Penanganan Lambat, RI Harus Perlakukan Corona Mirip Ancaman Perang

VIVA – Langkah penanggulangan krisis yang disebabkan virus corona di Indonesia dinilai lambat kemajuannya dan timbulkan kekhawatiran. Hal itu disampaikan Ketua Dewan Penasihat Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sharif Cicip Sutradjo.

Arsjad Buka Suara Soal Kabar Pertemuannya dengan Prabowo

Menurut dia, penanganan wabah corona dan dampaknya bisa jauh lebih maju dari kenyataan saat ini. Dengan mengikuti pemberitaan penanganan covid-19 di negara lain, pemerintah bisa tahu banyak apalagi kalau langsung bertukar informasi dan bekerja sama dengan negara lain. 

Cicip mencontohkan Tiongkok dan Korea Selatan sudah berhasil menangani wabah corona dan saat ini sudah di tahap mengantisipasi siklus kedua karena beberapa pasien yang sembuh malah kembali terdeteksi positif. Sedangkan Indonesia menghadapi siklus pertama pun terkesan lamban kemajuannya. 

Pj Gubernur Sumsel Gandeng Kadin Percepat Realisasi Program Gerakan Serentak

"Saya apresiasi upaya Ketua Umum Kadin Rosan Roeslani dengan mengajukan proposal penyelamatan ekonomi yang persentasenya minimal sama dengan negara lainnya, yaitu 10 persen dari PDB. Itupun belum tentu cukup," kata Sharif Cicip Sutardjo dalam keterangannya, Selasa 14 April 2020.

Cicip mengkritik, kebijakan pemerintah saat ini masih terfokus seputar pembatasan sosial, kelangkaan alat pelindung diri (APD) dan debat mengenai mudik dan tidak mudik, dan sebagainya. Padahal negara lain sudah mulai mengantisipasi siklus kedua, menyiapkan rencana normalisasi, bahkan fokus kepada pengembangan vaksin. 

Arsjad Rasjid Kembali Bertugas Sebagai Ketum Kadin Usai Jadi Ketua TPN Ganjar-Mahfud

"Setiap satu nyawa yang hilang mewakili seluruh rakyat Indonesia, karena berikutnya bisa siapa saja, di mana saja dan kapan saja. Kondisi ini sebanding dengan kita menghadapi ancaman agresi militer yang mengancam ketahanan nasional. Karena yang terancam kamampuan rakyat untuk bertahan dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Bahkan covid-19 lebih berbahaya karena tak kelihatan bentuknya," tegas Cicip. 

Cicip mengingatkan agar Pemerintah dan Satuan Gugus Tugas Percepatan Penanganan virus corona tidak keliru dalam membedakan antara konsep besar yang strategis dengan langkah-langkah taktis. 

Untuk itu, ia menuturkan pemerintah perlu menyampaikan dengan jelas apa strategi yang diterapkan untuk menangani wabah sekaligus dampak krisis ekonomi dari virus covid-19 ini. 

Strategi pun tidak sama dengan langkah-langkah taktis. Misalnya strategi pemerintah adalah melindungi setiap rakyat agar tetap sehat, berdaya dan sejahtera melawan wabah dan dampak covid-19 ini. Hal tersebut penting supaya rakyat dan dunia usaha yang ingin berkontribusi tahu harus melakukan apa dalam kondisinya masing-masing. 

Menurutnya, ada tiga hal yang menjadi hal yang paling penting untuk diperhatikan oleh pemerintah yang menjadi penilaian stakeholders khususnya dunia internasional, yaitu: 

  1. Kemampuan pemerintah mengatasi penyebaran virus covid-19 sampai berhenti dan cepatnya normalisasi kehidupan masyarakat.
  2. Kesiapan pemerintah mengantisipasi dampak ekonomi dari penanganan penyebaran covid-19, khususnya terhadap sektor riil. 
  3. Kemampuan pemerintah menjaga stabilitas di sektor keuangan dan perbankan sebagai akibat dari penanganan krisis yang diterapkan pemerintah. Ini menjadi penilaian karena risiko instabilitas di sektor keuangan di satu negara bisa merembet ke negara lainnya seperti krisis moneter Asia tahun 1998. 

Langkah Taktis di Sektor Mikro

Tak sampai di situ, Cicip memuji Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang telah mengumumkan langkah-langkah taktis di tataran mikro seperti kebijakan relaksasi kredit khususnya bagi penerima KUR sampai enam bulan, peningkatan bantuan pemerintah non tunai, dan kartu prakerja. 

Krisis yang disebabkan oleh covid-19 berbeda dengan krisis ekonomi sebelumnya. Sebelumnya setiap krisis pasti berdampak kepada orang yang mampu dulu. Sedangkan sekarang masyarakat tidak mampu, pengusaha UMKM yang biasanya jadi benteng pertahanan ekonomi justru yang menjadi korban pertama. 

Demikian juga krisis yang lainnya seperti bencana alam, terorisme, atau bahkan perang sekalipun. Semua krisis tersebut, menurut Cicip, ada polanya, ada parameternya dan kelihatan bentuknya. Sehingga solusinya lebih bisa diformulasikan dan dikendalikan.  

Karena ketika Pemerintah terpaksa meminta masyarakat mengurung diri di rumah, langsung saat itu juga krisis yang dihadapi masyarakat berlipat ganda menjadi krisis ekonomi dan sangat mudah bergeser menjadi krisis sosial. Baik di kalangan pengusaha maupun di kalangan masyarakat ekonomi bawah. 

Sementara, bagi pengusaha karena tidak ada pemasukan, tidak kuat membayar gaji karyawan terpaksa melakukan PHK massal. Belum lagi beban THR mendekati hari raya. Akhirnya bisa terjadi bentrokan sosial antar kelompok masyarakat. 

Semua ini, menurut Cicip, butuh pemerintah yang menyatukan dan memimpin seluruh elemen bangsa dalam satu konsep dan kerangka kerja yang berdasarkan satu pemahaman, dan yang terpenting satu tujuan bersama. 

"Intinya, pemerintah harus perlakukan krisis covid-19 ini lebih sulit dibandingkan melawan ancaman perang," tegas Cicip.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya