penyesuaian tarif dilakukan berdasarkan inflasi, karena merupakan hak bagi badan usaha untuk mengajukannya.

"Nah, inflasi kan berdasar masing-masing daerah. Kayak Jatim, kita lihat kabupaten-kabupaten yang terpengaruh di sana," kata dia. 

Lebih lanjut, Danang menuturkan bahwa penyesuaian tarif tol ini bisa menjamin tingkat pengembalian investasi. Penyesuaian ini dilakukan, untuk menjaga tingkat tarif sesuai kondisi inflasi.

"Jadi, kalau tidak ada inflasi bisa juga. Tetapi, di tarif awal pasti tinggi sekali. Kita menyesuaikan dengan daya beli masyarakat. Apalagi, selama tiga tahun terakhir, daya beli masyarakat yang direferensikan dari pertumbuhan ekonomi jauh lebih tinggi dari nilai inflasi," ucapnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya