Pengusaha Kapal 'Pede' Omnibus Law Ciptaker Bisa Tingkatkan Daya Saing

Carmelita Hartoto, Ketua DPP Persatuan Pengusaha Pelayaran Niaga Nasional
Sumber :
  • VIVAnews/Agus Rahmat

VIVA – Asosiasi Pemilik Pelayaran Nasional Indonesia atau Indonesian National Shipowners' Association (INSA) menanti proses pembahasan omnibus law Cipta Kerja (Ciptaker). Diharapkan aturan ini akan mendorong iklim bisnis pelayaran nasional semakin berdaya saing.

Asosiasi Pengusaha Pelayaran di Asia Dorong Kolaborasi Regional

Ketua Umum DPP INSA Carmelita Hartoto mengatakan, sejauh pengetahuannya, omnibus law yang terkait sektor pelayaran nasional cukup memberikan jalan bagi pelayaran nasional untuk semakin berdaya saing.

“Kini kita perlu bersabar menunggu bagaimana proses omnibus law ini di DPR,” kata Carmelita dikutip dari keterangannya, Rabu 4 Maret 2020.

Fasilitas Navigasi di Tiga Wilayah Laut Indonesia Ini Diperkuat, Kemenhub Ungkap Alasannya

Hingga saat ini, publik memberikan beragam respon omnibus law Cipta Kerja, meski saat ini regulasi ini masih berproses di DPR. Beragam respons itu juga tidak terkecuali ditujukan terhadap sektor pelayaran yang dimuat di Omnibus Law Cipta Kerja.

Respons publik terhadap omnibus law di sektor pelayaran, kata Carmelita, boleh dilihat sebagai suatu hal yang baik sebagai bentuk perhatian publik terhadap sektor pelayaran nasional. Namun respon itu sebaiknya diutarakan setelah proses omnibus law Cipta Kerja di DPR selesai .  

Somalia: dari Nelayan Menjadi Bajak Laut, Kisah Pilu di Lautan Anarki

“Karena saat ini kan masih berproses. Baiknya kita menanti saja dulu proses dan produk regulasi ini nantinya seperti apa,” kata dia.

Adanya perubahan pasal 158 draft RUU Cipta Kerja/ omnibus law sektor pelayaran yang banyak mengundang respons publik, dinilai tidak signifikan. 

“Sepengetahuan kami, di dalam RUU Cipta Kerja omnibus law, perubahan hanya pada pasal 158 ayat  2 butir a; di mana perubahannya yaitu kapal yang dapat didaftarkan dengan ukuran tonase kotor tertentu,” kata dia.

Aturan ini menurutnya berubah dari sebelumnya di mana kapal yang dapat didaftarkan dengan ukuran tonase kotor sekurang-kurangnya GT 7 (tujuh gross tonnage). Sedangkan pada pasal 158 ayat 2 butir b dan c tetap sesuai Undang-undang No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.

“Artinya, perubahan pada pasal 158 tidak seperti informasi yang beredar selama ini dan menurut kami informasi itu kurang tepat,” katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya