Kepala BKPM: 26 Perusahaan Sepakat Tak Ekspor Bijih Nikel Tanpa SK

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bahlil Lahadalia
Sumber :
  • VIVAnews/Fikri Halim

VIVA – Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal atau BKPM, Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa 26 perusahaan tambang bijih nikel atau ore bersepakat tak akan mengekspor produknya secara mentah-mentah, namun menjualnya ke industri pemurnian atau yang memiliki smelter.

President Jokowi Ensures to Extend Export Permits for Freeport

Berdasarkan rapat bersama 47 industri penambang maupun pengolah bijih nikel pada Selasa 12 November 2019, 26 di antaranya, memang tidak memiliki izin ekspor bijih nikel, padahal sudah berinvestasi membangun smelter.

Sementara itu, sembilan perusahaan tetap memiliki izin untuk mengekspor hingga batas waktu akhir, yakni 1 Januari 2020, untuk mengekspor bijih nikel dengan kadar di bawah 1,7 persen dan dua perusahaan masih dalam tahap evaluasi apakah diperbolehkan atau tidak.

Tersandung Kasus Korupsi, Lima Smelter Timah di Babel PHK Ribuan Karyawan

"Kenapa setuju, karena sampai dengan sekarang belum ada konfirmasi mereka mau ekspor, karena setelah diverifikasi, sembilan oke, dua keberatan," katanya, saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa 12 November 2019.

Kesepakatan itu juga didapati setelah BKPM menetapkan bahwa harga jual bijih nikel kepada industri smelter dalam negeri maksimal sebesar US$30 per metrik ton free on board atau FOB. Harga itu berlaku hingga 31 Desember 2020 meski di pasaran internasional harganya berfluktuasi.

Usulan Kejaksaan Izinkan Lima Smelter Perusahaan Timah Tetap Beroperasi Disorot

"US$30 batas waktunya hanya sampai 31 Desember dan harga berfluktuasi tidak terpengaruh mau naik turun sudah segitu. 1 Januari lagi soal lain, lagi ini tanggap darurat namanya kalau ada bencana," ujarnya.

Meski begitu, kesepakatan itu tidak dalam bentuk aturan tertulis seperti Surat Keputusan (SK). Pemerintah bersama pengusaha hanya sepakat bahwa ekspor nikel tidak akan dilakukan mulai kini hingga berlaku efektif sesuai Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 tentang percepatan pelarangan ekspor bijih nikel dari 2022, menjadi 1 Januari 2020.

"Di bisnis itu banyak kepastian deal kadang-kadang tidak ada tulisan. Jadi, bisnis itu kita bicara trust. Kami memulai hari ini dengan cara-cara baru, sama-sama saling percaya dan mematuhi untuk negara," katanya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya